Suasana secara umum Pilpres 09 Juli sungguh berjalan lancar. Semua berjalan baik-baik saja di berbagai TPS (tempat pemungutan suara) di Indonesia, tanpa riak yang berarti. “Kekacauan” justru timbul ketika media (televisi) beramai-ramai merilis hasil quick count (hitung cepat), yang ternyata berbeda-beda.
Suasana semakin memanas ketika salah satu kubu capres secara dramatis (sampai nangis-nangis lihat di TV..hehe) mendeklarasikan kemenangan. Selanjutnya dilanjutkan oleh pesan kemenangan sang capres di depan massa, sambil secara over acting mengucapkan terima kasih kepada capres lainnya atas kontestasi yang ia “menangkan.”
Tidak hanya sampai di situ, masih di stasiun televisi yang sama, tim sukses juga over acting berusaha mengarahkan satu capres lain untuk mengakui kemenangan capresnya. Sampai-sampai menganalogikan pilgub Jakarta, saat cagub imcumbent mengucapkan selamat setelah hasil quick count diumumkan. Hadeuhh...
Lucunya, seorang timses yang rektor (akademisi), saya sebut saja lah, Anis Baswedan, sampai mengeluarkan pernyataan yang menurut saya tak etis. Kata dia (kira-kira), “pilpres selesai setelah 9 Juli. Sebaiknya yang kalah menunjukkan sikap kenegarawanan dengan mengucapkan selamat kepada yang menang (capresnya).”
Ini repot. Ketika akademisi dan ilmuwan tak lagi berdiri di atas objektifitas karena ia partisan. Pilpres berakhir tatkala KPU (Komisi Pemilihan Umum) menyatakan selesai, bukan tatkala Anis Baswedan menyatakan selesai. Apa-apaan coba?! Ckckck...
Jangan korbankan rakyat kecil
Ini harus usai di satu sisi. Presiden baru pasti terpilih melalui mekanisme pilpres 09 Juli. Siapapun yang menang adalah pilihan rakyat dan harus didukung oleh semua pihak. Yang paling bijak adalah menunggu hasil keputusan KPU. KPU lah lembaga yang sahih dan berwenang. Jangan karena hasil quick count yang dirilis di media (manapun) yang memihak/tidak netral, menjadi acuan utama.
Sikap over acting elit politik sangat berbahaya karena berpotensi menjadi provokasi terhadap rakyat kecil. Janganlah dilakukan saya mohon, karena rakyat kecil lah yang akan jadi korban. Rakyat kecil yang babak belur, elit politik yang meraup untung (kekuasaan).
Jangan juga televisi dan media (media manapun) memanas-manasi keadaan dengan berita-berita, seperti meliput ucapan selamat (dari para artis) atas terpilihnya capres tertentu, dan lainnya sebagainya.
Tapi baiklah...
Ini waktunya cooling down, tak pantas juga kita sebagai bangsa bermusuhan atas sesuatu yang sebetulnya demi kebaikan bangsa. Semua pasti melakukannya untuk kepentingan bangsa. Hanya saja kadang-kadang ada cara-cara yang kurang baik. Namanya juga politik. You know lah...
Rakyat juga sudah cerdas. Pada dasarnya rakyat tak mau melakukan hal-hal yang merugikan mereka. Ngapain juga kan, ya?!
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri sudah melakukan langkah cepat atas potensi kekacauan akibat klaim-mengklaim capres, dan juga saling serang di kalangan pendukung dan timses capres.
SBY telah memanggil kedua kubu capres dan meminta keduanya untuk mengontrol massanya di bawah, untuk cooling down dan bijaksana menunggu keputusan KPU mengenai siapa yang memenangkan pilpres 09 Juli lalu.
Saya tambahkan ya, tidak perlu kita jumawa, tidak perlu juga sombong, karena kalau menang takkan kemana kok. Buat apa tergesa-gesa, heboh, dan over acting. Kalau kata Tuhan capres yang satu menang, ya pastilah menang. Santai saja, bro!
Sekali lagi, Presiden SBY pasti berkepentingan menjaga transisi kepemimpinan di negeri yang sama-sama kita cintai ini. Presidennya masih SBY, Bro! Jadi dengarkan dengan baik ya pesan beliau, ya. MERDEKA! JAYALAH INDONESIA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H