[caption id="attachment_355357" align="aligncenter" width="360" caption="Iring-iringan teroris ISIS menggunakan mobil mewah buatan Jepang. (sumber foto: drrichswier.com)"][/caption]
Rupanya uang menjadi alat utama kelompok teror dunia, ISIS, untuk menarik minat orang dari seluruh penjuru dunia agar mau bergabung dengan mereka. Bagaimana tidak, ISIS menawarkan gaji mulai besaran Rp20 juta – Rp150 juta (lebih dari US$ 11.000) per bulan bagi siapa saja yang mau bergabung dengan mereka.
Pantas saja jika tak hanya orang-orang dari negara berkembang/miskin yang bergabung dengan ISIS, warga negara maju seperti Inggris, Amerika, Jerman, dan lain-lain pun mau gabung ISIS. Alasan ideologi agama hanya menjadi topeng agar mereka mempunyai pembenaran moril untuk bergabung ISIS. Jelas sudah, ini bukan soal agama. Agama Islam hanya dijadikan alat untuk keuntungan mereka saja.
Kabar mengenai ISIS yang mau membayar mahal bagi siapa saja yang bergabung dengan mereka diungkapkan berbagai pihak, termasuk BIN, BNPT, Menkopolkam, dan lain-lain. Pernyataan-pernyataan soal ISIS kembali mencuat setelah 16 WNI hilang di Turki dan diduga bergabung ISIS. Selain itu, ada juga 16 WNI yang ditangkap aparat Turki, tetapi ternyata bukan 16 WNI yang sebelumnya dikabarkan hilang.
Lalu, dari mana ISIS punya uang?
Jangan salah, ISIS disebut-sebut oleh pengamat teroris Barat sebagai organisasi teror terkaya di dunia. ISIS bahkan dikabarkan lebih kaya dibandingkan Al Qaeda. Dari mana mereka mendapatkan dana untuk membayar gaji besar kepada anggotanya?
Jika Anda pernah mendengar dan membaca sebuah dokumen berjudul Daily Beast yang ditulis Josh Rogin, maka Anda akan menemukan bahwa ISIS selama bertahun-tahun didanai oleh tiga negara: Kuwait, Qatar, dan Saudi Arabia. Menurut sebuah sumber (tidak terkonfirmasi), dana yang mengalir ke ISIS dari ketiga negara sekitar US$ 100 juta pada tahun 2013. Lalu ada kampanye di Kuwait yang meminta peningkatan angka menjadi US$ 30 juta bagi 12 ribu orang di Suriah, termasuk ISIS.
Dana ISIS juga diperoleh dari penjualan minyak dan listrik dari perusahaan yang mereka kuasai di Suriah, diperkirakan berjumlah lebih dari US$ 2,8 juta per hari. ISIS juga melakukan pemerasan untuk mendapatkan dana. Mereka mengenakan pajak tinggi kepada pengusaha di Mosul dan kota-kota lain, sekitar US$ 8 juta per bulan.
Sumber lainnya adalah penjarahan. ISIS dilaporkan menjarah US$ 429 dari bank pusat Mosul. Jadi, jangan Tanya lagi dari mana ISIS punya dana besar untuk menggaji anggota-anggotanya. Sekali lagi, ISIS adalah organisasi teror terkaya di dunia!
Indonesia melawan ISIS
Lalu bagaimana cara Indonesia melawan ISIS? Secara nyata Indonesia tidak bisa melawan ISIS. Bahkan Amerika Serikat (AS) saja dicurigai setengah hati dalam menghancurkan ISIS karena di antara alasannya bahwa tiga negara (Kuwait, Qatar, Arab Saudi) adalah sekutu AS di Timur Tengah. Untuk Anda ketahui, Arab Saudi adalah salah satu pengimpor senjata terbesar dari AS. Entah bagaimana, rasanya AS juga punya kepentingan untuk memelihara konflik di Timteng.
Langkah yang bisa dilakukan Indonesia setidaknya memblokade agar warga Indonesia tidak terayu untuk bergabung dengan ISIS. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah mengeluarkan usulan di antaranya penerapan Undang-undang 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang ada di Pasal 23 huruf d dan f. Pasal tersebut mengatur bahwa negara bisa mencabut status kewarganegaraan seseorang masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden, atau secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian negara asing tersebut.
Pemerintah juga bisa membuat aturan yang melarang warga negara pergi ke daerah konflik untuk tujuan di luar kemanusiaan, misalnya. Atau Presiden bisa mengeluarkan inpres atau perpres yang menyatakan ISIS dilarang di Indonesia. Yurispundensi yang bisa dipakai adalah berdasarkan vonis JI (Jamaah Islamiah) bersalah pada 2010, pemerintah mengeluarkan larangan JI berkembang di Indonesia.
Intinya, fenomena ISIS dianggap sudah sangat meresahkan oleh seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. ISIS bukan soal agama dan melawan ISIS tidak berarti melawan agama tertentu. Itu sudah jelas dan oleh karenanya isu agama tidak boleh menjadi yang melulu diangkat ke permukaan. Titik toloknya adalah pemerintah mengatrur warga negaranya untuk tidak menjadi penjahat yang bisa suatu hari di masa depan membahayakan Indonesia sendiri! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H