Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Penunggu Hutan Larangan

9 Oktober 2019   21:10 Diperbarui: 10 Oktober 2019   23:07 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

<< Sebelumnya

****

"Kenapa Mas lakukan ini padaku?" Tanya wanita cantik berkulit kuning langsat ini menangis sesegukan sambil merapikan rambut dan pakaiannya yang masih acak-acakan.

"Aku akan menikahimu," kataku pelan, sambil menatap wanita cantik berkacamata yang tengah berusaha menahan tangisnya sambil kembali mengenakan celana dalamnya.

"Di kota aku sudah memiliki tunangan, Mas! Sehari sebelum aku di tugaskan ke desa terpencil ini, aku sudah berjanji akan menikah dengannya selepas aku menyelesaikan tugasku di tempat ini.

Apa yang harus aku katakan pada tunanganku itu nanti?"

****

Di antara angin yang bertiup kencang, di antara aroma wangi yang berasal dari kepulan asap pembakaran kulit dan ranting-ranting kayu gaharu, tiba--tiba saja terdengar suara Saluang di antara suara air hujan dan angin yang bertiup kencang di tempat ini.

Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tetapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Biasanya pada bagian atas saluang diserut untuk dibuat meruncing sekitar 45 derajat sesuai ketebalan bambu.

Aroma khas Damar wangi kayu gaharu semakin tercium santar di tempat ini, seiring dengan kehadiran Nenek tua berkerudung bergo panjang warna merah marun yang tiba-tiba muncul di depan pondok kayu ini. Aku dan wanita cantik berkulit kuning langsat di sebelahku ini tercekat saat menatap ke arah pintu pondok dimana sosok Nenek tua itu berdiri.

"Lancang! Berani-beraninya kalian berbuat mesum di tempat ini." Bentak Nenek tua yang baru datang itu sambil terus melotot ke arah kami.

"Ampun Nek. Aku tahu kami bersalah karena telah berbuat mesum di tempat ini," jawabku pelan sambil menunduk, tidak berani menatap mata Nenek tua yang wajahnya sekilas terlihat begitu mirip dengan wanita cantik berkacamata ini.

"Enak saja kau meminta maaf, setelah menodai cucuku dan membuat kotor tempat ini! 

Atas kekurang ajaran kalian berdua di tempat ini, maka kalian berdua harus di hukum!" Bentak Nenek tua di depan pintu pondok kayu itu sambil melotot ke arahku.

"Aku mohon bebaskan wanita ini Nek, dia tidak bersalah, akulah yang bersalah karena telah membawanya ke tempat ini. Dan untuk menebus kesalahannya, aku rela mati demi wanita ini. Aku bersedia menanggung hukumannya seorang diri, jadi tolong bebaskan wanita ini, Nek." Kataku pelan sambil melirik ke arah wanita cantik yang tengah menangis ketakutan sambil memegang erat tanganku ini.

"Sombong! Berani-beraninya kau hendak menjadi pahlawan kesiangan di tempat ini. Baiklah jika memang itu maumu!"

"Apapun akan aku lakukan, asalkan Nenek bersedia membebaskan wanita ini,"

"Baiklah! Sesuai dengan keinginanmu untuk menanggung hukuman yang seharusnya juga aku berikan pada cucuku yang juga ikut membuat kotor tempat ini, maka sekarang aku putuskan bahwa dia boleh pergi meninggalkan Hutan larangan ini, sedangkan kau harus tetap menerima hukumanmu di tempat ini."

Nenek tua berkerudung bergo panjang merah marun itu berkata sambil menunjuk ke arahku dan wanita cantik berkacamata secara bergantian dengan tongkat kayu di tangannya.

“Cucu?”

Aku dan Wanita cantik yang berasal dari kota itu saling berpandangan antara satu sama lainnya saat mendengar Nenek tua berkerudung bergo panjang merah marun itu memanggil "cucu" pada wanita cantik berkacamata di sebelahku ini.

Nenek tua di depan pintu pondok kayu itu tiba-tiba mengetukkan tongkat kayu yang ada di dalam genggaman tangan kirinya itu tiga kali.

Tak lama setelah Nenek tua yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun itu mengetukan tongkatnya ke tanah tiga kali. Tiba-tiba saja terdengar suara auman Harimau di luar pondok kayu di dalam Hutan larangan ini.

****

Di antara aroma khas damar wangi kayu gaharu dan suara Saluang yang terdengar pelan, di antara suara air hujan, aku dan wanita cantik berkulit kuning langsat ini tecekat, saat melihat seekor Harimau Sumatera jantan yang memiliki panjang sekitar 250 cm dari kepala ke kakinya, itu tiba-tiba masuk ke dalam pondok kayu di dalam Hutan larangan ini.

Wanita cantik berkulit kuning langsat di sebelahku ini terlihat tegang saat melihat kemunculan Harimau jantan yang memiliki berat sekitar 140 kg, dengan tinggi sekitar 60 cm di depannya itu menatap buas ke arah Lelaki sampan di dekatnya.

“Datuk Garang Bamato Merah!” Pekik wanita cantik berkacamata ini sambil melihat ke arah Harimau jantan di depannya.

“Kamu tahu nama Harimau jantan itu?” tanyaku heran sambil melihat ke arah wanita cantik berkacamata di sebelahku.

“Tahu, dahulu waktu aku masih kecil dia sering mendatangiku, saat kakekku masih hidup.” Jawab wanita cantik berkacamata ini masih tegang sambil terus menatap ke arah Harimau jantan di depannya.

****

"Sekarang di depan kalian berdua telah berdiri Datuk Garang Bamato Merah yang siap menerkam dan mencabik-cabik tubuh salah satu di antara kalian berdua sebagai hukuman atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan di tempat ini. Apa kau masih mau menggantikan hukuman wanita di sebelahmu itu dengan cara menggantikan dirinya yang hendak di terkam oleh harimau ini?"

Nenek tua yang mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun itu bertanya sambil tersenyum menatap ke arahku.

"Aku bersedia, Nek. Sekarang aku mohon, bebaskan wanita ini, biar aku yang menanggung hukumannya, akibat kesalahan kami berdua di tempat ini tadi."

Aku berkata yakin sambil menatap Harimau Sumatera yang memiliki warna kuning kemerahan sedikit gelap di samping Nenek tua bermata tajam yang tengah berdiri di depan pintu pondok kayu.

"Tidak!"

Tiba-tiba wanita cantik berkacamata yang tadi sempat tegang saat melihat kehadiran Nenek tua dan Harimau Sumatera di depan pintu itu berdiri dari bale-bale kayu yang tengah di dudukinya.

"Dia tidak bersalah, Nek. Aku yang menggodanya tadi, jika tidak karena aku goda, tidak mungkin kami akan berbuat mesum di tempat ini."

Wanita cantik berkacamata ini berkata sambil menatap Harimau jantan di depannya yang tiba-tiba saja mengibas-ibaskan ekornya dan terlihat begitu jinak di depannya.

"Bebaskan dia, Nek. Dia sudah banyak menolongku, aku rela menggantikan hukumannya saat ini," kata wanita cantik berkacamata ini kembali berkata lirih sambil melirik ke arah Lelaki muda di sebelahnya.

"Keputusan sudah di buat, hukuman telah di jatuhkan. Sesuai dengan permintaannya tadi sebelum aku memanggil Datuk Garang Bamato Merah ketempat ini. Maka dia harus tetap menjalani hukumannya, tapi karena kalian berdua sudah mengakui kesalahan yang sudah kalian perbuat di tempat ini, maka aku putuskan untuk mengganti hukumannya.

Datuk Garang Bamato Merah tidak jadi membunuhnya, dia boleh hidup, tapi dengan syarat dia harus segera menikahimu.

Anak muda! Apa kau bersedia menikahi wanita di sebelahmu itu?” Tanya Nenek tua berkerudung bergo panjang merah marun di depan pintu sambil menunjuk ke arahku.

“Aku bersedia Nek.” Jawabku yakin sambil menatap wanita cantik berkacamata di sebelahku.

“Apa kau bersedia menikah dengannya?” Tanya Nenek tua di depan pintu sambil melihat ke arah wanita cantik berkacamata itu.

"Aku bersedia Nek,"

Wanita cantik berkulit kuning langsat itu menjawab yakin sambil menganggukan kepala seraya menatap Lelaki sampan di sebelahnya.

"Anak muda! Apa kau tahu akibatnya karena telah berani merenggut kesucian wanita yang memiliki titisan ilmu harimau ini?" Tanya Nenek tua berkerudung merah marun itu sambil menatap Lelaki sampan di depannya.

“Aku tidak tahu Nek,” Jawabku pelan sambil menundukan kepala setelah menatap wanita cantik berkacamata di sebelahku.

“Karena kau telah berani bersetubuh dengan wanita yang memiliki garis keturunan siluman harimau, maka selama 40 hari tubuhmu akan berubah menjadi harimau jadian dan kutukanmu itu baru bisa hilang  jika sebelum 40 hari kau mendapatkan restu dari kedua orang tua wanita ini untuk menikahi anak gadisnya.

Dan jika kedua orang tua wanita ini tidak bersedia anaknya kau nikahi, maka setiap bulan purnama wujudmu akan berubah menjadi seekor harimau. Tapi jika kedua orang tua wanita ini memberi restu padamu untuk menikahi anak gadisnya, maka kau akan terbebas dari semua kutukan yang tadi sudah kau sanggupi sebagai hukumanmu karena telah berani membuat kotor tempat ini.” jawab Nenek tua berkerudung merah marun itu sambil menatap lelaki sampan di depannya.

Siluman harimau, manusia harimau, harimau jadian, atau inyik adalah siluman yang memiliki karakteristik harimau yang terdapat pada seorang manusia. 

 

Ilmu yang di tekuni siluman harimau berasal dari sumatera. Ilmu ini akan turun ke generasi berikutnya.


Raja-raja pada zaman dahulu di sumatera terutama suku melayu, suku minang dan suku rejang banyak memiliki ilmu harimau secara turun temurun. Di jawa barat, suku sunda juga memiliki kepercayaan bahwa Prabu Siliwangi juga merupakan pemilik ilmu siluman harimau.

****

"Auuummmmm…," terdengar suara raungan Harimau di antara di antara hembusan angin yang bertiup kencang di tengah Hutan Larangan ini, di sertai kilatan cahaya petir sore menjelang malam ini. Aku merasakan ada hawa dingin yang masuk, merayap naik, dan menjalar keseluruh tubuhku.

Aku merasakan seperti ada yang sesuatu yang ingin keluar dari dalam tubuhku, dan ketika aku membuka mulutku, dan yang keluar adalah suara auman Harimau jantan.

"Aaauuummmm.."

Suaraku menggema di tengah Hutan Larangan di sertai perubahan pada tubuhku. Bersamaan suara auman Harimau jantan yang keluar dari dalam mulutku barusan, aku terlempar keluar dari dalam tubuhku sendiri, terhempas di sudut Makam keramat. 

Kulihat Nenek tua berkerudung bergo panjang merah marun itu tengah berbicara pada wanita cantik berkacamata, suaranya terdengar cukup jelas ke telingaku saat ini. setelah dia selesai berbicara. Tiba--tiba tubuhku menjadi ringan, dan seperti asap, aku tersedot masuk kembali masuk ke dalam tubuhku yang saat ini kulihat telah berubah menjadi seekor Harimau besar di depan wanita cantik berkacamata yang wajahnya terlihat begitu mirip dengan Nenek tua yang mengenakan kerudung merah marun itu.

Di antara suara Saluang yang masih terdengar pelan, di keremangan cahaya, Datuk Garang Bamato Merah dan Nenek tua berkerudung bergo panjang warna merah marun itu terus berjalan, meninggalkan aku dan wanita cantik berkacamata yang tengah menangis sesegukan karena mendapati bahwa Lelaki sampan yang sedari tadi bersamanya itu, saat ini telah berubah menjadi seekor Harimau jantan di depannya.

"Demi langit yang aku panggil sebagai ayah dan bumi yang aku panggil sebagai ibu. Demi ayah dan ibuku serta Tuhan yang menyaksikan perbuatan kalian berdua di tempat ini, aku iklaskan kalian menjadi pasangan suami istri, Andini, jika kau memang menyayangi lelaki ini, pergilah temui kedua orang tuamu sebelum 40 hari untuk meminta restu pada kedua orang tuamu agar merestui pernikahan kalian berdua nanti."

Di antara suara Saluang yang perlahan mulai menjauh dari tempat ini, sayup-sayup kudengar suara Nenek tua berkerudung bergo panjang merah marun ini berkata pada wanita cantik berkacamata yang tengah menangis sesegukan di samping Harimau jantan di pinggir Makam Keramat di tengah--tengah Hutan Larangan.


Bersambung-

Bahan bacaan: 1,2,3

Catatan : Di buat oleh, Warkasa1919 dan Apriani Dinni. Baca juga Aku dan Nenek Misterius di Hutan Larangan yang di buat oleh, Apriani Dinni. Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun