Mohon tunggu...
Wasiat Kumbakarna
Wasiat Kumbakarna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

melihat sesuatu dengan lebih cerdas dan tenang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fasisme Tak Relevan, Komunisme yang Relevan

30 Juni 2014   22:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:06 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Capres yang satu dicap berbau fasisme, yang lainnya dicap berbau komunisme. Itulah satu diantara banyak hal –yang kebanyakan isu- yang banyak dibahas dalam rangka pilpres 9 Juli nanti. Tentu saja pihak tertuduh membantahnya. Baik yang no.1 maupun yang satunya menolak tuduhan tersebut.

Berbagai cara juga dilakukan untuk membantah tuduhan itu. Dari mulai menyebar video sedang memimpin shalat, menyebar foto sedang naik haji, mengubah awal sambutan lebih islami, dan banyak lagi. Anda yang setiap hari disuguhi berita pilpres tentunya tahu siapa yang saha maksud..hehe.

Fasis vs Komunis

Saya yakin keduanya tidak seperti yang dituduhkan. Itu semua hanya komoditas menjelang pilpres saja untuk mendulang suara. Namun demikian, jika kita melihat sejarah kita, fasisme adalah faham yang tidak relevan ditiupkan di Indonesia. Sementara komunisme memang pernah besar di republik ini dan menjadi musuh bersama.

Mengapa fasisme (baca: Nazisme) tak relevan di Indonesia? Ya, silakan saja baca sejarah. Fasisme lahir pada awal 1900an di Eropa. Di Jerman fasisme lahir karena kekecewaan kaum ultra-nansionalis atas dikhianatinya perjanjian Versailles. Silakan ah googling sendiri kalau mau tahu banyak, maska mesti diajari.

Fasisme juga banyak dihubungkan dengan kaum Yahudi yang sangat dominan kala itu secara ekonomi di Eropa. Walhasil, kaum kulit putih Nasrani memendam ketidaksukaan dan ditumpahkan dalam faham fasisme. Tokoh sentralnya tentu saja Adolf Hitler. Selain itu, ada Heinrich Himller (yang seragamnya ditiru Ahmad Dhani), ada Joseph Goebbels, dan lain-lain.

Nah, semacam fasis itu (Nazi) takkan lahir di Indonesia karena konteksnya beda. Kalau santri mah bilang asbabul nuzul-nya beda. Tak ada perjanjian semacam Versailles yang membuat kecewa bangsa ini, juga tak banyak Yahudi di Indonesia. Maka, siapapun yang meniupkan isu fasis dan dihubung-hubungkan capres no.1 adalah orang yang tak tahu sejarah.

Bagaimana dengan komunisme?

Siapa yang tidak tahu kalau Partai Komunis Indonesia (PKI) pernah “berjaya” di Indonesia? Saya juga kaget ternyata: http://www.merdeka.com/politik/perkuat-kaderisasi-pdip-belajar-dari-partai-komunis-china.html.

Waduh, sebagai generasi yang dulu dijejali betapa mengerikannya PKI, saya agak kaget juga nih. Namun demikian, saya tetap menilai tak seburuk itu. Ini semua hanya isu-isu jualan untuk meraup suara di Pilpres nanti. Saya juga tak menuduh PDIP berfaham komunis. Tidak sama sekali!

Hanya saja, yang ingin saya tekankan, adalah faham fasisme tak relevan di Indonesia, sementara faham komunisme cukup relevan karena pernah mewujud dalam bentuk PKI dan besar di era 1950an.

Selebihnya, silakan Anda sendiri yang menilai!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun