Ada tiga motif “profesi” pengamat (bidang apapun) di Indonesia ini, menurut opini saya. Pertama, keilmuan. Ini yang benar. Kedua, meningkatkan pamor alias pencitraan. Ketiga, berkomentar sesuai pesanan. Yang terakhir juga ujung-ujung uang, walaupun yang lainnya juga sama ada uangnya.
Dengan tiga premis itu, maka mudah saja untuk memilah komentar pengamat mana yang layak diperdebatkan secara akademis, dan komentar pengamat yang sebaiknya dipandang sebagai bagian dari “hiburan” saja.
Mengapa dipandang sebagai hiburan saja, karena jika kita percaya dengan komentarnya, kemungkinan kita akan tersesatkan karena menerima informasi yang tidak faktual atau tidak jelas landasan faktanya alias isu, rumor, atau fitnah.
Ada banyak sebenarnya komentar pengamat yang berkategori “hiburan.” Coba kita perhatikan sebagai contoh komentar pengamat politik (intelijen?), Rahmat Sholeh dari The Jakarta Institute, sebuah lembaga kajian yang dibentuk sejumlah universitas di Jakarta.
Jokowi mesti pecat KaBIN
Demikian kira-kira penyimpulan dari analisis Rahmat Sholeh. Mengapa Presiden Jokowi mesti memecat Kepala BIN Marciano Norman? Menurut Rahmat, pertama karena Marciano telah gagal masukan informasi intelijen dalam menjaga stabilitas politik sehingga terjadi konflik Polri-KPK. Kedua, kepala intelijen tidak etis melayani dua presiden yang berbeda. Ketiga, bisa saja para pimpinan instansi tersebut masih sarat dengan kepentingan Presiden SBY.
Keempat, karena soal uang. "Coba lihat dengan kondisi seperti ini, baik BIN, KPK dan Polri maupun instansi lannya tidak bisa bekerja maksimal karena semua berusaha melakukan lobi-lobi dan cari uang sendiri-sendiri dan sudah tidak memikirkan institusi yang di pimpin. Ini kan bisa mengganggu keamanan dan stabilitas nasional," ujar Rahmat.
Terakhir, menurut Rahmat, "Mata telinga dan ujung tombak dari pemerintahan Jokowi seperti sengaja dimandulkan oleh pihak-pihak tertentu, intelijen negara sudah dijadikan alat untuk memperkeruh konflik antar instansi."
Baca selengkapnya di sini: http://www.rmol.co/read/2015/02/10/190798/1/Jokowi-Dituntut-Cepat-Ganti-Kepala-BIN
Komentar senada juga diungkapkan pengamat lainnya, mantan aktivis '98 Taufan Hunneman. Menurutnya seharusnya Marciano Norman mundur dari jabatannya, lantaran gagal mengemban tugas untuk memberikan informasi yang valid. "Tidak kelihatan langkah-langkah preventif untuk melakukan pencegahan konflik atau ikut memberikan way out solution atas konflik kedua lembaga KPK-Polri," ujarnya.
Rahmat juga minta Jokowi pecat Seskab
Kembali ke Rahmat Sholeh, pengamat yang satu ini juga berkomentar dan mendesak agar Jokowi mencopot Seskab Andi sebelum Presiden Jokowi dibuat celaka. Alasannya, Seskab disinyalir memiliki agenda tersembunyi, sehingga pernyataan-pernyataan yang disampaikannya bisa membahayakan posisi Jokowi sebagai presiden. Bahkan, Rahmat mencurigai Andi sebagai agen yang menyusup ke Istana.
"Saya yakin dia itu mata-mata yang menyusup ke Istana, coba lihat dia sepertinya operator yang sedang menjalankan kepentingan asing dari dalam pemerintahan atau komprador, sehingga dia selalu memberikan saran yang tidak bagus untuk Jokowi, mau dibawa kemana bangsa ini," tegas Rahmat.
Senada, Ketua Umum Forum Kajian Hukum Dan Konstitusi, Viktor Santoso Tandiasa, menilai sosok Andi yang kerap menjadi sorotan publik akibat penyataan-pernyataannya yang dianggap blunder sudah cukup menjadi alasan bagi Jokowi mengganti posisi Seskab. Baca di sini: http://www.jpnn.com/read/2015/02/09/286512/Copot-Seskab-Andi-Sebelum-Jokowi-Dibuat-Celaka
Tuduhan tanpa fakta, ya fitnah namanya
Silakan Anda putuskan sendiri termasuk kategori pengamat yang manakah empat pengamat yang disebutkan di atas. Dapat dilihat bahwa pernyataan-pernyataan mereka kebanyakan hanyalah praduga tanpa fakta dan itu bisa sangat menyesatkan.
Sebagai contoh, bagaimana bisa mereka menyalahkan KaBIN di balik kisruh KPK-Polri. Darimana mereka tahu KaBIN Marciano tidak memberi masukan informasi yang valid kepada presiden. Sementara mereka sendiri mengakui bahwa klien tunggal BIN hanya presiden, dan tidak mungkin seorang Rahmat Sholeh atau Taufan Hunneman tahu, kan!
Jadi mari kita pertanyakan, adakah landasan faktual dari komentar Rahmat Sholeh dan Taufan Hunneman soal KaBIN yang tidak kompeten (menurut mereka). Tidak ada!
Demikian juga komentar soal Seskab Andi Wijayanto. Terlihat sekali apa yang dikemukakan itu tanpa landasan fakta. Apa bukti kalau Seskab agen asing? Tidak mungkin ada bukti faktualnya!
Maaf saja, jika kemudian sesuatu yang dituduhkan tidak berdasarkan fakta tanpa bukti, maka itu kemudian menyesatkan. Seharusnya mau pengamat atau bukan, tak boleh memberi informasi atau komentar yang menyesatkan! Itu termasuk fitnah. Dan apa jadinya bangsa ini jika sebuah keputusan (presiden) didasarkan kepada fitnah! Bahaya!(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H