Mohon tunggu...
Wasiat Kumbakarna
Wasiat Kumbakarna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

melihat sesuatu dengan lebih cerdas dan tenang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Beuhhh...Profesor (Juwana) Kok Spekulatif!

11 November 2013   15:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:18 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Profesor adalah gelar tertinggi di dunia akademis. Kalau di dunia militer mungkin analoginya jenderal penuh bintang empat. Tentu saja, kapasitasnya sudah luar biasa reliable. Seperti dewa saja, semua kata-katanya mungkin manjur, bisa dipertanggungjawabkan dan pasti benar.

Lalu bagaimana tatkala seorang profesor mengeluarkan opini yang bersifat sangat spekulatif? Kok ya rasanya menggelikan.

Saya awalnya mengira spekulatif itu haknya komentator politik amatiran semacam saya. Ya kalau profesor mbokya jangan spekulatif. Semua pendapat yang ia kemukakan harus berdasar dan punya bukti yang faktual.

Oh iya, jujur saja saya bermaksud menyindir Profesor Hikmahanto Juwana. Yang saya pertanyakan adalah opini beliau di link ini: http://sumeks.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=25214:usir-diplomat-sby-diminta-mencontoh-soeharto&catid=60:news-update&Itemid=134.

Dalam link itu, pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa SBY seharusnya bisa meniru Soeharto yang pernah mengusir diplomat Rusia. Tentu saja, konteks opini sang profesor adalah seputaran skandal sadap yang dilakukan AS dan Australia terhadap Presiden SBY.

Opini itu baik-baik saja sebenarnya. Namun menjadi janggal rasanya ketika sang profesor melanjutkan pendapatnya, "Kenapa era Presiden SBY tidak berani bersikap keras dan tegas? Kita tidak tahu, apa yang menjadi kekuatiran seorang SBY," kata Juwana.

Lalu sang profesor melanjutkan dengan opini yang menurut saya sangat spekulatif. "Jangan-jangan presiden kita mendapat keuntungan dari penyadapan AS dan Australia itu," kata Juwana.

Saya hanyalah lulusan S-1 dari universitas negeri yang tak terlalu terkenal. Kapasitas akademis saya tentu saja bagai langit dan bumi jika dibandingkan dengan seorang profesor.

Namun demikian, saya sangat heran mengapa seorang profesor beropini sedemikian spekulatif? Kalau saya spekulatif mungkin tak akan ada pengaruhnya. Tapi jika seorang profesor berspekulasi, bayangkan kekacauan yang bisa ditimbulkan. Ini berbahaya sekali menurut saya.

Tidakkah Anda berpikir demikian juga?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun