Mohon tunggu...
Waroeng Semawis
Waroeng Semawis Mohon Tunggu... -

www.WaroengSemawis.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Es Puter Cong Lik

10 Agustus 2014   03:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:56 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dimulai sejak puluhan tahun silam, es puter tradisional Cong Lik kini telah menjadi legenda kota Semarang dan menjadi incaran bagi penggemar es puter ataupun es krim saat berkunjung ke Semarang. Es puter Cong Lik terkenal karena tidak memakai bahan pengawet dan pewarna buatan. Jangan heran kalau es krim ini hanya bertahan sekitar dua jam saja. Sang penjual biasanya menggunakan buah-buahan yang diparut dan kemudian dicampur dengan es, dan menawarkan varian es krim yang cukup banyak yaitu sekitar 10 varian rasa: durian, kopyor, kelapa muda, alpokat, cokelat, lenci (leci), blewah, kelengkeng, kacang ijo, dan sirsat (sirsak).

Penamaan es krim Cong Lik ini konon berawal lantaran si empunya sudah berjualan es krim ini sejak belia. Saat ia berjualan es krim dengan menggunakan gerobak dorong sehingga muncul sebutan dari pembelinya yaitu Cong Lik yang artinya ‘Kacung Cilik’. Kacung merupakan bahasa Jawa untuk sebutan ‘pembantu anak laki-laki kecil’. Sebutan tersebut populer hingga kini. Nama Cong Lik di kalangan pencinta es putar memang terkenal. Namun, banyak yang tidak tahu nama sebenarnya. “Saya orang Jawa tulen. Wong namanya Sukimin. Saya asal desa Gebanganom,” tutur sang empunya es puter Cong Lik.

1407522257369076937
1407522257369076937
Cong Lik tidak ingat siapa yang pertama kali memberi julukan itu. “Ceritanya semasa kecil saya jadi pembantu orang Jepang yang tinggal di Hotel Jansen, Semarang. Oleh majikan, saya sering disuruh-suruh, misalnya beli es krim. Orang-orang pun memanggil saya kacung cilik disingkat Cong Lik,” kata Sukimin.

Usai Jepang meninggalkan Tanah Air, Cong Lik bekerja jadi pembantu pedagang es putar bernama Taryo yang asli Pekalongan. “Saya ikut ke luar masuk kampung menjajakan es putar,” cetus Cong Lik yang tak ingin selamanya jadi kacung. “Saya mulai menabung. Setelah uang terkumpul, saya membeli gelas dan sendok. Saya ingin jualan sendiri.”

Cong Lik menyampaikan keinginannya pada Taryo. Ia juga menyewa gerobak pada majikannya. Kendati sudah mandiri, tetap saja Sukimin dipanggil kacung cilik. “Saya malah berterima kasih pada mereka. Soalnya nama Cong Lik malah jadi berkah,” ujarnya sambil tersenyum. Nama Cong Lik akhirnya menjadi sebutan populer hingga saat kini.

Es puter Cong Lik dapat dijumpai di daerah Tlogorejo dekat Simpang Lima, Semarang; dan juga hadir di Waroeng Semawis.

[www.WaroengSemawis.com]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun