Mohon tunggu...
Hani S.
Hani S. Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger | Dubber | Content Creator

Profesional Blogger | Profesional Dubber | Content Writer | Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Wow, Ternyata 8 dari 10 Anak Indonesia Kekurangan DHA

4 Februari 2019   17:37 Diperbarui: 6 Februari 2019   09:46 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi daging salmon (Foto: pixabay/Peace Joy Harmony)

Sepakat ya bahwa kaum Ibu itu tanggung jawabnya sangat besar terhadap Anak dan Keluarga. Tapi saya sangat yakin bahwa semuanya senantiasa dilakukan dengan penuh cinta kasih. 

Salah satu peran Ibu di rumah adalah memberikan asupan terbaik terutama untuk buah hatinya. Namun apakah asupan yang diberikan sudah terpenuhi nilai gizi dan nutrisinya sesuai yang diharuskan? Untuk saya pribadi, jawabannya sedang saya evaluasi saat ini.

Saya Ibu dari dua orang Putra, Alfath dan Bil. Si Sulung Alfath sebentar lagi akan menginjak usia lima tahun, masa-masa yang semakin aktif dan semakin tinggi rasa ingin tahunya tentang banyak hal. 

Hobinya mulai sangat banyak, walau belum pasti cita-citanya apa, yang pasti tugas saya dari semenjak mengandung dia dan adiknya adalah memastikan mereka sehat tanpa kurang suatu apapun, sebagai pendukung apa yang mereka cita-citakan kelak. Dan salah satunya adalah memberikan mereka asupan terbaik untuk dikonsumsi.

Semakin mereka besar, semakin banyak kebutuhan gizinya, terutama DHA (Docosahexaenoic Acid) dan Omega 3. Itu salah dua yang mendasari bagaimana otaknya berkembang, seberapa tajam penglihatannya, seberapa kuat daya tangkapnya saat belajar baik di Sekolah atau di manapun, seberapa kuat daya tahan tubuhnya, dan lain sebagainya yang sangat penting terutama di rentang usia Anak 4 - 12 tahun.

Banyak alasan mengapa saya dan Suami sepakat memasukkan Alfath Sekolah TK saat nanti usianya lima tahun, salah satunya adalah karena kami melihat kesiapan Alfath baik fisik dan terutama psikis. 

Apalagi karena Alfath ini anaknya kinestetik, dimana gerak aktifnya kadang tak terbendung, membuat kami sebagai Orangtuanya merasa Alfath sebaiknya belajar bebas dulu tanpa keteraturan, sekalipun itu setingkat TK yang notabene masih banyak main-mainnya.

Alih-alih masuk TK, Alfath lebih tertarik masuk ke Robotic Class dimana dia bisa mencurahkan hobinya merakit dan merangkai robot serta otomotif seperti yang biasa dilakukan di rumah. 

Bedanya, di Robotic Class ada Coach khusus yang memberikan arahan karena memang sudah ahli.  Jadwalnya pun dapat disesuaikan sendiri atau kondisional. Selain itu, untuk pelajaran dasar seperti membaca, menulis, dan menghitung, saya sendiri yang mengajarinya di rumah, dengan metode montesori dan metode lain yang sifatnya lebih ke bercerita, berhubung Alfath ini anaknya suka banget ngobrol. Sejauh ini Alhamdulillah hasilnya cukup memuaskan.

Pertengahan tahun 2019 ini, Alfath sudah harus mulai Sekolah TK. Kami tahu itu hanyalah gerbang dimana Alfath nantinya akan ditempa pengalaman luar biasa menyenangkan untuk dia bersiap masuk perjuangan belajar yang sesungguhnya, yaitu Sekolah Dasar yang Kurikulum pelajarannya lebih berat dari waktu zaman Mama Papanya SD dulu. Apalagi karena kami tahu, masa sekolah ini akan sangat panjang, dan semua harus dijalani dengan suka hati tanpa keterpaksaan. 

Yang tak kalah penting lainnya adalah, kesehatan. Semua aktivitas buah hati kita tidak akan berjalan baik saat mereka sering sakit karena imunitasnya yang menurun, karena hal itu akan membuatnya kesulitan menangkap pelajaran. Dan bisa jadi, penyebabnya adalah karena kekurangan DHA dan Omega 3.

Belakangan saya membaca beberapa artikel, dan saya menemukan fakta mengejutkan disana, yang mana dikatakan bahwa ada sebuah penelitian yang pada tahun 2016 dimuat di British Journal of Nutrition, dan survey tersebut sangat harus membuat Para Orangtua di Tanah Air ini waspada.

Di sana tertulis bahwa 8 dari 10 anak usia sekolah di Indonesia yang berumur 4 - 12 tahun, kekurangan nutrisi otak yang penyebabnya adalah sedikitnya asupan asam lemak esensial (EFA) yang mereka dapat, khususnya DHA dan Omega 3 itu.

Lalu muncul pertanyaan di benak saya, "sebenarnya DHA dan Omega 3 itu bisa diperoleh dari asupan / makanan apa saja sih? dan apakah akan fatal jika Anak kekuranngan dua hal tersebut?".

Ternyata, memang cukup signifikan dampak negatifnya saat Anak kekurangan DHA dan Omega 3. Selain kondisi fisiknya akan terganggu karena imunnya lemah, kondisi otaknya juga terancam sehingga akan mempengaruhi kepintaran mereka ketika di sekolah. 

Belum lagi penglihatan juga bisa terganggu, dan banyak hal lainnya yang tentunya akan membuat kualitas hidup Anak-Anak menjadi rendah. Miris sekali saat mengetahui hal itu, saya langsung evaluasi menu-menu yang selama ini saya berikan untuk Alfath.

Berhubung adiknya baru berusia tiga bulan dan masih ASI Eksklusif, jadi concern saya tentang menu makan masih ke Alfath yang sebentar lagi akan sekolah. Dan tentunya ke Menu saya dan Suami. Apalagi saya kan sedang masa menyusui dimana kandungan ASI yang ditransfer ke bayi juga harus berkualitas.

Berapa banyak DHA dan Omega 3 diperlukan Anak-Anak kita?

Atas rekomendasi dari FAO dan WHO, DHA itu diperlukan Anak sebanyak 100 - 118 mg/hari, begitupun EPA (Eicosapentaenoic Acid) dibutuhkan sebanyak 100 - 118 mg/hari.

Menu apa saja yang sebaiknya diberikan untuk Anak?

Kabar gembira untuk Para Ibu, DHA dan Omega 3 ini bisa didapatkan cukup mudah dan murah, gak semuanya mahal kok jadi bisa disesuaikan dengan kondisi financial seperti yang selama ini saya lakukan. 

Biasanya saya selalu membeli telur dan ikan yang ternyata kandungan DHA dan Omega 3-nya sangat bagus. Selain itu, saat ini Susu Pertumbuhan pun sudah banyak yang mengandung DHA dan Omega 3 lho, bisa jadi pilihan lain kalau-kalau Anak kita picky alias milih-milih menu makan.

Jadi, prinsipnya, tetap berusaha semaksimal mungkin, semampu saya dan Suami, untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak, namun tidak terpaku pada keadaan. Sambil terus sharing dan konsultasi ke DSA. Hal itu cukup menenangkan dan kami sebagai orangtua juga jadi gak fokus hanya ke berat badan anak, melainkan ke nilai gizinya juga, apakah terpenuhi atau belum.

ilustrasi daging salmon (Foto: pixabay/Peace Joy Harmony)
ilustrasi daging salmon (Foto: pixabay/Peace Joy Harmony)
Pada era serba teknologi ini, sebenarnya semakin banyak cara ya untuk "menimbun" ilmu dan informasi, kita bisa update setiap saat dengan memanfaatkan Internet. Tapi misalnya kesulitan pun, bisa sharing ke teman atau siapapun yang kita anggap mengerti dan lebih berpengalaman dengan ilmu kesehatan. Intinya belajar bisa dari mana saja, apalagi ini untuk kepentingan buah hati kita sendiri.

Semoga kami tidak pernah malas untuk itu, karena masa depan Alfath dan Bil, salah satunya tergantung dari kami Orangtuanya. Terutama karena dampak jangka panjangnya yang sangat krusial.

Not Easy but No Excuse! Ayo turut mengurangi #DaruratDHA PadaAnak-Anak Indonesia di mulai dari Keluarga Kita sendiri.

Referensi :

http://www.tribunnews.com
https://health.detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun