Tiba-tiba saja isu gerakan mahasiswa kembali mencuat ke permukaan ditandai dengan demo serentak di 19 wilayah di Indonesia pada Kamis, 12 Januari 2017 kemarin. Demonstrasi tersebut diberi tajuk aksi bela rakyat (ABR) 121. Sebagian ada yang menjudulinya dengan Reformasi Jilid II. Maksudnya merujuk pada reformasi (pertama) tahun 1998 di mana mahasiswa berhasil menggulingkan Suharto.
Demo 121 mengusung tuntutan agar pemerintahan Jokowi tidak lupa berpihak kepada rakyat. Para mahasiswa memandang kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi, terutama soal tarif dasar listrik (TDL), BBM, dan biaya STNK, BPKB dan lain-lain, adalah bentuk kebijakan yang tidak pro-rakyat. Keberpihakan atas rakyat itulah yang mendasari gerakan mahasiswa tersebut. Begitu katanya.
Sebenarnya pemahaman para mahasiswa tersebut sangat prematur dan keliru. Saya menjelaskan alasannya dalam tulisan sebelumnya berjudul “Demo 121 dan Tafsir Keliru Mahasiswa.” Seharusnya para mahasiswa secara gentle menyadari kekeliruannya dan melakukan evaluasi juga re-organisasi di kampus. Karena, mahasiswa harus kritik pemerintah itu justru harus!
Hati-hati ditunggangi
Jujur saja bahwa mahasiswa masih sangat minim pengetahuannya tentang berbagai dinamika politik yang terjadi di negara ini. Kondisi ini sangat berpotensi pada ditungganginya gerakan mahasiswa oleh kepentingan-kepentingan kelompok politik tertentu. Ini tidak boleh terjadi dan karenanya harus hati-hati dan menyaring betul segala bentuk provokasi dari pihak tertentu.
Mengapa gerakan mahasiswa tidak boleh ditunggangi? Karena mahasiswa adalah kekuatan moral (moral force) yang harus terjaga kemandiriannya. Gerakan mahasiswa tidak boleh terkooptasi oleh kepentingan politik sesaat (political force).
Kata Soe Hok Gie (aktivis mahasiswa angkatan 1966), mahasiswa itu seperti koboi. Saat terjadi kejahatan di sebuah negara, koboi turun gunung dan memberantas kejahatan. Lalu, setelah kejahatan berhasil ditumpas, koboi pun kembali ke gunung. Demikian halnya mahasiswa, saat ketidak-adilan telah diberantas, maka mahasiswa kembali ke kampus menunaikan tugas utamanya, yaitu belajar!
Kesimpulannya, mahasiswa harus kritis mengkritisi kebijakan pemerintah. Mahasiswa harus menjaga kekuatan moral force-nya. Gerakan mahasiswa tidak boleh sampai ditunggangi oleh kepentingan politis sesaat kelompok tertentu. Gerakan mahasiswa dilakukan hanya demi rakyat. (WK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H