Wati Anggraeni -Â Bagi mahasiswa sebagai kaum milenial, kudet (kurang update) rasanya jika belum pernah bertransaksi non tunai dalam aktivitasnya. Memasuki Juli hingga Agustus menjadi waktu yang pas untuk menikmati liburan semester, entah hanya untuk berdiam diri di rumah atau keluar mengunjungi berbagai destinasi wisata yang ada.Â
Sekarang sudah banyak platform yang menyediakan layanan paket liburan, sudah termasuk tiket kendaraan, makan hingga penginapan yang tentunya yang bisa dipesan secara online. Di rumah pun masih bisa merasakan liburan (libur dan mencari hiburan), belanja online misalnya.Â
Kita yang mager (males gerak) lebih memilih duduk dan bermain smartphone tapi masih bisa belanja apa saja yang menjadi kebutuhan kita, guna mendukung situasi liburan di rumah. Semua bisa lewat online
Air pun ada pasang surutnya. Kehidupan senantiasa berubah. Teknologi semakin diperbaharui, banyak hal yang dapat dilakukan hanya dengan duduk di kursi. Ingin beli ini itu sudah bisa hanya dengan duduk dan memainkan smartphone. Yap, digitalisasi alat pembayaran semakin canggih, beragam rupa, dari tunai hingga non tunai misalnya.Â
Evolusi alat pembayaran bisa dibilang sangat pesat. Jika sekilas kita menengok kebelakang, alat pembayaran mulanya dikenal dari sistem barter. Kita menukarkan barang/jasa yang kita miliki untuk mendapatkan barang/jasa lain yang kita butuhkan.Â
Dalam perkembangannya mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yaitu uang. Hingga saat ini uang menjadi alat pembayaran utama di masyarakat. Selanjutnya alat pembayaran terus berkembang menjadi tunai dan non tunai. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai alat pembayaran tunai dan non tunai.
Alat Pembayaran Tunai
Alat pembayaran tunai dinilai lebih banyak menggunakan uang kartal (uang kertas dan logam) yang diterbitkan pemerintah. Uang kartal penting digunakan dalam transaksi yang bernilai kecil. Untuk transaksi yang terbilang besar disarankan menggunakan uang giral (uang yang dikeluarkan bank umum berupa surat-surat berharga).Â
Efisiensi penggunaan uang kartal juga harus diperhatikan karena terdapat beberapa kelemahan yaitu biaya pengadaan dan pengelolaan yang cenderung mahal, inefesiensi waktu pembayaran di loket misalnya (antrean pada loket). Sementara itu, jika bertransaksi dalam jumlah besar mengundang resiko kejahatan misalnya pemalsuan dan pencurian.
Alat Pembayaran Non Tunai
Saat ini sudah disosialisasikan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), dimana alat pembayaran non tunai semakin lazim digunakan di masyarakat. GNNT mulai dicanangkan pada 14 Agustus 2014 berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, pemprov/pemda, dan juga pelaku industri untuk mendorong masyarakat menggunakan sistem pembayaran dan instrumen pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran.Â
Alat pembayaran non tunai terdiri dari alat pembayaran berbasis kertas (paper based) yang digunakan misalnya cek, bilyet giro, nota debit dan nota kredit.  Kemudian  juga dikenal alat pembayaran paperless seperti uang elektronik  (card based) misalnya kartu debit/kredit dan kartu ATM.Â
Selain itu juga terdapat sistem pembayaran secara online melalui platform (web, mobile, SMS, USSD, STK) dan munculnya virtual currency, berbagai inovasi financial technology yang hasilnya e-commerce mulai berkembang. Kelebihan dari alat pembayaran ini diantaranya praktis, tidak perlu membawa banyak uang tunai, akses lebih luas, transaksi lebih transparan mencegah identifikasi kejahatan kriminal, efisiensi rupiah, dan perencanaan ekonomi lebih akurat.
Dalam bertransaksi non tunai masyarakat kita biasa menggunakan Kartu, yaitu alat bayar berupa plastik berpita magnetik ataupun chip yang digunakan sebagai media akses terhadap fitur layanan dari akun/rekening yang dimiliki pemegang kartu.Â
Ada tiga macam kartu yang digunakan diantaranya kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit yang mempunyai fitur, sumber dana yang berbeda namun kelebihan dan kekurangan yang hampir sama demi mempermudah bertransaksi tanpa uang tunai.
Ada juga yang lebih senang memakai uang elektronik, karena sebagai alat pembayaran yang  disetor di awal, kemudian disimpan dalam media tertentu, dan bukan merupakan simpanan sehingga tidak dijamin dan tidak memperoleh bunga. Berdasarkan media uang elektonik dibagi menjadi Chip Based (nilai uang disimpan dalam media chip dan transaksi dilakukan secara offline) dan Server Based (nilai uang disimpan dalam server, transaksi dilakukan secara online).Â
Sedangkan berdasarkan Pencatatan ada yang Registered (data identitas pemegangnya terdaftar dan tercatat pada penerbit) dan Unregistered (data identitas pemegangnya tidak terdaftar dan tercatat pada penerbit). Ya namanya digitalisasi, semua serba mudah dan cepat dalam bertransaksi. Liburan pun bisa dengan mudahnya kalau kita memesan layanan liburan lewat platform.Â
Pada saat liburan tak perlu bawa banyak uang tunai, cukup disimpan di rekening tabungan dan mengaktifkan layanan mobile banking. Eits tapi jangan lupa rajin isi saldonya. Semua menjadi nyaman karena merasa uang kita aman dari segala bentuk kejahatan karena masih bertransaksi secara tunai. Namun, kejahatan akan terus ada selama masih ada manusia. Jadi masih harus waspada dan tetap berhati-hati.
Elektronifikasi sistem pembayaran agaknya memberi dampak positif bagi perekonomian di Indonesia. Sudah saatnya beralih menjadi Less Cash Society untuk menjadi lebih melek dari segi teknologi. Mengejar ketertinggalan inovasi dari negara-negara maju dunia dan membantu Bank Indonesia dalam mencapai serta menjaga kestabilan rupiah menjadi tugas kita bersama. (wat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H