[caption id="attachment_295587" align="aligncenter" width="300" caption="http://gramediapustakautama.com"][/caption]
Kehadiran kawan sejati dalam saat-saat tersulit di kehidupan memang tidak meringankan beban, tetapi merekalah yang membuat sebuah perjalanan menjadi lebih berarti. Kesetiaan, kejujuran, dan keteguhan hati pasti diuji.
Begitu pun dengan Rombongan Pembawa Cincin yang terdiri atas sembilan kawan. Mereka berasal dari golongan berbeda mewakili kaum peri, manusia, penyihir, kurcaci, dan hobbit melakukan perjalanan menyongsong maut demi menghancurkan cincin utama nan terkutuk ke kediaman musuh. Bersama, mereka menghadapi berbagai macam rintangan dari Musuh yang hendak menggagalkan misi mereka.
Boromir tewas saat dirinya tengah melindungi Merry dan Pippin. Kedua hobbit itu pun menjadi tawanan pasukan Orc. Aragorn, Legolas, dan Gimli melacak jejak para Orc dan bertemu dengan Pasukan Berkuda Rohan. Gandalf Sang Penyihir yang menjadi pemandu mereka sudah lebih dahulu terjatuh ke dalam jurang saat bertempur melawan Balrog di Moria.
Sementara itu, Frodo nekat melanjutkan perjalanan sendirian ke Mordor. Keponakan Bilbo Baggins itu sadar, ia tidak bisa lagi bergantung pada teman-temannya yang lain sebab ini merupakan tugas yang harus dipikulnya sebagai Pembawa Cincin.
Namun, Frodo berubah pikiran saat Sam, sahabat sekaligus tukang kebunnya, bersikeras akan ikut dengannya dalam perjalanan menuju Negeri Bayang-Bayang. Berangkatlah kedua sahabat itu demi menuntaskan misiyang mempertaruhkan nyawa mereka demi mengubah kegelapan yang membayang-bayangi Dunia Tengah.
Di negeri musuh, perjalanan Frodo dan Sam tidak menjadi lebih mudah. Kawan dan lawan mereka temui di negeri itu. Setelah dibuntuti oleh Gollum yang masih mendambakan cincin utama, Frodo hampir berhasil “menjinakkan” makhluk malang itu. Di tengah persembunyian, mereka pun sempat menjadi “tawanan” pasukan Gondor yang dipimpin oleh Kapten Faramir.
Di sini, terlihat bahwa Faramir sempat tergoda memiliki cincin itu seperti kakaknya yang telah tewas, Boromir. Akan tetapi, tidak seperti Boromir, ia cukup bijak untuk tidak menghalangi Frodo dan Sam untuk melaksanakan tugasnya. Sebelum kedua hobbit itu melanjutkan perjalanan, Faramir tidak hanya membekali mereka dengan makanan dan hadiah, tetapi juga dengan harapan dan nasihat agar misi mereka dapat terlaksana secepatnya.
“Meski kutemukan Cincin itu di jalan raya, tidak akan aku mengambilnya, begitu sudah kukatakan. Meski seandainya aku memiliki hasrat besar terhadap benda ini, dan meski seandainya aku tidak tahu pasti tentang benda itu ketika aku berbicara, aku akan memegang kata-kataku sebagai sumpah, dan menaatinya. Tapi aku bukan orang seperti itu. Atau aku cukup bijak untuk tahu bahwa ada bahaya-bahaya yang iebih baik dihindari manusia.”
-Faramir, hlm. 343
*
Di sisi lain, Aragorn, Legolas, dan Gimli berjumpa dengan Penyihir Putih yang ternyata adalah kawan lama mereka, Gandalf. Penyihir itu memberitahukan bahwa Merry dan Pippin aman bersama para Ent (penggembala pohon) di Hutan Fangorn. Penyihir, manusia, kurcaci, dan peri itu bergerak menuju Rohan.
Belakangan, diketahui bahwa Saruman Sang Putih melakukan pengkhianatan dengan menjalin aliansi bersama Sauron, Sang Penguasa Cincin. Grima Wormtongue, mata-mata Saruman, menjadi penasihat Raja Rohan, Theoden, sehingga raja yang malang itu tidak bisa lagi membedakan kawan dan lawan. Pertempuran pun pecah di Helm’s Deep. Berhasilkah mereka mengatasi kekuatan gabungan dua menara milik penguasa Isengard dan Mordor?
Penokohan yang Semakin Matang, Petualangan yang Semakin Menantang
Seperti buku The Lord of the Rings sebelumnya, The Two Towers terdiri atas dua bagian, yakni buku tiga dan buku empat. Buku tiga berfokus pada kelanjutan perjalanan Gandalf, Aragorn, Legolas, Gimli, Merry, dan Pippin, sedangkan buku empat mengisahkan nasib yang menimpa Frodo dan Sam di Negeri Mordor.
Saya semakin menikmati perkembangan tokoh-tokoh yang semakin matang di buku ini. Persahabatan di antara Aragorn, Legolas, dan Gimli terjalin semakin erat, meskipun mereka berasal dari golongan yang berbeda. Hal ini terlihat saat Aragorn menyerukan, “Majulah tiga pemburu!” yang merujuk pada dirinya, Legolas, dan Gimli saat mereka hampir berputus asa dalam pencarian dua hobbit sahabat mereka, Merry dan Pippin. Tolkien pun berkali-kali menggunakan kata ganti “tiga sahabat” untuk meyakinkan pembaca akan kuatnya ikatan persahabatan dan persaudaraan mereka.
Sejak keluar dari Hutan Lorien, Legolas dan Gimli pun menjadi sahabat karib, terlihat saat mereka “berkompetisi” membunuh Orc yang mengundang tawa, lalu janji mereka untuk mengunjungi Hutan Fangorn yang misterius apabila keadaan negeri sudah lebih tenang. “Persahabatan kalian adalah persahabatan yang aneh,” begitu gumam Treebeard, salah satu Ent tertua di Hutan Fangorn. Tidak aneh ia berpendapat demikian, sebab kaum peri dan kurcaci memiliki sejarah perselisihan di masa lalu. Namun, Legolas dan Gimli mengesampingkan hal itu dan memilih untuk bersahabat.
Alangkah indahnya apabila setiap orang pun dapat bersahabat seperti mereka, tanpa memedulikan batasan suku, ras, agama, atau golongan tertentu.
Frodo pun tidak terlihat “selemah” di buku pertama, karena kini ia harus berjuang bersama Sam, satu-satunya sahabatnya yang tertinggal dan yang paling setia. Kehadiran Gollum tidak hanya menguji kewaspadaan mereka, tetapi juga persahabatan mereka, sebab Sam sama sekali tidak memercayai Gollum, meskipun makhluk itu telah terikat sumpah. Frodo berkali-kali berhasil menunjukkan Smeagol, sisi baik Gollum, walaupun Gollum memiliki niat keji untuk mencelakakan kedua hobbit itu.
Di buku ini, juga hadir tokoh-tokoh baru yang tidak kalah menarik. Tokoh favorit saya ialah Faramir, Sang Kapten dari Gondor. Ia menunjukkan kebijaksanaan yang luar biasa untuk tidak melakukan kesalahan yang sama seperti kakaknya, Boromir. Selain itu, ada Eowyn, Sang Lady Putih, yang berani dan berkemauan keras untuk melindungi rakyat Kerajaan Rohan.
Semoga bintang-bintang akan tetap bersinar di ujung kisah perjalanan mereka di buku selanjutnya, The Return of The King.
The Lord of the Rings: Dua Menara
Oleh J.R.R. Tolkien
Diterjemahkan oleh Gita Yuliani K.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Cetakan VI, Januari 2013
Tebal 432 halaman
ISBN 978-979-22-8833-9
Harga Rp50.000,00
Catatan: Terima kasih buat Yudi yang sudah berbaik hati meminjamkan ketiga buku The Lord of the Rings kepada saya. Lalu untuk Ruby Gamgee daughter of Aragorn alias Ruri, atas pembicaraan seru berminggu-minggu membahas mulai dari tokoh-tokoh, bahasa elf, candaan, sampai serba-serbi trilogi epik ini.
(Adinda)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H