Raja Salman dari Kerajaan Saudi Arabia besok Rabu (1 Maret) akan tiba di Indonesia. Semua tentu sudah mahfum bahwa Raja pelindung dua masjid tersuci umat Islam (Haram dan Nabawi) itu akan membawa rombongan sebesar 1500 orang. Di antara tujuan mereka tentunya berinvestasi di Indonesia. Hal ini jelas membantah tuduhan “tiongkokisasi” alias “cinaisasi” yang dituduhkan kepada pemerintahan Jokowi.
Isu “cinaisasi” sebenarnya digoreng hanya karena bertepatan dengan pilkada DKI Jakarta, di mana salah satu paslonnya adalah beretnis Cina, Ahok. Sedemikian rupa digoreng isu tersebut sampai-sampai dibuat seolah besok Indonesia akan dijajah oleh Cina. Pembenturan bernuansa SARA seperti itu sangat berbahaya, karena jangan lupa kita punya pengalaman pahit dengan kerusuhan yang berbau SARA.
Nah, semua isu tersebut seharusnya berhenti sampai di sini. Sudah jelas isu itu hoax. Salah satu bukti sahih-nya adalah kunjungan Raja Salman yang dikabarkan membawa mega investasi. Kalau Jokowi dan pemerintahannya pro Cina, pastilah akan menolak investasi dari Raja Salman atau negara-negara yang secara ideologis berbeda. Tapi ini kan tidak.
Artinya, hubungan selama ini Indonesia dengan Cina sama saja dengan hubungan dengan Arab Saudi, yaitu kerja sama ekonomi antara dua negara berdaulat. Pertemuan Jokowi dengan Presiden Cina Xi Jinping juga tak berbeda dengan pertemuan Jokowi dengan Raja Salman, atau dengan PM Malcolm Turnbull dari Australia atau pemimpin-pemimpin dunia lainnya.
Dalam konteks ini, berpikir secara proporsional adalah hal yang paling bijak. Tidak berpikir suudhon atau terpengaruh oleh berita-berita hoax.
Jadilah orang pintar dan bijak agar tidak mudah “termakan” berita hoax, ya! (WK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H