Mohon tunggu...
Kang Warsa
Kang Warsa Mohon Tunggu... Administrasi - Sering menulis budaya, filsafat, dan kasundaan

Sering menulis budaya, filsafat, dan kasundaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Turbulensi Sosial

12 Januari 2015   03:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:20 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KONSEP HUMAN FALL DAN FALLEN ANGEL

Sebelum memasuki  penjelasan “turbulensi sosial” yang mengakibatkan terpecah belahnya ajaran menjadi berbagai varian, terlebih dahulu harus dipahami tentang asal-usul keberadaan manusia di muka bumi. Teori-teori sosial jelas sekali bermaksud meniadakan konsep penciptaan manusia, seperti Lamark dan Darwin yang memberikan pandangan, keberadaan manusia di muka bumi ini didasarkan pada konsep evolusi, perubahan bentuk secara perlahan. Teori ini tidak akan bisa menjawab, bagaimana bisa terjadi perubahan dari bentuk dan formula sederhana menjadi bentuk dan formula kompleks ? Dalam The Origin of Species pun Darwin menemui kebuntuan ketika harus menjelaskan, sejak kapan perubahan bentuk itu terjadi? Missing Link timbul karena teori ini tidak bisa menjawab dari mana asal-usul hal terkecil dari mahluk hidup tersebut? Apakah muncul tiba-tiba tanpa kesadaran? Bagaimana mungkin mahluk tanpa kesadaran bisa berubah bentuk menjadi mahluk yang dipenuhi oleh kesadaran?

Pada sudut lain, dikemukakan teori human fall, jatuhnya manusia dari Sorga sebagai akibat perseteruan antara manusia dengan iblis (fallen Angel). Dalam cerita biblikal dikisahkan bagaimana manusia pertama diciptakan, menempati sebuah tempat yang dipenuhi oleh kenikmatan, lalu Tuhan menyuruh kepada seluruh malaikat untuk menghormati mahluk baru tersebut. Kesombongan bermula, sebagai para senior, Iblis tidak bisa menerima kenyataan pahit harus memberikan hormat dan sujud kepada seorang yunior. Iblis pun diusir.

Ada kontradiksi dalam cerita ini, Iblis telah diusir namun dia masih bisa menggoda Adam dan Hawa. Cerita ini pun terlihat menyudutkan Tuhan pada posisi ketidak tahuan. Kenapa Tuhan harus melakukan rekayasa dan skenario terlebih dahulu, hanya sekadar untuk menjatuhkan manusia dan iblis ke bumi. Padahal jelas sekali, dalil awal dari cerita di dalam beberapa kitab suci adalah “ Sesungguhnya Aku akan menciptakan Kholifah di Bumi.”, ini adalah kepastian yang tidak perlu dilengkapi dengan rekayasa dan skenario, di manata letak keMaha Tahuan-Nya? Jika Alloh berkehendak menjadikan manusia sebagai kholifah di muka bumi, maka sudah bisa dipastikan, manusia akan langsung ditempatkan di bumi.

Konsep human fall masih menjadi perdebatan sampai sekarang, sebab konsep kejatuhan manusia dari sorga ini tidak hanya diyakini oleh tiga agama besar (Islam, Yahudi, Kristen), seluruh keyakinan kuno pun telah mempopulerkan konsep ini. Kurun waktu kejatuhan Nabi Adam ke bumi pun jika melihat pada cerita dalam Epos Gilgamesh terjadi pada tahun 5.872 SM. Hitungannya berdasarkan pada garis keturunan Adam hingga Jesus. Dalam kurun waktu selama 8.000 tahun hingga sekarang, secara matematis, tidak akan mampu menjawab kenapa sampai terjadi ledakan penduduk. Sementara garis keturunan dari Adam hingga Jesus bisa dikalkulasikan tidak mencapai ratusan ribu. Apakah ada peradaban manusia lain sebelum Adam jatuh ke bumi? Fakta-fakta historis telah menyebutkan, pada tahun 10.000 SM telah ditemukan beberapa peradaban kuno. Bahkan jauh sebelum itu, cerita-cerita kuno tentang peradaban Atlantis dan Lemuria pun telah dikenal.

Artinya apa? Penciptaan manusia oleh Alloh benar-benar terjadi dan ditempatkan langsung di bumi tanpa melalui rekayasa dan skenario pengusiran. Terlalu naïf jika hanya untuk menempatkan manusia di muka bumi, Alloh harus membuat rekayasa terlebih dahulu. Segalanya telah tertata dengan sempurna.

Lantas bagaimana dengan fallen angel (Malaikat yang jatuh derajat menjadi Iblis). Dalam semua agama tidak dipungkiri, Iblis merupakan mahluk jahat, penggoda, dan sangat durhaka. Muncul pertanyaan sangat mendasar, apakah Alloh yang memiliki sifat Baik menciptakan hal-hal jelek seperti Iblis dan setan? Sama sekali tidak, segala hal yang diciptakan oleh Alloh adalah kebaikan-kebaikan. Lalu apakah Iblis dan Setan itu? Iblis dan Setan lahir sebagai akibat dari sebuah sistem yang telah dibuat oleh Alloh. Bahkan manusia pun bisa menjadi setan ketika benar-benar telah durhaka, Minal Jinnati Wannaas. Apa pun yang telah diciptakan oleh Alloh adalah kebaikan-kebaikan, tanpa cela. (Pembahasan lebih jauh tentang adanya manusia tanpa daksa akan penulis paparkan dalam tulisan terpisah).

TURBULENSI SOSIAL

Peristiwa kecil di masa lalu (milyaran tahun lalu) mengakibatkan hal besar pada saat ini, itulah inti dari turbulensi sosial. Telah dijelaskan, ratusan milyar tahun lalu, Alloh telah menciptakan alam semesta, termasuk di dalamnya manusia lengkap dengan perangkat lunak atau ajaran. Sudah pasti, karena berasal dari satu sumber, maka hanya ada satu ajaran yang dianut oleh manusia generasi pertama.

Lahirnya varian-varian keyakinan bermula pada peristiwa kecil, ketika sekelompok manusia (karena dilengkapi oleh potensi, akal , hati, dan nafsu) mencoba membuat formula baru dalam berkeyakinan. Manusia telah kehilangan sikap kontemplatifnya karena hasrat yang besar harus memenuhi tuntutan dan keinginan. Hasrat ini telah melahirkan pikiran, harus dilembagakannya ajaran dalam sebuah bingkai dan kotak bernama agama. Ajaran yang dilembagakan ini dibuat oleh pemuka-pemuka agama. Semakin bias dan samar, persoalan-persoalan sosial yang bisa diselesaikan melalui sebuah konsensus pun disebutkan sebagai wahyu dari Alloh. Hingga cerita-cerita pun disebut sebagai wahyu dari Alloh.

Deviasi terhadap nilai dan ajaran ini terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Imbasnya bisa dirasakan sampai sekarang. Bukankah Tuhan yang telah menciptakan manusia itu sama? Bukan kah ajaran yang diturunkan kepada manusia juga sama? Bermula dari satu ajaran, lantas kenapa saat ini muncul berbagai macam keyakinan dan agama? Memang, di dalam semua agama pun masih menyisakan nilai-nilai kebenaran. Hanya saja, sering kali ke dalam agama ini dimasukkan berbagai hal yang justru telah melecehkan keilahian dan makna keTuhanan (Baca: Ketauhidan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun