Di antara keramaian kota yang pernah menjadi tempat kelahiranmu, di antara tatapan mata orang-orang yang lalu lalang di depanku, saat ini pun aku masih seperti sedang duduk berdua denganmu di bangku  ini. Semua kenanganku bersamamu masih terlihat jelas di mataku. Tubuhku berada di tempat ini, tapi hati dan pikiranku saat ini terbang bersama semua kenanganku bersamamu di enam belas dua puluh yang telah lalu.
"Berjanjilah," pintamu pelan, setengah berbisik di telingaku.
"Berjanji untuk apa?" tanyaku sambil menatap paras cantik wajahmu.
"Berjanjilah padaku, bahwa apapun yang akan terjadi, Mas tidak akan pernah meninggalkanku."
"Iya, Aku berjanji." jawabku pelan, sambil tersenyum menatap mata indahmu.
Di enam belas dua puluh, sebelum berpisah denganku, engkau kembali menangis sesegukan di bahuku.
"Kenapa engkau menangis? Apa engkau menyesal, telah bertemu denganku di tempat ini?" tanyaku sambil mengusap air matamu.
"Tidak! Aku bahagia, bahkan, saat ini aku masih seperti bermimpi. Hingga detik ini pun aku masih seperti tidak percaya, bahwa engkau dan aku telah menyatu di tempat ini." Jawabmu, sambil berusaha menahan tangismu.
"Begitupun aku," bisikku pelan, sambil kembali mengecup lembut bibirmu.
"Jika ini adalah mimpi, aku tidak ingin terjaga saat ini." katamu pelan, sambil menatap sendu ke arahku.