Siapa tak tahu Bambang Soesatyo anggota DPR RI dari Partai Golkar. Itu lho, anggota DPR yang bisanya cuma menyoroti satu pokok bahasan selama bertahun-tahun, yakni: Kasus Century. Selain Century nggak ada lagi yang bisa Bambang mainkan. Baginya: Century ada maka Bambang Soesatyo Ada! Tak satupun keluar dari mulutnya perihal "Lumpur Lapindo" misalnya.
Artikel (OPINI) Bambang Soesatyo hampir setiap hari muncul di berbagai koran nasional maupun lokal. Bahkan tak jarang dalam sehari tulisannya bisa nongol di lebih dari satu koran. Jualannya jelas di dominasi soal keburukan SBY dan Century. Itu bukan soal buat saya. Yang jadi masalah sesungguhnya soal : KUALITAS TULISAN. Terus terang, secara kualitas opini-opini Bambang Soesatyo yang bertaburan di koran-koran, menurut pendapat saya (sorang jurnalis) adalah: JELEK dan tidak layak muat. Hanya saja budaya di media kita (yang tidak sehat) dalam memuat tulisan seseorang HANYA MELIHAT SIAPA YANG MENULIS. Bila yang menulis tokoh penting, pejabat, mantan pejabat, akademisi dengan gelar panjang, kontan langsung di muat.
Saya pernah tahu cara kerja redaktur koran menyotir Opini yang masuk. Mereka melihat nama penulisnya lebih dulu, bahkan tanpa membaca sekedar judul tulisan. Penulis yang "biasa-biasa" saja atau "bukan siapa-siapa" tanpa dibaca langsung "dibuang". Itulah kodrat negeri yang masih menggilai status, jabatan dan gelar seseorang. Mayoritas koran seperti itu.
Pokok bahasan yang ingin saya ulas adalah kerakusan Bambang Soesatyo untuk menguasai ruang Opini di media massa untuk kepentingan politiknya. Meskipun hampir setiap hari artikel (jeleknya) selalu dimuat berbagai koran, nampaknya hal itu tak cukup buat seorang Bambang Soesatyo. Tanggal 24 Juli 2012 artikel OPINInya muncul di koran SUARA MERDEKA (Semarang) dengan judul: Pemimpin yang Terisolasi. Sehari berikutnya (25 Juli) , artikel tersebut muncul pula di KORAN SINDO dengan judul: Terisolasi dari Persoalan.
Dua artikel dengan judul beda namun isi sama. Bambang terlalu rakus untuk tak memberi kesempatan buat penulis lainnya. Ini juga kesalahan para media yang selalu memuat tulisan seseorang hanya berdasar : jabatan, status, pangkat dan gelar seseorang. Kalau sudah begini kapan negeri ini bisa maju ya, SEMUA GILA STATUS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H