Polemik yang dipicu oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2016 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 2 Desember, mencuat di masyarakat. Polemik muncul karena PP itu dianggap memberi angin bagi warga negara asing (WNA) untuk mendirikan ormas di Indonesia.
Maka bermunculanlah tuntutan agar PP tersebut dicabut kembali (dibatalkan). Dua tokoh yang menyatakan penolakan di antaranya Anggota DPD RI dari Provinsi DKI Jakarta, Dailami Firdaus dan pakar hukum tata negara Margarito.
Menurut Dailami, pemerintah jangan angap enteng dengan PP 58/2016 tersebut, karena bisa saja ormas-ormas dari luar adalah bagian dari cara mengukur kekuatan, ketahanan dan kelemahan dari Indonesia dari dalam langsung. “Badan NKRI bisa makin terlihat jelas dan mudah dianalisa secara utuh dan mendalam,” kata Dailami, seperti dikutip dari RMOL, Jumat (16/12).
Sementara itu, Margarito menilai, pasal yang mengatur WNA bisa mendirikan ormas bertentangan dengan semangat melindugi negara dari hegemoni asing. Padahal, kata dia, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di berbagai kesempatan selalu mengedepankan semangat untuk melindungi masyarakat. "Panglima TNI selalu imbau kita untuk waspada. Pemerintah kok malah buat peraturan seperti ini," ucap Margarito.
Salah persepsi saja
Apa benar keberadaan PP 58/2016 berpotensi memecah belah NKRI? Itu sepertinya agak berlebihan. Bahkan, pihak oposisi sekelas Fadli Zon pun tak melihat sejauh itu. Menurutnya, PP itu secara substansi tidak ada masalah. Sebab, PP itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
“Sebenarnya ormas sebagaimana yang diatur dalam PP tersebut telah lama ada di sini, sehingga diterbitkannya PP tersebut memang perlu, untuk mengatur dan mempertegas regulasi yang berlaku di Indonesia,” ujar Fadli melalui layanan pesan singkat, Sabtu (17/12).
Zon melanjutkan, munculnya respons negatif sebagaimana terlihat di media sosial lebih diakibatkan kekeliruan persepsi saja. Sebab, mayoritas publik membayangkan yang disebut ormas melulu seperti yang bergerak di bidang politik, atau keagamaan.
“Padahal tidak seperti itu. Yayasan-yayasan pendidikan asing, atau yayasan-yayasan sosial asing, seperti yang sudah lama eksis di Indonesia, juga merupakan bagian dari ormas. Dan semua itu memang perlu diatur,” tegasnya.
Maka, sosialisasi yang benar tentang PP ini menjadi solusi agar masyarakat tak salah faham dan mempunyai kecurigaan tak mendasar.
Tak ada liberalisasi ormas