Mohon tunggu...
Abah Epoy
Abah Epoy Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Buruh pabrik makanan ringan, tinggal di Bandung, tertarik pada hal-hal bersifat ide kewirausahaan, isu-isu sosial budaya, dan bahasa...mudah berteman tapi agak pendendam jika disakiti...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banjir dan Macet Rancaekek Dilestarikan untuk Apakah

29 Desember 2014   00:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:17 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14197647561554672219

Tidak terhitung kerugian yang ditanggung masyarakat, terutama para pengguna jalan yang harus merelakan waktunya terbuang sia-sia didera kemacetan. Ada yang dalam perjalanan liburan, ada yang sekadar mau pulang atau berangkat kerja, ke sekolah, pulang kampung, ada pula yang tengah meregang nyawa dalam perjalanan ke rumahsakit. Menyedihkan...

Pemerintah tahu? Tentu saja. Mulai dari Pemerintah Kabupaten Sumedang di sebelah utara jalan, Pemerintah Kabupaten Bandung di seberangnya, serta Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahu persis masalah ini. Mereka yang berkuasa di daerah ini sejak rezim Soeharto hingga kini rezim Jokowi pun tahu apa akar masalah macet dan banjir di kawasan Kahatex, Rancaekek ini.

Namun hingga tulisan ini dibuat tidak ada upaya konkret untuk membenahinya. Bukan mereka tidak mampu. Bukan sama sekali. Akan tetapi karena mereka tidak mau. Kalau mau, mudah bukan? lha, akar masalahnya saja sudah terang benderang begitu. Dan bukti mereka mampu pun ada...

Lihat kalau mau musim mudik Lebaran, karena volume kendaraan meningkat pedagang kakilima pun ditertibkan. Aparat berjaga di sana. Selama dua pekan sebelum dan sesudah musim mudik Lebaran jalanan bisa bebas dari pedagang kakilima. Macet parah pun sedikit berkurang. Ini satu bukti, Pemerintah, Aparat Berwajib ternyata mampu menertibkan yang tidak tertib.

Sayangnya setelah itu keadaan dikembalikan seperti semula. Saya katakan sekali lagi, setelahnya KEADAAN DIKEMBALIKAN SEPERTI SEMULA. Jadi, ketertiban dan keteraturan ternyata bisa diciptakan, kalau mau. Demikian pula sebaliknya, mereka mampu dan mau melestarikan banjir dan kemacetan entah untuk apa.

Yang lucu, setiap musim banjir dan macet tiba di kawasan Kahatex, para pejabat baik di pemerintahan maupun di DPRD ramai berwacana di media massa tentang akar masalah dan usulan solusinya. Setiap tahun pula semuanya lewat hanya sebatas wacana.

Di tengah masyarakat pun kondisinya sami mawon. Setiap musim banjir dan macet tiba seperti sekarang ini (Desember 2014), mereka kembali melontarkan sumpah serapah tapi --lagi-lagi-- tidak ada yang peduli. Mereka kembali mengeluh baik lisan di jalanan maupun di media massa dan media sosial. Namun seperti angin sepoi-sepoi di Bukit Kintamani, keluhan dan caci maki mereka sekadar berembus sejuk di telinga para pihak yang mestinya bertanggungjawab.

Sungguh bikin kelu hati. Mengapa banjir dan macet di kawasan Kahatex seakan dilestarikan? Apakah karena kuatnya tarik menarik aneka kepentingan dan uang di sana? Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang (Ebiet G.Ade). (efh)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun