Ini masih soal RUU Pilkada yang diputus DPR RI via DPRD beberapa hari lalu. Dari hasil itu dapat diambil kesimpulan bahwa “sekali lagi” (setelah duel RUU MD3) Koalisi Merah Putih (KMP) mengalahkan koalisinya Jokowi (Koalisi Indonesia Hebat/KIH).
Tahukah Anda, KMP tidak akan menang, KIH tidak akan kalah (lagi), dan terutama Pilkada akan diputus langsung, jika saja PDIP tidak berkeras hati dengan pilihannya? Begini, waktu itu ada tiga opsi: 1. Pilkada via DPRD, 2. Pilkada langsung, dan 3. Pilkada langsung dengan perbaikan. Opsi terakhir diusung oleh Demokrat atas instruksi Presiden SBY sebagai ketua umum.
Andai saja, PDIP dan anggota koalisi KIH lainnya mau bergabung dengan opsi ke-3 dari SBY, sudah pasti mereka akan menang dan Pilkada akan diputus langsung. Adapun berbagai perbaikan dari pelaksanaan Pilkada memang harus dilakukan karena Pilkada bukan sesuatu yang sempurna. Ada politik uang yang mesti diberantas, black campaign, manipulasi DPT, dan lain-lain. Intinya, Pilkada langsung benar-benar membutuhkan perbaikan seperti opsinya SBY.
Sayangnya, PDIP dan anggota KIH enggan mengikuti opsinya SBY. Mereka berkeras SBY dan Demokrat yang harus ikut opsi-nya mereka. Seperti SBY katakan, ia sudah menyuruh petinggi Demokrat di DPR RI untuk me-lobby petinggi PDIP untuk mendukung opsi ke-3. Namun, sang petinggi PDIP dengan enteng menjawab, voting sudah mau dimulai. Padahal, voting tidak akan dilakukan jika mayoritas suara tidak berkenan.
Maukah PDIP dukung Perpu?
Oke lah, itu sudah terjadi, sudah terjadi. Jangan kita melihat ke belakang terus. Sekarang kita fokus dengan solusi agar demokrasi tetap menjadi panglima di negara ini. Dalam konteks Pilkada, bagaimana Pilkada langsung bsia kembali diterapkan di negara ini. SBY, selayaknya ia seorang politikus ulung dan mempunyai komitmen tinggi terhadap demokrasi dan Pilkada langsung, sudah siap dengan sebuah solusi.
Setelah mempertimbangkan matang-matang, Presiden SBY kemungkinan akan menerbitkan Perpu (Peraturan pemerintah pengganti UU). Perpu tersebut diterbitkan untuk mencegah berlakunya UU Pilkada. Nah, nantinya Perpu yang mempertahankan pilkada langsung ini akan dibahas oleh DPR. Perpu ini bisa diterima lalu menjadi Undang-undang, namun bisa juga digugurkan oleh DPR.
Untuk itu, SBY dengan Demokrat-nya membutuhkan bantuan dari PDIP dan KIH-nya untuk menggolkan langkah ini di DPR RI. Dan jika memang PDIP dan KIH memperjuangkan aspirasi rakyat dan demokrasi, seperti yang diklaim selama ini, maka PDIP dan KIH harus mau mengikuti dan berkubu dengan Demokrat.
Hitung-hitungannya, seperti diketahui Perpu ini mendapat penolakan dari KMP yang terdiri dari Golkar (91 kursi), Gerindra (73), PKS (40), PPP (39), dan PAN (48), total kekuatan 291. Sementara itu, Demokrat kekuatan di DPR periode 2014-2019 hanya 61 kursi, namun jika ditambah suara KIH yang terdiri dari PDIP (109 kursi), PKB (47), NasDem (36), dan Hanura (16), maka kekuatannya menjadi 269 kursi. Memang masih ada kekurangan 22 suara, tapi itu bisa dicari dari PAN atau PPP.
Masalahnya sekarang, apakah PDIP dan KIH mau mendukung Demokrat?
Ini demi rakyat! Demi demokrasi yang katanya mati jika Pilkada dilakukan via DPRD! Demi tidak kembali ke masa lalu/orde baru! Demi kedaulatan rakyat! Seharusnya PDIP dan KIH tidak mempersoalkan itu Perpu ide siapa, itu Perpu diusung partai apa, itu Perpu bukan usulan asli PDIP! Dukung saja!
Harapan kita terhadap anggota DPR dan para elit politik adalah bahwa mereka benar-benar bekerja demi rakyat, bukan demi kepentingan pribadi atau kelompok mereka masing-masing! Demi rakyat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H