Mohon tunggu...
Irwan Thahir Manggala
Irwan Thahir Manggala Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Orang yang Sudah Mati Benar-benar Sudah di ALAM KUBUR . Semoga kita terhindar dari golongan orang yang SEMANGATNYA LAGI TERKUBUR.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengenang Fotografer Media Cetak

19 April 2015   05:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:56 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_379081" align="aligncenter" width="300" caption="Mata Hati Kompas (Foto Pribadi ITM)"][/caption]

Pesona Menakjubkan: Irwan Thahir Manggala -  Pameran Foto Terbaik Harian Kompas adalah ajang pameran karya jurnalistik foto yang pertama kali saya hadiri langsung. Koleksi jurnalis foto Kompas ditampung dan dirampungkan dalam buku Mata Hati 1965-2007 . Sebuah suasana yang sangat mengharukan, apalagi dapat cengkraman daya tata ruang apik Bentara Budaya. Disitulah saya berkenalan pertama dengan almarhum Julian Sihombing(lihat tulisan saya yang sempat HL di Kompasiana). Event pameran foto Kompas itu  sempat diadakan secara keliling, bermula dari Jakarta(17-23 Juli 2007)) Semarang, Surabaya, Malang, Jogyakarta, Medan(15-25 November 2007)

Membeli buku dokumen foto Mata Hati 1965-2007 dengan harga Rp 300.000 adalah hal  berat bagiku saat itu. Saya diuntungkan dengan diberi kesempatan bebas memotret beberapa karya yang terpajang di etalase dinding Bentara Budaya Jakarta dan juga diberikan leaflet. Ada 15 foto didalam leaflet berbentuk  lipatan itu. Nama fotografer Kompas yang dimuat dalam leaflet itu; Julian Sihombing(1), Rudy Badil(1), Johni TG(1), Yuniadhi Agung(1), Danu Kusworo(1), Raditya Helabumi(3), Kartono Ryadi(1) Roni Aryanto Nugroho(2), Bahana Patria Gupta(1) Agus Susanto(1), Yuniadhi Agung(1), Djoko Purnomo(1), Lasti Kurnia(1), Leaflet itu masih kusimpan rapi.

[caption id="attachment_379082" align="aligncenter" width="300" caption="Foto Irwan Thahir Manggala "]

14293949302060488417
14293949302060488417
[/caption]

Saya jeli untuk mencari pasangan koleksi foto leaflet dengan koleksipajangan di dinding ruang Bentara Budaya. Saya sempat berfoto dengan latar belakang 3 foto karya Raditya Helabumi yang berlatar lumpur Lapindo Sidoarjo. Raditya mengambil suasana saat dua aparat menggendong seorang perempuan dari lingkaran lumpur. 2 foto Raditya yang dikutip pada 2006 itu diantaranya membuat jelas situasi lumpur Lapindo yang berdampak semakin luas.2 foto mwnunjukkan posisi alamat dan jarak ( 37 km) dan disaat anak-anak seputar menyaksikan rumah yang tenggelam diterpa lumpur

Foto album Kompas dalam buku berukuran tebal itu cukup beragam dan serba unik. Saya amati foto-foto itu bukan hanya menarik, inspiratif di permukaan, tapi bila mendalaminya kita akan dapatkan nuansa memori; dimensi keharuan, tragedi, keceriaan, dramatisasinya. Coba saja lihat karya foto Kartono Ryadi yang diambil pada 1985, suasana keharuan bisa berpadu dan keseceriaan saat melihat 3 maestro pelukis Indonesia basuki Abdullah, Soedjojono, dan Affandi, duduk santai bercanda. Suasana tragedi bisa digambarkan langsung Jhoni TG saat berada di lokasi pergumulan demonstaran dengan aparat pada 1999 di Jakarta.

Apa makna dan peran dari buku yang mendokumenkan karya jurnalistik foto Kompas itu. Beberapa kalimat dalam pengantar leaflet saya kutip:

Foto melengkapi berita yang ditulis dengan visualisasi peristiwa dalam beragam dimensinya. Foto membuat media cetak yang sekaligus menyediakan bacaan dan ilsutrasi. Pengasuh pemerhati dari ilmuwan media massa masih terus disibukkan oleh perkembangan media ke media massa. Termasuk gaya presentasi dan ilustrasinya.

Tatakala suratkabar dan majalah sebagai media cetak memperoleh persaingan dari media elektronik posisi dan peran foto di media cetak memperoleh tantangan baru. Terutama karena media elekytonik seperti televisi menyatakan segala informasi dan narasinya dengan medium gambar yang bergerak dan hidup. Berita dan peristiwa disajikan sebagai tontonan bukan sebagai bacaan.

[caption id="attachment_379083" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama Siswa jakarta (Foto Pribadi ITM)"]

14293951971520139182
14293951971520139182
[/caption]

Saya membuka situs Khatulistiwa ada tergambar profil buku Mata Hati (tapi tidak lagi tersedia) harga bukunya sudah sampai harga RP 400,000. Saya mengutip dari situs itu yang memberi pesan, bagi pemerhati yang misalnya lupa akan konteks foto-foto itu di masa kejadiannya, kiranya tetap saja foto-foto itu mampu bicara sendiri.

Pattunuang 190415

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun