Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku dan Sang Waktu

15 Januari 2019   22:45 Diperbarui: 15 Januari 2019   22:57 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Delapan Belas 

Dewi Malam

 *

Langkahku terhenti di depan seorang wanita cantik yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam pekat di depanku. Kubalas tatapan wanita berwajah cantik yang tengah tersenyum sambil terus menatap kearahku itu. Hem, luar biasa sekali wanita ini? pikirku sambil terus menatap kedua bola matanya itu.

Melalui sorot matanya, kucoba terka wanita cantik yang sedang tersenyum dingin sambil terus menatap ke arahku itu. Tetapi semakin kutentang sorot matanya, semakin terombang-ambing pula rasaku di dalam lautan rasanya.

"Dasar anak nakal!" kudengar suara orang menegurku.

Kutatap bibir wanita cantik paruh baya yang mengenakan jubah panjang warna hitam pekat di depanku, sedari tadi bibirnya kulihat diam tak bergerak. Bagaimana mungkin dia bisa bicara tanpa membuka bibirnya?

Jangan-jangan?

Mengingat kemungkinan itu. Aku jadi senyum-senyum sendiri sambil kembali menatap bibir wanita cantik yang mengenakan lipstick berwarna gelap di depanku itu.

"Dasar anak nakal!!" kudengar suara itu lagi. Kali ini dengan nada sedikit jengah. Kutatap wajahnya merah merona bak udang rebus.

Astaga!

Ternyata, dia bukan cuma bisa berbicara tanpa membuka mulutnya saja. Tapi, dia juga bisa mendengarkan suara yang ada di dalam hatiku saat ini. Gawat! Pikirku lagi sambil kembali menatap ke arah bibirnya. Kulihat agak meruncing kedepan.

"Dasar anak nakal!" kudengar suara itu lagi, kali ini dengan nada sedikit jengkel.

Jangan-jangan dia adalah Setan yang hendak menggangguku? Pikirku lagi sambil kembali menatap wanita cantik yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam pekat di depanku itu penuh selidik.

"Haa.. Aku menggodamu? Apa tidak salah?" kudengar lagi suara itu, tapi kali ini suara itu keluar berbarengan dengan mulutnya yang terbuka sedikit lebar. Mungkin dia sudah tidak tahan lagi untuk menutup mulutnya itu lebih lama di depanku.

"Apakah engkau adalah jelmaan Setan yang hendak menggodaku?" tanyaku penuh selidik.

"Iblis saja enggan lama-lama berada di dekatmu, apalagi aku?" kata wanita cantik yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam pekat ini, lalu tertawa cekikikan sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Jangan suka menuduh sembarangan. Tidak baik!" katanya lagi setelah tawanya sedikit reda barusan.

"Lantas? Kenapa engkau menghalangi langkahku ketika aku hendak mendatangi suara panggilan itu?" tanyaku lagi pada wanita paruh baya yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam pekat di depanku itu.

"Pakaianmu terlalu kotor untuk pergi ketempat suara itu," jawabnya kalem.

Kuperhatikan wanita cantik yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam pekat di depanku. Sedikit memiringkan kepala, aku coba mengintip ke arah rambut hitam panjangnya yang terlihat begitu indah dari balik jubah hitam yang menutupi sebagian kepalanya itu.

"Kenapa engkau memiringkan kepalamu sambil terus menatapku?" tanyanya lagi, sambil  tersenyum simpul menatap ke arahku.

"Apakah engkau memiliki sepasang tanduk kecil di kepalamu?" tanyaku sembari menatap kepalanya.

"Dasar!" katanya lagi, lalu tertawa terpingkal-pingkal di depanku.

"Gambaran Setan seperti yang ada di dalam pikiranmu itukan hanya imajinasi yang berasal dari orang-orang yang sebenarnya belum pernah melihat wujud Setan yang sebenarnya." katanya lagi. seraya kembali menutup mulutnya. Hem, sepertinya memang ada yang dia sembunyikan di dalam mulutnya. Jangan-jangan dia memiliki gigi taring yang panjang seperti para Drakula, seperti yang pernah kulihat di layar televisi.

"Buka bajumu," katanya lagi masih memegang mulutnya sendiri sambil tertawa cekikikan di depanku.

"Tuh kan benar, engkau pasti berniat hendak menjerumuskan aku ke dalam kubangan dosa.." kataku lagi, sambil kembali menatap ke arah wanita cantik yang masih memegang mulutnya itu.

"Dasar! Hemm, kok bisa-bisanya Dewi empat musim menyukai orang sepertimu ya?" katanya lagi sambil melihat ke atas langit-langit ruangan bangunan megah berwarna hitam ini, lalu kembali tertawa terpingkal-pingkal di depanku. "Kenapa?" tanyanya lagi setelah tawanya sedikit reda. "Engkau malu membuka pakaianmu di depanku?" katanya lagi, lalu mengedipkan sebelah matanya sambil tertawa cekikikan seolah sedang menggodaku.

"Membuka pakaian di depan wanita berkerudung biru dan wanita cantik yang memiliki model rambut bob ala Kylie Jenner itu kenapa engkau tidak malu?" tanyanya lagi. Lalu tertawa lepas sambil melihat ke arahku yang tengah bengong sambil terus melihat ke arahnya.

"Bagaimana engkau bisa tahu, jika aku telah membuka pakaian kedua wanita itu?" tanyaku penasaran pada wanita cantik yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam pekat di depanku ini.

"Ooo, jadi engkau yang membuka pakaian mereka? Bukan mereka yang membuka pakaianmu?" tanyanya lagi berlagak pilon.

"Iya," jawabku jujur.

"Dasar! Jadi apa lagi yang mesti kugoda dari orang sepertimu? Aku malah kuatir jangan-jangan sebentar lagi engkau yang bakal menggoda dan menjerumuskanku ke dalam kubangan dosa," katanya lagi, lalu kembali tertawa terpingkal-pingkal di depanku.

"Hemm," Cuma itu yang keluar dari mulutku mendengar ucapannya barusan.

"Bagaimana engkau bisa tahu apa yang sudah kulakukan pada dua wanita itu? Padahal saat itu engkau tidak sedang berada di dekatku?" tanyaku sedikit heran sambil kembali menatap ke arah rambut hitamnya.

"Apa sih yang tidak kuketahui tentangmu?" katanya lagi sembari tersenyum menatapku. "Engkau sudah berani masuk ke dalam ruang alam hayalan tanpa seizinku, sudah berani memakai pakaian hitam kebesaranku. Aaahhh, dasar anak nakal!" katanya lagi sambil melihat ke arah baju kemeja lengan panjang berwarna coklat muda yang sudah terlihat begitu kumal itu.

"Engkau yang terlahir di saat hujan petir menjelang fajar, tanpa terasa. Ternyata sekarang engkau sudah sebesar ini. Hemm..dasar anak nakal! Sekarang buka bajumu. Ganti dengan yang ini," katanya lagi seraya mengeluarkan sesuatu dari balik jubah panjangnya.

Kuterima bungkusan yang barusan di sodorkan oleh wanita cantik yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam pekat di depanku. Setelah kuterima, dan kubuka. Ternyata bungkusan itu berisi pakaian yang di berikan oleh lelaki muda dari masa depan buatku beberapa waktu yang lalu.

Aku ingat. Saat itu ketika akan mengganti pakaian lamaku dengan pakaian baru yang di berikan oleh lelaki muda yang berasal dari masa depan itu, iseng-iseng aku mengintip ke dalam ruang alam hayalan yang kala itu pintunya sedikit terbuka.

Dan sebelum aku pergi bersama wanita cantik berwajah sedikit pucat tanpa riasan makeup masuk ke dalam ruang alam hayalan itu, pakaian pemberian lelaki muda yang berasal dari masa depan itu kuletakan pas di sebelah luar pintu ruang alam hayalan.

Baca juga : Ruang Waktu

"Anak nakal! Tunggu apa lagi? Ayo lekas ganti pakaianmu. Sang waktu sudah menunggumu sedari tadi di luar sana." Suara wanita cantik yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam pekat itu mengagetkanku.


Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun