Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melemparkan “bola panas” kepada Presiden Jokowi terkait dugaan penyadapan yang dilakukan calon gubernur DKI Jakarta, Ahok dan tim pengacaranya. Masalah ini tentunya sudah sama-sama diketahui oleh publik saat ini. Presiden keenam RI menuntut penjelasan Jokowi atas dugaan penyadapan yang menimpa dirinya itu.
"Saya juga memohon Pak Jokowi, presiden kita, berkenan memberikan penjelasan, dari mana transkrip atau sadapan didapat itu, siapa yang menyadap. Supaya jelas. Yang kita cari kebenaran," kata SBY dalam pernyataannya, Kamis (02/1) kemarin.
Tentunya semua orang tahu bahwa SBY adalah seorang politikus ulung. Dan apa yang ia lakukan dan ucapkan tidak akan sembarangan tanpa sebuah rencana. Dalam konteks meminta Jokowi untuk mengklariifikasi dugaan penyadapan yang dilakukan Ahok dkk, sepertinya SBY ingin “menjebak” Jokowi. Ini urusan politik dan SBY sedang melancarkan “jebakan” politik.
Cerdiknya Jokowi
Targetnya SBY adalah agar Jokowi “kebakaran jenggot” dan bereaksi berlebihan. Tapi ternyata, di luar dugaan Jokowi tak termakan jebakan itu dan bereaksi dengan santai. "Itu kan isu pengadilan dan yang berbicara itu kan Pak Ahok dan pengacaranya Pak Ahok. Iya kan? Lah kok barangnya digiring ke saya? Kan enggak ada hubungannya," ujar Jokowi.
Presiden Jokowi justru menyarankan SBY untuk langsung mengklarifikasinya kepada Ahok beserta kuasa hukumnya. Dengan demikian Jokowi kembali menendang “bola panas” kembali ke empunya. Upaya menggiring opini bahwa Jokowi melindungi Ahok pun gagal. Marwah pemerintahan Jokowi pun terjaga dengan baik.
Bantahan Jokowi tersebut lalu diikuti oleh bantahan dari jajarannya baik juru bicara istana, seskab, dan BIN. Maka clear lah “bola panas” itu ditendang kembali ke arah SBY kembali.
Angket di DPR
Saat “jebakan” pertama tak berhasil, ganti Partai Demokrat melalui fraksi di DPR RI mencoba melempar “bola panas” dengan menggalang hak angket atau penyelidikan dugaan penyadapan terhadap SBY. Hak ini harus diusulkan oleh paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Hak angket juga harus disetujui lebih dari 50 persen plus satu anggota DPR yang hadir di rapat paripurna.
Jika berhitung kekuatan di DPR RI, hampir pasti “bola panas” ini juga akan mental kembali ke empunya. Lagipula, masalah ini terlalu dipaksakan kepada Jokowi, lha wong yang jelas-jelas terduga pelaku penyadapannya Ahok dan tim hukumnya, kok ya mesti Jokowi yang jelaskan. Apa yang mau dijelaskan? Maka dapat disimpulkan, penggalangan hak angket itu sangat-sangat-sangat berlebihan alias lebay!
Aduh pak Bos, kalau bikin “jebakan” itu mbokya yang matang begitu lho. (WK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H