Dan saya justru bersyukur karena hal itulah yang membuka jalan-jalan hidayah ke diri saya. Rasa syukur itu banyak, tak bisa saya sebutkan satu persatu. Selama dia tak menyebutkan khusus nama kita, kenapa kita harus marah.Â
Toh yang mendengar atau membaca bukan hanya kita. Justru mungkin itulah cara dia menjaga perasaan kita dengan tidak menyebutkan khusus nama kita di postingan atau ucapannya, karena bisa jadi postingan itu memang bukan khusus untuk kita. Bisa jadi untuk dirinya sendiri, dan dia ingin kitapun yang membaca menjadikan perkataan atau postingan itu sebagai jalan untuk introspeksi diri, bukan untuk menghakimi orang lain.Â
Solusinya, yang posting perbaiki niat, kita ingin dakwah atau mau menunjukkan tingginya ilmu kita. Kemudian gunakan kata-kata yang ma'ruf. Bagi yang baca pun perbaiki niat, kita cari kebenaran atau pembenaran. Kalau kita cari kebenaran, mau kata-katanya tidak ma'ruf pun akan tetap diterima. Bukankah pesan kebanaran itu bisa keluar dari mulut siapa saja. Entah itu anak kecil, murid, bahkan dari 'lawan' sekalipun.
Wallahu a'lam bish- shawab, Allah yang maha tahu tentang kebenaran, tentang apa yang nampak dan tersembunyi di hati hambanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H