Jokowi ternyata tak sepopuler seperti digembar-gemborkan selama ini. PDIP memang memenangkan pemilu legislatif (mengacu pada berbagai quick count), tapi hanya dengan suara di bawah 20 persen (19,22%-quick count Kompas), yang merupakan ambang batas bisa mencalonkan presiden (presidential threshold).
Seharusnya Megawati tidak bangga dengan kemenangan ini. Puan Maharani sebagai ketua pemenangan pemilu PDIP, jangan juga berbangga hati dengan raihan 19,22%. Puan mesti ingat, PDIP menargetkan raihan 27% sebelum pileg! Jadi raihan 19,22% masih jauh dari target, dan karenanya tak bisa dibanggakan.
Demikian halnya juga Jokowi, kemenangan PDIP buka karena Jokowi effect, tetapi lebih karena hancurnya kepercayaan rakyat kepada Demokrat. Tanpa Jokowi pun, PDIP pun diprediksi akan meraih angka yang sama.
Kesimpulannya, jika dihubungkan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi tak sehebat beliau. Perlu saya ingatkan, di pemilu presiden 2004, efek SBY sangat luar biasa mengalahkan incumbent, Megawati Sukarnoputri dengan raihan suara hampir 70 persen.
Jokowi kalah sama “Prabowo-JK”
Kenyataan bahwa Jokowi tak sehebat SBY di 2004, juga diakui oleh Eep Saefullah Fatah. Eep yang merupakan orang di balik kemenangan Jokowi di Jakarta, dengan jujur mengakui Jokowi memang tak sehebat SBY. Selain Eep, beberapa hasil survei seperti milik Kompas dan LSI, juga mengatakan efek Jokowi tak sedahsyat efek SBY.
Sebenarnya pernyataan Eep dan beberapa hasil survei itu juga menjadi cambuk untuk PDIP agar tidak melakukan kesalahan yang sama seperti pada tahun 2004, yaitu terlalu angkuh dan over percaya diri. Mega kala itu jelas menganggap remeh SBY dan terlalu percaya diri dengan menolak koalisi.
Nah, itu tak boleh terjadi kali ini jika tak ingin mengalami kepedihan yang sama. PDIP, selain juga memang harus koalisi karena raihan pileg tak cukup untuk mencalonkan presiden sendiri, harus membaca peta politik dan memilih partai mana yang akan diajak berkoalisi dan siapa figur cawapres yang kira-kira bisa mengangkat raihan tambahan suara.
Jika PDIP bersikeras ingin sendiri atau hanya berkoalisi dengan partai kecil, maka bukan tidak mungkin Prabowo akan mampu mengalahkan Jokowi di pilpres. Bayangkan saja, jika Gerindra berkoalisi dengan Golkar dan Prabowo dipasangkan dengan figur sehebat Jusuf Kalla (JK) sebagai cwapres, hampir pasti Jokowi akan lewat!
Gerindra-Golkar
Menurut opini saya, Partai Golkar dan Partai Gerindra lah pemenang pileg sesungguhnya. Dengan raihan masing-masing 15 persen (Golkar) dan 12 persen (Gerindra), kedua partai justru sangat bisa menentukan peta politik perebutan RI-1. Kedua partai berpotensi berkoalisi dengan partai-partai lain dan melewati presidential threshold.
Atau yang lebih dahsyat bisa saja Gerindra (Prabowo yang kesal dengan PDIP) berkoalisi dengan Golkar, maka suara kedua partai jadi 27 persen. Ditambah suara-suara partai lain seperti Demokrat dan PAN, yang sudah menyatakan akan oposisi (pernyataan SBY), Prabowo bisa dengan mudah memenangkan Pilpres 9 Juli nanti.
Sementara PDIP, partai yang potensial berkoalisi dengan mereka Nasdem dan Hanura. Itu jika mengasumsikan koalisi partai Islam terjadi (PKS, PPP, PKB, dan PBB). Jika PDIP berkoalisi dengan Nasdem dan Hanura, kedua partai itu tak punya sosok sehebat JK, misalnya, yang bisa menambah raihan suara Jokowi nantinya.
Tiga capres-cawapres, juaranya Prabowo
Jika melihat gambara peta kekuatan di atas, maka saya memrediksi pilpres 9 Juli bisa diramaikan oleh tiga pasangan capres dan cawapres. Capres Jokowi berpasangan dengan Surya Paloh (Nasdem) atau Wiranto (Hanura), capres Prabowo berpasangan dengan JK/Jenderal Moeldoko (Golkar), Dahlan Iskan/Pramono Edhie (Demokrat), dan terakhir adalah capres koalisi partai Islam antara Muhaimin Iskandar-Ahmad Heryawan-Yusril Ihza Mahendra-Suryadharma Ali.
Jika benar seperti itu yang muncul, saya kok merasa Prabowo yang akan muncul jadi pemenang. Bahkan bukan tidak mungkin Prabowo akan memenangkannya dalam satu kali putaran.
Oleh karena itu, sekali lagi, untuk PDIP, janganlah dulu sombong dan merasa menang! Lengah sedikit seperti tahun 2004, Jokowi atau siapa saja calon PDIP tidak bakal menjadi pemenang di Pilpres. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H