Andrea hirata dalam bukunya Edensor pernah bilang bahwa "hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis dan sporadis. Namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tidak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan".
Tanpa ragu aku mengamininya, hal itu terbukti ketika kau kutemukan lewat sebuah tulisan (esai). Malam ini izinkan aku untuk berterus terang meski itu artinya menelanjangi perasaanku sendiri. Entah kau akan membacanya atau tidak. tapi tidak masalah, aku hanya ingin merasa lega. melepas sesak yang semenjak kemarin malam mengganjal.
Teringat bagaimana awal aku menemukanmu, ya aku tak sengaja membaca salah satu esaimu tentang Filsafat dalam sudut pandang Al-Ghozali. Tulisanmu begitu bernas, analisismu begitu dalam. Penasaran, aku mencari akunmu dan setelah aku telusuri ternyata kau seorang santri alumni Ma'had Aly Situbondo salah satu pesantren di jawa yang terkenal. Dari dulu aku memang selalu mengagumi sosok seorang santri.
Seketika rasa kagumku semakin bertambah, maka aku nekat saja mencoba meminta pertemanan dengan harapan kita bisa berteman dekat bahkan bertemu secara kopdar. Harapan yang terlalu muluk memang. Apalagi mengingat saat ini kau sedang menempuh pendidikan di Kairo di kampus islam paling tua di dunia tempat para cendekiawan besar muslim lahir disana ya Al-Azhar.
Tahukah kau? saat kau membalas pesanku itu meski pendek dan sederhana saja tapi seketika membuat sanubariku bergetar halus. mungkin efek euforia. apalagi saat malam itu, meski perkenalan kita kasual saja tapi mengesankanku. Ya setidaknya bagiku.
Tahukah kau? mengapa ku suka kau lebih dari siapapun? seperti kata Pram, karena kau menulis. Punya wawasan yang luas menumbuhkan rasa kagum, tapi bisa menghasilkan tulisan yang bagus, paripurna sudah pesonamu.
Mungkin kau menganggap rasa sukaku sebagai kekonyolan, karena kita bahkan belum pernah bertemu. Aku jadi teringat dengan kutipan Gus Miftah dalam salah satu ceramahnya, bahwa "cinta itu berawal dari hati lalu naik ke mata". Karena kalau cinta berawal dari mata (rupa) lalu turun ke hati, bagaimana dengan orang yang tidak bisa melihat? apakah mereka tidak bisa jatuh cinta? tentu tidak. Pun demikian aku.
Sedari awal sebenarnya aku menyadari, bahwa takan pernah ada kisah antara kau dan aku. Kau begitu tulus memberikan pertemanan, aku saja yang keras kepala menumbuhkan bibit perasaan. Aku pun menyadari, untuk seorang Gus sepertimu jodohnya seorang ning bukan perempuan sepertiku.
Kau tahu? kemarin malam itu aku jujur tentang perasaanku padamu meski ku yakin kau pun sebenarnya menyadari, aku sudah tahu resikonya yaitu "penolakan". Tapi bodohnya aku tetap nekat, kau tahu kenapa? karena aku hanya ingin mendapat rasa lega. Setidaknya hatiku cukup tahu diri jika secara langsung dipatahkan, aku akan mundur teratur.
Terimakasih untuk waktumu meski singkat, dan ya aku menyukai suaramu. Seperti dalam novel Glaze, bahwa aku juga mengenali musik dalam suaramu dan kini tersimpan rapi di memoriku.
Untuk mas HME