Mohon tunggu...
Wasis Sasmito
Wasis Sasmito Mohon Tunggu... -

Melakukan yang terbaik untuk kepentingan sesama manusia dan kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mangga di Sekitar Rumah

24 September 2015   15:04 Diperbarui: 24 September 2015   15:14 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada 2 pohon mangga di sekitar rumahku, mangga Gadung dan Arum Manis. Keduanya aku tanaman tetapi dengan selisih waktu yang cukup lama. Mangga Gadung aku tanam ketika rumahku masih berupa tegalan, sekitar tahun 1996 bersamaan dengan pohon Dewandaru. Sementara Arum manis aku tanam sesaat setelah rumahku selesai dibangun dan siap dihuni, sekitar tahun 2008. Mangga yang satu ini aku tanam bersamaan dengan beberapa tanaman lain yang mengitari rumah, blimbing buah, klengkeng, dan 2 pohon cemara (ditebang dan diganti pohon mahkota dewa dan kenanga).

Ya, aku memang suka menanam tanaman di tegalan maupun di sekitar rumah. Dari tanaman obat, berbagai jenis pisang, buah-buahan, hingga tanaman yang sudah langka. Pagar sekitar rumah pun aku bikin dari beberapa tanaman perdu; luntas, pulasari, hingga kliris dan kaliandra

Mangga gadung sempat terganggu pertumbuhannya karena dikelilingi pohon-pohon yang lebih besar dan tinggi, kelapa, pisang dan rambutan, dan mulai berkembang secara normal setelah pohon-pohon yang menghalangi sinar matahari aku tebang – karena akan mendirikan rumah di areal itu. Maka, kedua mangga itu mulai berbuah dengan selisih waktu yang tidak terlalu lama. Anak-anakku senang sekali kita melihat pohon mangga mulai berbunga dan akhirnya berbuah. Mangga Arum manis sudah berbuah cukup lebih sejak berumur 4 tahun. Pohonnya cukup tinggi dengan dahan dan ranting yang cukup banyak, sehingga buahnya pun juga banyak.

Setiap musim buah, aku dan anak-anakku memetik buah mangga dari kedua pohon itu, aku kebagian sebagai pemetik, sementara anak-anakku, almarhumah Lintang dan adiknya, Banyu bagian mengumpulkan buah yang sudah dipetik dalam keranjang yang sudah disediakan isteriku. Asik sekali kegiatan memanen ini. Apalagi jika mendapatkan mangga yang matang di pohon, Lintang dan banyu akan memisahkannya, untuk dimakan bareng di tempat. Aku kupas dan biasanya aku biarkan kedua anakku memilih bagian masing-masing. Dalam satu musim buah, kedua pohon mangga itu bisa dipanen hingga 4 - 5 kali dan menghasilkan cukup banyak, kira-kira 4 keranjang seukuran kurungan ayam aduan

Sejak pertama mulai berbuah, aku dan keluarga sepakat untuk tidak menjual buah mangga itu meski selalu didatangi para pengepul buah untuk diborong (dibeli dengan sekali pemanenan). Ada satu cerita tentang seorang pengepul buah yang ingin memborong 2 pohon mangga ini. Mereka tanya aku apakah mangganya dijual, aku jawab kedua mangga itu tidak dijual, dimakan sendiri, jawabku, si pengepul kayaknya kaget dan merasa jawabanku gak masuk akal

“ Duh! 2 pohon mangga ini banyak, pak. Ndak habis sampeyan makan sekeluarga. Sudah!!... sampeyan minta harga berapa untuk 2 pohon mangga ini..”

“ Gak dijual, pak....” jawabku singkat sambil tersenyum

“ Sampeyan itu kayak gak butuh uang saja. Berapa?” tanya si pengepul mulai ngotot

“ Aku ya butuh uang, pak. Tapi tidak dari jual buah mangga ini. Ini jawabanku yang terakhir ya, mangga ini gak dijual, sampeyan mau kasi harga berapa pun, yo tetap gak akan aku jual “ kataku dengan sedikit keras sambil menatap wajah si pengepul

“Aboh! Sombongnya sampeyan.... “ kata si pengepul sambil balik kanan

“ Hei... hei.... Pak!!!.... Kalo ngomong sama orang itu jangan sambil jalan, balik ke sini dan ulangi ucapan sampeyan tadi di depanku “ kataku dengan cukup keras

Si pengepul gak balik, berjalan terus menjauh dari rumahku

Beberapa tetanggaku pun juga memberikan respon keheranan dengan kebiasanaanku memanen sendiri 2 pohon mangga itu, tidak pernah dijual. Ada yang mau bertanya alasanku, tetapi lebih banyak yang diam tidak pernah menanyakan

Emang aku dan keluargaku bisa menghabiskan hasil panen dari kedua pohon itu?

Tentu tidak...

Kami biasa membagikan sebagian besar panen mangga itu ke sanak-keluarga dan tetangga dekat. Setiap kali memanen, kami akan menyisihkan, mana yang akan kami makan sendiri, dan mana yang akan dibagikan. Dari bagian yang akan dibagikan, kami masih akan membagi-bagi lagi mana yang untuk sanak-keluarga dan mana yang untuk tetangga sekitar, bedanya dijumlah buah yang akan kami masukkan dalam tas kresek yang sudah disediakan.

Anak-anakku kebagian mengantar buah mangga itu ke tetangga sekitar, termasuk ke beberapa sanak-keluarga yang tinggal di sekitar rumah. Ucapan terima kasih, dan tak jarang tetangga dan sanak-keluarga meniitipkan pemberian balasan. Bahkan, kalo aku gak salah mengingat, ada kejadian tetangga yang menerima pemberian buah mangga yang masih mentah itu datang ke rumah untuk mengucapkan terima kasih secara langsung karena pemberian kami itu tepat saat anaknya yang hamil, sedang ngidam ingin mangga muda, dan belum keturutan (terpenuhi ; bhs Jawa)

Momen seperti itu, jelas tidak bisa tergantikan oleh uang dari pengepul. Ekspresi dan ucapan rasa terima kasih menjadi sumber energi positif bagi keluarga, sekaligus sebagai sarana memelihara rasa guyup antar tetangga di desa

Bagimana tahun ini?

Buah-buah mangga di kedua pohon itu keliatan sudah ada yang masak dan siap dipanen, tapi aku belum memutuskan kapan aku akan memanennya. Kayaknya aku masih bermasalah dengan kenangan memanen buah mangga bersama anakku wedok, Lintang. Dia yang biasanya membantuku mengumpulkan buah mangga yang aku petik, serta bersama adik dan ibunya, memakan buah mangga yang matang di pohon.

Sikap isengnya – kayaknya niru aku, saat bantu aku manen mangga, masih aku ingat bener. Lintang beberapa kali menyisakan 1 - 2 buah mangga di keranjang kecil di ujung galah bambu yang aku gunakan memanen mangga. Galah bambu pun terasa berat aku angkat, dan aku kesulitan mengarahkan galah bambu ke buah mangga yang akan aku petik selanjutnya. Dan Lintang senyum-senyum...

“ Mosok gak kuat Yaaaahh!!! “ teriak Lintang nggoda aku. Dan biasanya aku akan mbales teriak

“ Markentaaaaaangggg......”

#kenanganpanenmangga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun