Mohon tunggu...
Wasiat Kumbakarna
Wasiat Kumbakarna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

melihat sesuatu dengan lebih cerdas dan tenang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal BBM: SBY dan Jokowi Sama-sama Ogah!

26 Agustus 2014   23:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:28 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilpres 2014 sudah. Presiden terpilih juga sudah dipastikan. Sekarang apa ramai dibicarakan? Eksistensi Rumah Transisi, pembentukan kabinet dan isu kenaikan harga bahan bakar bensin (BBM). Yang terakhir, menurut saja pemandangannya agak lucu menurut saya. Presiden saat ini enggan menaikkan harga BBM di akhir masa pemerintahannya. Presiden yang baru ogah memulai kepemimpinannya dengan menaikkan harga BBM. Sementara itu, harga BBM “harus” naik!

Lucunya dimana, ya? Banyak yang lucu. Misalkan, politisi-politisi PDIP yang biasanya menolak kenaikan harga BBM, kini ramai-ramai berteriak “naikkan harga BBM, segera!” Targetnya ya tentu saja agar nanti pemerintaha baru (Jokowi) tidak harus menaikkan harga BBM di awal pemerintahannya.

Silakan Anda menilai sendiri, jadi selama ini PDIP menolak kenaikan harga BBM (di era Presiden SBY), apakah demi rakyat atau demi kepentingan kelompoknya?...jangan jadi orang bodoh dan jawablah yang jujur!..hihi

Tapi saya harus menekankan ini politik. Berbicara politik, ya ujung-ujungnya berebut kekuasaan. Jadi, apapun yang dilakukan partai politik dan orang-orangnya, sudah hampir pasti ya berjuang (seringkali melupkana hati nurani) demi mendapatkan kekuasaan.

Setelah mendapatkan kekuasaan, maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah melanggengkan kekuasaan. Menaikkan harga BBM di awal masa pemerintahan, bukanlah cara yang tepat dalam rangka melanggengkan kekuasaan. Rakyat akan melihat dengan sederhana, “kok ganti presiden, BBM malah naik!” Sudah pasti kenaikan akan menyengsarakan rakyat, pasalnya harga sembako pasti akan ikut naik, sementara penghasilan tetap.

Sikap SBY sah saja

Presiden SBY enggan menaikkan harga BBM di akhir masa pemerintahannya. Ia tidak mau masa pemerintahannya diakhiri dengan kontroversi. Nanti namanya jelek di hadapan rakyat. Salahkah sikap SBY? Ya tidak lah. Dalam konteks “politik adalah kekuasaan” seperti saya sebut di atas, apa yang dilakukan SBY sah saja.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan, pemerintah SBY pada dasarnya ingin mengakhiri masa jabatan ini dengan lancar. Artinya, rencana untuk mengurangi subsidi BBM dengan kenaikan harga harus dibahas di antara kedua pihak (dengan pihak Jokowi).

Lagipula kenaikan harga BBM hampir selalu dilakukan oleh presiden Indonesia. Tercatat sejarah kenaikan harga BBM di republic ini adalah di masa Soekarno (12 kali naik), Soeharto (18 kali naik), Habibie (1 kali naik), Gus Dur (1 kali naik), Mega (2 kali naik), SBY (3 kali naik). Lengkapnya silakan klik: http://bombounyil.wordpress.com/bombo-unyil/kenaikan-kenaikan-bbm-di-setiap-presiden/

Jadi, nanti kalau presiden terpilih Jokowi pun menaikkan harga BBM, jangan berkecil hati lah. Santai saja. jangan lalu kalang kabut meminta dan mendesak presiden yang sekarang untuk menaikkan harga BBM sebelum pergantian presiden. Jangan takut citra rusak lah. Sudah jadi presiden tak perlu lah pencitraan lagi.

Ingat, jangan juga kompromi gara-gara itu!

Menurut saya, jangan juga presiden terpilih Jokowi melakukan kompromi-kompromi dengan SBY atau antarpartai (PDIP-Demokrat), agar harga BBM dinaikkan sebelum pergantian presiden. Jangan sampai demi selamatnya citra diri, lalu mengorbankan keyakinan dengan berkompromi.

Saya ingat dulu saat kampanye bahwa keyakinan Jokowi adalah koalisi tanpa syarat. Jangan sampai ini dilupakan dan dikhianati! Saya khawatir, demi harga BBM naik sebelum pergantian presiden, Jokowi rela “berkoalisi bersyarat” dengan Deemokrat, misalnya.

Langkah itu salah menurut saya. Jangan-jangan nanti rakyat malah menilainya buruk. Jadi, menaikkan harga BBM buruk untuk citra, berkompromi pun merusak citra. Yang benar itu ya tak usah terlalu repot dengan citra diri. Harus berani berkata seperti Gus Dur, “gitu aja kok repot!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun