Masih terbayang di ingatan bahwa dulu, di pekarangan rumah penuh dengan tanaman. Minimal untuk mencukupi kebutuhan dapur seperti cabai rawit, cabai, bawang, kangkung, jahe, lengkuas dan lain-lain.Â
Di pekarangan belakang tak lupa diisi dengan ayam peliharaan yang bebas bercengkrama. Di samping kandang ayam juga ada kolam yang diisi ikan yang bisa kita pancing lalu kita konsumsi kapanpun kita mau.Â
Semua yang ada di pekarangan itu tidak mereka jual tapi sengaja ditanam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari.
Kondisi pekarangan seperti itu sudah jarang ditemui di pekarangan rumah-rumah bahkan rumah yang notabene ada di perkampungan sekalipun.
Gaya hidup semakin konsumtif. Segala kebutuhan pokok, bahkan untuk memenuhi bumbu dapur saja seperti cabai, bawang, harus beli di warung. Sementara untuk membeli harus mengeluarkan sejumlah uang.
Masyarakat terlena dan lupa cara menanam, memelihara ikan. Semuanya berpikir untuk bagaimana mencari uang dan bisa membeli semuanya.Â
Padahal kalau kita analisis penyediaan kebutuhan di pekarangan setidaknya dapat mengurangi biaya pengeluaran skala rumah tangga. Biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk kebutuhan dapur bisa dialihkan untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Program P2L menjadi upaya menghidupkan kembali pekarangan
Untuk mengembalikan kondisi seperti di atas, Kementerian Pertanian melakukan sosialisasi dan menggalakkan kembali Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) yang sasarannya adalah ibu-ibu rumah tangga yang ada di desa maupun di kota. P2L bertujuan agar minat ibu-ibu untuk menanam di pekarangan muncul kembali.Â
Program tersebut diterima dan dikelola oleh Ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok yang disebut Kelompok Wanita Tani (KWT). Dengan adanya KWT sebagai pengelola, ibu-ibu diajarkan untuk berbudidaya dan berorganisasi.Â
Tujuan jangka panjangnya adalah dengan adanya kelompok skala usaha budidaya yang tadinya hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga menjadi skala usaha yang lebih besar sehingga bisa menjual komoditi yang diusahakan KWT.
P2L di Desa Kiara Kecamatan Cilamaya Kulon Kabupaten Karawang
Selain itu lahan demplot seluas 250 m2 dan lahan-lahan pekarang di anggota kelompok juga disiapkan. Fasilitas pengairan, benih-benih, pupuk, pestisida, dan sarana lain seperti rak tanaman, gembor, media tanam juga disiapkan oleh KWT menggunakan anggaran dari program tersebut.
Bibit yang disiapkan untuk ditanam oleh KWT Sri Rahayu antara lain, cabai, cabai rawit, tomat, kangkung, caisim, pakcoy, bayam, dan masih banyak yang lainnya. Bibit yang sudah siap, ditanam oleh para anggota di lahan demplot dan di pekarangan rumah masing-masing.Â
Dalam jangka waktu satu bulan panen sudah bisa dilakukan terutama untuk tanaman seperti kangkung, caisim, pakcoy, dan bayam. Sebagian hasil panen dikonsumsi dan sebagian lainnya dijual ke lapak-lapak sayuran yang ada di Desa Kiara.Â
Hasil penjualan dimasukkan ke kas kelompok dan digunakan kembali untuk modal budidaya di musim berikutnya.
Sampai saat tulisan ini diterbitkan, kebutuhan sayuran seperti kangkung, bayam, pakcoy, di masyarakat desa dapat dipenuhi dari produk sayuran KWT Sri Rahayu. Masyarakat dan para pedagang sayuran di Desa Kiara mendapatkan suplai sayuran dari KWT Sri Rahayu.Â
Permintaan semakin meningkat dan ibu-ibu KWT saat ini sedang mengusahakan pengembangan lahan supaya bisa memenuhi kebutuhan di desa secara konsisten dan kontinyu.
Campur tangan dinas pertanian melalui para penyuluh pertanian
Untuk kegiatan budidaya dan kesulitan di lapangan, para penyuluh dan kepala UPTD siap terjun untuk membantu kesulitan yang dialami para anggota.Â
Monitoring dan kunjungan dari penyuluh pertanian dan kepala UPTD Pertanian ke lahan demplot dan kegiatan KWT juga kerap dilakukan secara periodik minimal satu kali dalam dua minggu. Kunjungan tersebut dimaksudkan juga untuk membantu para anggota dan pengurus KWT dalam mengorganisasi kelompok.Â
Manfaat dan Harapan Pengembangan Kegiatan P2L
Sampai saat artikel ini ditulis kegiatan KWT Sri Rahayu masih terus berjalan baik di lahan demplot maupun di pekarangan rumah masing-masing. Beberapa anggota yang tadinya tidak senang bercocok tanam, dengan adanya kegiatan ini muncul minat dan akhirnya mau bercocok tanam.
Selain para anggota, masyarakat lain, tetangga-tetangga yang melihat kegiatan ini akhirnya juga muncul minat dan mau untuk memulai bercocok tanam dan menghidupkan kembali pekarangannya. Masyarakat sekitar yang membutuhkan sayuran juga tidak perlu jauh-jauh mencari karena sudah dapat diperoleh dari KWT.
Namun demikian, kegiatan KWT ini masih perlu dikembangkan baik secara organisasi maupun budidaya. Kemampuan para anggota dan pengurus dalam melakukan budidaya perlu ditingkatkan utamanya dalam menanggulangi masalah hama, penyakit pada komoditas yang ditanam.Â
Dalam hal organisasi para anggota juga perlu dibekali kemampuan berorganisasi yang baik untuk menaikkan level organisasi untuk mencapai skala usaha yang lebih luas. Pengembangan kegiatan KWT juga dapat disinergikan dengan program-program yang ada di desa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI