Metode Penafsiran Al-Qur'an klasik (tahlili, ijmali dan, muqarran)
Wasillatun Nazjah
Al-Qur'an merupakan kitabullah yang diturunkan Allah swt kepada nabi Muhammad SAW sebagai pedoman, petunjuk bagi kehidupan seluruh umat manusia. Dalam  kedudukan al-qur'an sebagai  kitab  suci  dengan  berbagai macam khazanah yang dikandungnya, al-qur'an merupakan sumber inspirasi, motivasi, sumber dari segala sumber hukum. Pada waktu Rasulullah SAW masih hidup, para sahabat ketika menghadapi berbagai permasalahan, selalu merujuk  pada  rasulullah.  Sebab,  pada waktu itu  wahyu  masih  berlangsung dan belum putus. Akan tetapi, setelah Rasulullah wafat,  para sahabat dihadapkan dengan berbagai permasalahan  yang  kompleks.  Sehingga pada waktu  itu  para sahabat harus  secara  mandiri  memecahkan berbagai permasalahannya. Maka, penafsiran dan ijtihadlah yang menjadi sebuah alternatif. Melihat perkembangan penafsiran al-qur'an yang semakin beragam dengan seiring perkembangan peradaban dan kebudayaan, yang membuat pandangan teoritis manusia melahirkan berbagai upaya bagi para akademisi untuk terus melakukan kajian-kajian, yang melahirkan berbagai pola pendekatan pemahaman kitabullah, sehingga menghadirkan  pola  pandang  yang  berbeda  dari  waktu  kewaktu yang dapat sesuai dengan penjelasan atas pesan-pesan yang disampaikan dan dikehendaki Al-Qur'an.
Tafsir adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan Al-qur'an dan isinya yang berfungsi untuk memberi penjelasan, menjelaskan tentang arti dan kandungan. Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar. Tafsir merupakan  sebuah  prodak  hasil  pemikiran  dari  generasi  ke generasi, sehingga melahirkan keragaman pola pendekatan maupun corak hasil yang memicu berkembangnya berbagai metode dalam penafsiran  Al-Qur'an. Metode panafsiran adalah cara dan langkah-langkah sistematis dan merupakan seperangkat ulasan materi yang disiapkan untuk penulisan tafsir al-Qur'an agar dapat sampai kepada maksud dan tujuan. Ada  beberapa  metode  penafsiran Al-qur'an yang  umum  digunakan  para  mufassir.
Pertama, metode  tafsir tahlili  merupakan  upaya  dalam  menafsirkan  al-Qur'an melalui  metode  mengkaji  ayat  Al-Qur'an dari berbagai sisi dan makna dengan mengkaji ayat per-ayat dan surat demi surat dengan merujuk pada mushaf usmani. Pola penafsiran yang diterapkan para penafsir yang menggunakan metode tahlili adalah mereka berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Qur'an secara komprehenshif dan menyeluruh, baik yang berbentuk al-ma'tsur, maupun al-ra'y. Dalam menafsirkan al-Qur'an, mufassir yang menggunakan metode ini melakukan beberapa hal, yang pertama, menerangkan hubungan (munasabah) baik antara satu ayat dengan ayat yang lain maupun antara satu surat dengan surat yang lain. Kedua, menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat yang disertai dengan argumentasi pengutipannya. Ketiga, menganalisis kosa kata (mufradat) dan lafadz dari sudut pandang bahasa Arab. Keempat, memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya. Kelima, menerangkan unsur-unsur fashahah, bayan ijaznya. Keenam, menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat-ayat ahkam, yang berhubungan dengan persoalan hukum. Ketujuh, menerangkan makna dan maksud syara' yang terkandung dalam ayat bersangkutan. model tafsir tahlili ini merupakan model tafsir klasik generasi pertama yang kemudian dikembangkan dan masih digunakan hingga generasi sekarang, dan merupakan riwayat dari para sahabat dan tabiin.
 Kedua, metode Tafsir Ijmali merupakan metode tafsir yang digunakan untuk menjelaskan uraian-uraian singkat dan global. Dalam metode ini, mufasir berupaya untuk menjelaskan makna-makna al-Quran dengan uraian singkat dan mudah dipahami oleh pembaca dalam semua  tingkatan,  baik  tingkatan pengetahuan  yang  ala kadarnya sampai pada orang yang berpengetahuan luas. Dengan kata lain, metode tafsir ijmali menempatkan setiap ayat hanya sekedar  ditafsirkan dan  tidak  diletakkan  sebagai  objek yang harus  dianalisa secara tajam dan berwawasan luas, sehingga masih menyiasakan sesuatu yang dangkal, karena gaya dalam penyajian tafsir ijmali tidak jauh dari gaya bahasa Al-Qur'an, sehingga membaca tafsir yang dihasilkan dengan memakai metode ijmali seperti ketika membaca  ayat  al-Qur'an.  Uraian yang singkat dan padat membuat  tafsir dengan  metode  ijmali  tidak  jauh  beda  dengan  ayat yang ditafsirkan dan,  lafadz-lafadz dalam Al-Qur'an itu menjadi jelas dan mudah dipahami.
Ketiga, Metode muqaran menurut Abd al-Hayy al-Farmawi adalah penafsiran Alquran   dengan cara menghimpun sejumlah ayat-ayat Al-quran, kemudian mengkaji, meneliti dan  membandingkan pendapat sejumlah penafsir mengenai ayat -ayat  tersebut,  baik penafsir  dari generasi salaf maupun khalaf atau menggunakan tafsir bi alra'y maupun alma'tsur. Definisi lain muqaran adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an dengan merujuk pada perbandingan teks ayat-ayat Al-Qur'an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi di dalam dua kasus atau lebih atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama, bisa juga berarti membandingkan ayat al-Qur'an dengan hadits yang pada lahirnya bertentangan, dan, juga membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur'an.
Dengan demikian al-Qur'an sejatinya mampu memberikan penjelasan kepada para pembacanya, sehingga para pembaca Al-Qur'an tidak hanya sekedar membaca, akan tetapi juga dapat mengkaji Al-Qur'an. kehadiran tafsir menjadi sebuah kebutuhan. Kebutuhan untuk memahami Al-Qur'an dari berbagai aspeknya. Tanpa ilmu tentu sulit Al-Qur'an dapat dipahami dengan benar dan baik oleh setiap orang, khususnya bagi para mufassir akan mengerti maksud kandungan al-Qur'an, dengan adannya tafsir-tafsir Al-qur'an akan membantu persoalan-persoalan, mampu menjawab dan, memberikan solusi pada setiap permasalahan yang terjadi dengan seiring berubahnya perkembangan zaman.
Daftar Rujukan
HAROMAINI, Ahmad. METODE PENAFSIRAN AL-QUR'AN. Jurnal Asy-Syukriyyah, 2015, 14.1: 24-35.
Rozi, A. Fahrur. "Tafsir Klasik: Analisis Terhadap Kitab Tafsir Era Klasik." KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin 9.2 (2019): 148-167.