Alhamdulillah.
Hari raya idul fitri telah tiba. Saatnya saya dan seluruh umat islam bersuka cita dalam menyambutnya.
Bangun sebelum subuh dan keramas, itulah yang diajarkan ibu saya. Entah darimana teorinya, tapi keramas adalah poin penting. Terlepas dari itu semua, memang tak ada ruginya juga, karena keramas di pagi hari ini membuat kantuk hilang dan badan terasa bugar. Walaupun dinginya air kadang menjadi penghalang saya untuk berkeramas.
Kesibukan sudah nampak dari jam 3.00 dini hari, saat ibu yang pertama bangun dan telah menyiapkan sarapan. Dilanjut satu persatu anggota keluarga lainnya menyusul. Ibu memang wanita sigap dalam berbagai situasi dan kondisi. Sebelum berangkat ke masjid untuk sholat Eid, hidangan lebaran, kue-kue dan segala perlengkapannya telah siap diatas meja.
Saya pun bangun, tapi tidur lagi lalu bangun lagi dengan mata sedikit menyipit melihat jam di handphone. Ternyata sudah jam 04.00. Dinginnya pagi membuat saya enggan untuk menyentuh air. Tapi tak lucu jika nanti orang disebelah saya tak fokus saat sholat Eid karena tercium aroma aneh.
Gema takbir masih berkumandang. Suara petasan sedikit menghilang. Jalanan pun terlihat sepi. Benar-benar suasana yang tenang.
Waktu menunjukan pukul 4.45. Seusai mandi saya bergegas untuk sholat subuh. Sepertinya ibu juga sudah selesai untuk urusan dapur. Saya pun menghampiri ibu dan menanyakan apakah ada yang bisa di bantu.
"Buk, ada yang bisa mbak bantu nggak?"
"Disini udah selesai, coba kamu liat aja di meja depan udah ada tissue nya belum, kalau belum ambil tissuenya disini". Sambil menunjukkan letak tissue, ibu menyuruhku untuk menata tissue. Ini sih pekerjaan yang gampang.
Setelah semuanya rapi, saya dan keluarga menikmati sarapan bersama. Mencicipi masakan yang disiapkan ibu dari semalam. Ada opor ayam, sambel goreng ati, bakmi, dan aneka gorengan. Sederhana tapi rasanya juarakkk.
Perut sudah aman. Waktu menunjukan pukul 06.15, kami semua sudah siap untuk berangkat menuju masjid terdekat untuk melaksanakan sholat Eid. Letaknya tak jauh dari rumah kami, jadi lebih baik jalan kaki. Selain menyehatkan, moment seperti ini bisa digunakan untuk menambah keakraban keluarga. Sepanjang jalan saya, ibu, bapak, kakak, adik, keponakan, kakek dan nenek, tak ada habisnya bercerita. Saling sharing dan bersenda gurau. Tak ada tema, semuanya mengalir saja. Dari A sampai Z.
Setibanya di masjid, ternyata sudah banyak jamaah yang berjajar untuk melaksanakan sholat Eid. Biasanya mereka bergerombol sesuai dengan keluarga masing-masing. Tentunya ini sama dengan kami. Berkumpul menjadi satu blok. Saya pun menggelar sajadah dan mengenakan mukena. Takbir masih menggema. Saya pun ikut bertakbir.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Sekitar jam 07.00 sholat Eid dimulai. Seluruh jamaah mengikuti imam dalam setiap gerakan sholat Eid. Berusaha khusyuk dalam beribadah menghadap Sang Pencipta. Seusai sholat, imam memberikan ceramah. Dan diakhiri dengan jamaah bersholawat sambil berjabat tangan. Saling meminta maaf satu sama lain. Ini yang memuat saya terharu. Entah kenal atau tidak semuanya berjabat tangan.
Sampainya dirumah anak-anak ibu bapak juga tak luput dari acara "sungkeman", bukan sungkeman diacara pernikahan, melainkan meminta maaf kepada mereka. Tangis pun pecah, suasana haru tapi dengan hati yang bahagia. Saling meminta maaf satu sama lain. Membuat hati menjadi lega, karena tak ada lagi yang mengganjal, rasanya seperti terlahir kembali.
Acara dilanjut dengan mencoba kue-kue kering, sedikit melepas suanana yang haru biru. Tak lama kemudian seperti biasanya, saya dan keluarga bergegas ke mushola untuk mengikuti kegiatan halal bihalal lagi. Kegiatan ini sudah ada sejak saya masih kecil. Selepas  sholat Eid biasanya warga semua berkumpul menuju mushola. Kegiatan ini bukan hanya sekedar salam-salaman lalu pulang, tapi ada rangkaian acarnya. Dimulai dari pembukaan, sambutan para tokoh masyarakat, pembacaan ayat al-Quran, Doa dan makan bersama, lalu setelahnya semua saling berjabat tangan meminta maaf. Kegiatan yang bermanfaat, karena tidak mungkin kita berkunjung ke semua rumah untuk bersilaturahmi.  Â
Acara halal bihalal pun tak selesai disitu saja, saya dan keluarga masih melanjutkan dengan tradisi "keliling". Tradisi ini yaitu berkunjung ke saudara-saudara yang lebih tua. Biasanya ini yang seumuran dengan kakek  - nenek saya, yang tidak sanggup untuk berkumpul di mushola tadi, karena faktor usia jadi lebih baik mereka dirumah dan yang muda yang lebih aktif bersilaturahmi. Kami berjalan kaki berkunjung satu persatu rumah mereka. Sebenarnya tidak terlalu banyak paling hanya lima rumah, yang kami anggap "sesepuh" dan wajib kita datangi. Biasanya mereka masih kerabat dengan kakek-nenek saya.
Selesainya acara halal bihalal, saya dan keluarga kembali kerumah. Dan ternyata sedang ada tamu di rumah kakek saya. Rumah saya dan kakek memang hanya sebelahan saja. Sangat dekat. Kami pun ikut bergabung dengan mereka. Tapi saya lebih memilih bermain dengan keponakan sambil menonton televisi.
Acara bagi angpau pun dimulai. Sangat seru. Saya buat saja mereka untuk berjoget dan berbaris, hehe. Iseng sedikit. Si "seksih" ini kalau sudah mendengar angpau langsung bersemangat, membuat perayaan idul fitri semakin ramai dan seru (kalau belum tahu tentang si "seksih" ini bisa baca postingan saya di tanggal 11 juni, hehe.)
Kegiatan dari pagi sebelum subuh sampai malam saat perayaan idul fitri seperti tak ada habisnya. Dari keramas di pagi buta, sarapan, menyiapakan hidangan lebaran, sholat Eid, halal bihalal, sampai pembagian angpau semuanya begitu menyenangkan. intinya adalah kembali terlahir sebagai manusia yang baik, jauh dari rasa iri dan dengki. Semuanya dilebur dengan saling berjabat tangan. Melepas ego dan kepentingan pribadi.
itulah kegiatan saya dan keluarga di kampung halaman saat perayaan Idul Fitri, semoga menginspirasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H