Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dukun [Bagian Dua]

11 Juli 2020   16:53 Diperbarui: 12 Juli 2020   16:50 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

<< Sebelumnya

"Minumlah!" katanya setengah memaksa.

Karena merasa tidak enak dengannya, kuterima uluran gelas dari tangannya, dan setelah Aku menghabiskan air di dalam Gelas itu, tiba-tiba saja Aku merasa diriku telah berada di tempat lain. Tadi setelah menelan tegukan yang terakhir dari air di dalam Gelas itu tiba-tiba saja tubuhku seperti terlempar ke dalam suatu ruangan yang suasanya terasa begitu berbeda dari ruangan-ruangan yang pernah kudatangi sebelumnya.

Di antara suara dentingan Piano, musik yang biasa kudengar untuk menidurkan Anak-anak kecil itu tiba-tiba saja Aku telah berada di dalam  suatu ruangan yang dinding-dinding itu dipenuhi dengan lukisan gambar-gambar lucu kesukaan anak-anak kecil. Kucium pipi seorang Gadis kecil yang entah bagaimana ceritanya tiba-tiba saja sudah berada di dalam pelukanku di dalam ruangan ini.


"Bunda, jangan tinggalkan Aku," suara Gadis kecil ini kudengar pelan di telingaku sambil memeluk erat tubuhku.

Di antara tatapan mata orang-orang yang sepertinya tengah menatap aneh ke arahku yang tengah menciumi Gadis kecil yang tengah memeluk erat tubuhku di dalam ruangan ini. Aku merasa wajahku tebal dan keras seperti Hulk, raksasa berwarna hijau yang sering kulihat di layar televisi. Sesaat Aku tutup wajah ini dengan kedua tanganku sambil terus ber-istighfar berulangkali, lambat laun wajahku kembali seperti semula. Tapi tak berapa lama kemudian wajahku menebal dan keras kembali, normal lagi, begitu terus berulang-ulang, sampai tanganku ada yang menarik. Aku kaget dan saat memalingkan wajah, kulihat ada wajah Nenek tersenyum di sebelahku.

Nenek?

Bukankah beliau sudah tenang di alam sana? Kenapa sekarang beliau berada di tempat ini dan duduk dihadapanku sambil memegangi tanganku?

Nenek memandangi wajahku penuh kasih, tak berapa lama, beliau mendekatkan mulutnya ke belakang leherku. Gigi taringnyanya yang berubah menjadi runcing-runcing dan tajam itu langsung melukai kulit leherku. Aku berusaha berontak karena merasa begitu sakit tapi tenaga Nenek yang Aku tau telah meninggal dunia itu saat ini terasa begitu kuat buatku.

Aku merasa leher kiri dan kanan-ku digigit dan dihisap oleh Nenek. Tak berapa lama Nenek melepas gigitannya, beliau lalu meludah dan memuntahkan sesuatu dari dalam mulutnya. Di antara darah segar yang telah menghitam dari bekas ludahan Nenek di atas lantai, Aku melihat ada tiga  gumpalan besar  rambut yang jatuh dari dalam mulutnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun