Mohon tunggu...
Warnia Putri
Warnia Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Buk, Mbedug Yaa?"

3 Juni 2018   21:50 Diperbarui: 3 Juni 2018   21:55 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau saja waktu itu saya ketahuan "mbedug" sudah dipastikan saya akan menjadi bahan ejekan oleh kakak-kakak saya. Untungnya ada ibu yang bisa mengondisikan menjadi benteng pertahanan saya supaya kakak -- kakak saya tidak melihat acara "mbedug" yang saya  lakukan.

Istilah "mbedug" saat saya kecil bisa di artikan puasa nyambung, biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil yang belum bisa puasa full satu hari. Nah, bedhug azdan dzuhur menjadi pertanda acara "mbedug" dimulai, dan berakhir setelah selesai waktu sholat dzuhur, maka puasanya dilanjutt lagi sampai waktu berbuka.

Jadi waktu itu saya masih kelas 1 SD, wajar lah kalau masih labil dalam urusan puasa, masih tahap belajar. Dan waktu itu kakak-kakak saya semuanya sudah puasa full satu hari.

Dulu kalau bulan puasa, pulang sekolah pun jadi lebih awal dari biasanya. Ceritanya setelah pulang sekolah, saya langsung bermain dengan teman-teman, berlarian kesana kemari dan tertawa. Kayak lagu deh,,,.

Lanjut,

Saat bermain dengan teman-teman, waktu itu main petak umpet di siang bolong. Tempat  bermainnya juga tak jauh dari rumah saya, maka saya putuskan untuk mencari persembunyian di dekat rumah.

Tiba - tiba lapar dan dahaga menyerang saya.

Ehmmmmm, tercium bau wangi masakan yang harum, dan tak salah lagi ibu sedang memasak. Waktu itu kalau tidak salah masak opor ayam. Pas sekali dengan keadaan perut yang sedang lapar. Ya sudah saya putusan lagi untuk bersembunyi di dapur ibu, ekekeke.

Buk, masak opor ya? Aku bertanya ke ibu sambil celingukan takut tiba-tiba ada kakak saya.

Iya mba, kenapa? Jawab ibu yang sepertinya sudah mencium bau-bau muslihat dari anak bungsunya ini. walaupun anak bungsu tapi ibu memanggil saya dengan kata "mbak".

"Mbak laper e  buk?".  

"Yo wes cepet ambil piring sana". Tanpa basa -- basi ibu menyuruhku untuk mengambil piring. Sepertinya ibu tak tega dengan wajah saya yang seperti memelas meminta dispensasi untuk "mbedug".

Saya pun mengambil piring dengan sangat hati-hati tanpa suara. Semuanya dilakukan supaya tidak mengundang hal-hal yang tidak diinginkan, yaitu ketahuan kakak saya.

"Sini ibu ambilin opornya mbak. Kaya'e udah mateng".

"Tapi jangan sampe "mereka" tahu ya bu". Yang saya maksud "mereka" adalah kakak-kakak saya.

"Iya ini, wes kamu makan di kamar sana ntar ibu yang jagain".

"Siap bu, Suwun loh ibuku".

Saya pun langsung ngacir ke kamar, menghabiskan sepiring opor ayam yang masih panas dan sudah pasti enak banget. Tak lupa kamar pun saya kunci. Kamar yang saya pilih juga sudah pasti kamar ibu.

Tiba- tiba ada yang mengetuk pintu.

"Mbak, buka pintunya".

Alhamdulillah itu suara ibu dengan membawa air minum untuk saya, karena tadi terburu -buru langsung masuk ke kamar.

"Suwun bu". Jawab saya sambil nyengir dan meraih segelas air minum.

Satu piring opor ayam telah habis saya makan. Saya pun keluar dari kamar dengan hati-hati dan membawa piring keluar.

"Udah mba?" tanya ibu.

"Udah bu, ini piringnya. Mbak mau lanjut lagi".

"Lanjut apaan?

" Lanjut main sama temen-temen yang tadi di rumah novi".

"Lah emang main apa?, ada jedanya to".

"Nggak bu, mbak tadi tu lagi main petak umpet sama temen-temen".

"Jadi ini tu lagi ngumpet?".

"Iya, wong petak umpetnya cuma di rumah novi, jadi mending deket sini aja ngmpetnya, eh ibu masaknya wangi banget sampe kecium pas mbak laper".

"Owalah, dasar bocah, ya udah sana, tapi jangan sore-sore pulangnya yaa".

"Ok bu, Assalamualaikum".

"Waalaikum salam. Ati-ati".

Saya pun beranjak pergi meninggalkan ibu yang masih di dapur mengupas bawang. Entah ibu mau masak apa lagi. Saya langsung meluncur ke "TKP".

DAN TERNYATA SEPI.

Saya putuskan untuk ke rumah novi. Siapa tahu mereka ada disana.

"Assalamualaikum, Novi , Novi,". Saya mengetuk pintu rumah novi.

"Eh kamu, kenapa?".

"Nov, kok sepi sih, emang main petak umpetnya udah selesai ya?".

"Udah lah". Jawab novi yang kayaknya dia juga habis makan. Soalnya baunya beda kayak habis makan gorengan, bibirnya juga terlihat klimis. Tapi nggak boleh suudzon yaa, mungkin dia lagi nyobain liptint mamahnya.

"Lah kenapa?". Tanya saya kepada novi karena penasaran.

"Lah kamunya nggak ketemu-temu, lama kita carinya, mana panas lagi, yaudah kita pada pulang, emang kamu ngumpet dimana sih?".

"Oh, gitu, aku ngumpet disitu nggak jauk kok. Iya sih panas yaa, ya udah deh kalau udahan, aku balik juga. Ntar ketemuan lagi aja pas maghrib di mushola yaa? Assalamualaikum nov".

"Oke, Waalaikum salam".

Sampai di rumah, ibu pun masih masak.

"Lah mbak, kok cepet mainnya".

"Iya bu, mereka udah pada balik, katanya kelamaan cari mbak ngga nemu-nemu".

"Lah iyalah, wong kamunya ngumpet disini sambil makan, ya lama". Jawab ibu sambil tertawa.

"Waahh siapa nih yang makan, ibu kok bilang makan gitu, mesti kamu "mbedug" lagi yaaa, ahahahah,, iya mesti kamu yaaa,,". Tiba-tiba kakak-kakak saya bermunculan dan memulai aksinya menggoda saya.

"Heuh, apaan sih tiba-tiba nyamber, kayak kereta, orang lagi bantuin ibu masak juga, iya kan bu?". Jawabku dengan tenang, menghadapi mereka.

"Haaaa,, alasan, ngakuuuu ajaa".

"Udah-udah mending kalian ambil wudhu sholat dzuhur sana. Ibuku mencoba untuk melerai kami, supaya tidak terjadi kerusuhan.

"Hiiiiiiii,, hayooooo ngakuuu deh". Kakak saya masih saja menggoda saya sambil berlalu ke tempat wudhu.

"Apaan sih, kakak ni". Jawabku sambil manyun.

"Udah -- udah kalian ini, sukanya gangguin adeknya." ibuku mencoba lagi untuk melerai kami.

Saya pun cepat-cepat ambil wudhu juga untuk sholat dzuhur, supaya masalah ini tidak berlanjut. Prinsipnya lebih baik menghindar. Ehhee.

Ibu saya memang tidak terlalu memaksakan saya untuk berpuasa kala itu. Waktu itu saya kelas 1 SD umur 5 tahun. Kata ibu , "wes belajar sek wae mbak , alon-alon". Atau belajar dulu saja mba, pelan --pelan. Kata ibuku juga puasa nyambung saja sudah cukup. Alhamdulillah waktu kelas 3 SD umur 7 tahun puasanya sudah full. Tak perlu takut juga ada ejekan dari kakak saya. Itulah salah satu cerita di masa kecil saya pada bulan puasa yang masih teringat di memori sebagai kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun