Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Sang Waktu

18 November 2018   15:18 Diperbarui: 22 November 2018   18:20 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian Tiga Belas

Secangkir Kopi  

*

" Apakah dia sudah berada disini? " Terdengar suara dengan aksen sedikit berat dari lelaki berkumis tebal di ruang tengah sana.

" Sudah." Jawab wanita cantik disampingku ini sambil memasuki ruangan tengah rumah yang memiliki desain rumah adat jawa ini.

Lelaki berkumis tebal itu melihat kearah wanita cantik yang mengenakan sleeveless maxi dress berwarna hitam dengan aksen button serta kain selendang berwarna hitam yang dia pakai untuk menutupi belahan dadanya itu.

" Dimana dia saat ini?" Tanya-nya lagi, seraya menatap kearah wanita cantik yang memiliki rambut pendek sebahu dengan model rambut bob ala Kylie Jenner itu.

" Disini." Jawabnya lagi sambil melihat kearahku yang saat ini masih berdiri disampingnya.

Teng...

Teng....

Teng....

Suara jam dinding di sebelah cermin besar di tengah ruangan ini berdentang keras sebanyak tiga kali.

Sambil mengusap bulu tengkuknya, dia melihat kearah cermin besar dimana dia melihat ada pantulan dirinya sedang duduk di hadapan wanita cantik yang dilihatnya sedang duduk sendirian sambil tersenyum ke sebelahnya itu.

" Apa ada permintaan-nya, sebelum kita melakukan ritual melihat masa depan? " Tanya-nya lagi pada wanita cantik berambut pendek sebahu dengan model rambut bob ala Kylie Jenner di depan-nya itu.

" Ada." Jawab wanita cantik ini, masih tersenyum kearahku.

" Coba sebutkan. Apa permintaannya? Apakah dia meminta minyak Apel Jin, Minyak Cendana, Gaharu, Cinnamon, Sandalwood atau Minyak Bulus." Katanya lagi dengan wajah serius, sambil menatap wanita cantik berambut pendek sebahu dengan model rambut bob ala Kylie Jenner di sebelahku itu.

" Ngawur aja nih dukun." Pikirku sambil tersenyum geli mendengar akhir ucapan-nya barusan.

Setahuku minyak yang berasal dari binatang bulus itu berfungsi untuk membesarkan alat vital. Memangnya, ada jin yang mau dipanggil dengan minyak pembesar alat vital!

" Dia cuma minta secangkir kopi Sanger dan rokok Magnum Mild warna biru sebungkus." Jawabnya pelan sambil melirik kearahku.

Kopi Sanger pada awalnya berasal dari kata Sanggeng, yang dalam bahasa Aceh berarti bodoh. Disebut bodoh karena kopi pesanan ini tidak jelas bentuknya, bukan kopi dan bukan pula kopi susu.

Istilah Sanggeng bergeser menjadi sanger dan menjadi populer di kalangan mahasiswa pada era tahun 90-an. Dimana sanger diartikan menjadi "sama--sama ngerti" dengan maksud kopi susu yang dipesan tidak terlalu banyak susunya atau pun kopinya, sehingga harganya juga lebih miring dari kopi susu asli.

" Baiklah..Terkabul!" Katanya lagi. Lagaknya sudah seperti Jin yang baru saja di keluarkan dari dalam botol.

" Ada lagi? " Tanya-nya lagi, dengan nada sedikit girang.

Ternyata permintaan Jin yang baru datang ini tidaklah begitu sulit. Pikirnya, sambil tersenyum lebar kearah keris hitam legam yang sudah tidak berdiri lagi itu.

Mungkin dia berpikir kalau aku berada didalam keris itu.

" Ada." Kata perempuan ini lagi, sambil menatap kearah mata dukun politik yang memakai blangkon serta pakaian yang berwarna hitam itu.

" Apa permintaan keduanya? " Tanya-nya lagi, begitu yakin kalau dia pasti bisa mengabulkan permintaan Jin yang baru datang ini.

" Dia minta agar anak kecil yang berada di dalam keris hitam itu segera dibebaskan." Jawab wanita cantik, yang memiliki rambut pendek sebahu dengan model rambut bob ala Kylie Jenner itu sambil tersenyum menatap kearah keris berwarna hitam legam diatas tumpukan kembang setaman.

" Apa!!" Jawabnya sedikit kaget, kulihat hampir saja dia terlompat dari tempat duduknya saat ini.

Kutatap wajah dingin pria berkumis tebal yang mengenakan blangkon dan setelan pakaian berwarna hitam didepanku itu.

" Tidak mungkin!" Serunya sedikit gusar sambil menatap kearah keris hitam didepannya itu.

" Kenapa? " Tanya wanita cantik disebelahku ini.

" Karena, cuma ada satu orang yang mampu membebaskan dan mengeluarkan dia dari situ " Katanya lagi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri.

" Siapa dia? " Tanya wanita cantik ini lagi, mengikuti ucapanku.

"Di dalam dunia supranatural, dia di juluki Kelana Senja, begitu sulit untuk menjumpainya. Apalagi untuk membawanya ketempat ini, dan meminta tolong agar dia mengeluarkan anak itu dari dalam keris ini." Katanya lagi. 

**

Mataku menatap kesekeliling ruangan warung kopi yang semuanya terbuat kayu.

Kutatap seorang lelaki tua yang sedang duduk menghadap kearah secangkir kopi diantara meja dan kursi yang tertata rapi diwarung ini. 

Kulihat, di ruangan ini, hanya ada dia, dan seorang ibu tua berkerudung putih yang aku tahu adalah pemilik warung kopi ini.

Setelah mengucapkan salam, aku masuk kedalam warung dan langsung menghampirinya.

" Duduklah.." Kata ibu tua berkerudung putih didepan sahabat tuaku itu sambil tersenyum kearahku.

Kutatap seraut wajah keibuan wanita yang masih menyimpan sisa- sisa kecantikan masa mudanya itu. 

Masih kudapati sepasang mata sendu dengan kesedihan yang begitu mendalam di situ. Ku anggukan kepala pada wanita berusia 63 tahun yang barusan memintaku duduk sambil beranjak dari tempat duduknya itu.

Setelah ibu tua itu berlalu, kulirik wajah tua yang begitu teduh dan tenang didepanku ini. Kulihat kakinya masih mengenakan sendal jepit yang sudah putus sebelah, dan disambung lagi dengan menggunakan tali seadanya seperti beberapa waktu yang lalu. 

Kaki kanan-nya mengenakan sendal jepit berwarna merah sedangkan kaki kirinya mengenakan sandal jepit berwarna biru. Pakaian warna coklat pudar yang di kenakan-nya, sedikit lebih kumal dari pakaian yang kukenakan saat ini.

Teringat pertemuanku dengan-nya beberapa waktu yang lalu.

Ketika itu, aku sedang melintas di suatu jalan. Aku berhenti, ketika lelaki tua ini menyapaku.Dan sore itu, sambil merokok dipinggir jalan, kami mengobrol tentang banyak hal.

Menurutnya, dunia ini sudah sangat tua, makanya jangan heran kalau zaman jahiliyyah yang dulu pernah ada. Saat ini kembali  di ulang di masa kini.

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia,  Jahiliyyah adalah konsep dalam agama Islam yang menunjukkan masa di mana penduduk Mekkah berada dalam ketidaktahuan (kebodohan). 

Akar istilah jahiliyyah adalah bentuk kata kerja I pada kata jahala, yang memiliki arti menjadi bodoh, bodoh, bersikap dengan bodoh atau tidak peduli.

Dalam syariat Islam memiliki arti "ketidaktahuan akan petunjuk Ilahi" atau "kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan". 

Keadaan tersebut merujuk pada situasi bangsa Arab kuno, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-Islam sebelum diutusnya seorang rasul yang bernama Muhammad.

Menurutku, ada benarnya juga. Sebab dari beberapa berita yang beredar di Social media, aku seperti ditunjukan. Bahwa memang begitu  jahil dan nakal sekali anak-anak manusia saat ini.

Lihat saja berita tentang seorang anak lelaki yang meniduri ibu kandungnya sendiri, sehingga sang ibu melahirkan bayi yang kelak tidak tahu harus memanggil apa, pada orang yang sudah meng-hamili ibunya itu.

Beberapa perkawinan sejenis mulai di legalkan. 

Di beberapa tempat, justru turut di saksikan dan di restui oleh pemuka agama disitu. Belum hilang berita tentang maraknya perkawinan sejenis antar anak manusia. Media online kembali memberitakan tentang seorang wanita yang memutuskan untuk menikahi anjing kesayangan-nya.

Upacara pernikahan yang di sahkan salah seorang pemuka agama itu, juga di saksikan oleh beberapa anak manusia lainnya. Pesta pernikahannya juga dilakukan persis seperti pernikahan sepasang  anak manusia pada umumnya.

Dan jika melihat berita-berita yang ada di layar televisi saat ini. Kembali mengingatkan ku pada kisah para nabi di zaman dahulu, dan sepertinya  memang benar kata bapak tua di samping-ku ini, jika tradisi  yang ada saat ini,  hanyalah pengulangan dari tradisi-tradisi yang dulu pernah ada.

Semua jenis kenakalan yang pernah dilakukan oleh anak manusia mulai dari zaman nabi yang pertama dulu, hingga nabi yang terakhir di turunkan, sepertinya kembali di ulang di masa kini.

Sayangnya para nabi saat ini sudah tidak ada. Zaman sekarang, yang seharusnya jadi tuntunan malah di jadikan tontonan. Sedangkan, yang seharusnya menjadi tontonan malah di jadikan tuntunan.

Belasan tahun yang lalu, moral dan mental generasi penerus di negeri ini sudah mulai di rusak melalui tontonan oleh para pendusta yang berkedok agama.

Ibu-ibu rumah tangga yang seharusnya menjadi seorang guru yang baik untuk mengajarkan sopan santun, dan tata krama pada anak-anaknya. Saat ini, malah terlihat  asik dan  terlena dengan segala jenis sinetron di TV yang kebanyakan hanya menjual angan-angan  kosong semata.

Kemana perginya para tokoh agama yang kata orang sebagai penerus para utusan itu?

Setidaknya jika saat ini mereka ada, mungkin mereka bisa sedikit mengingatkan pada saudara-saudaranya.

Kemana perginya para pemimpin, yang di setiap musim pemilihan selalu hadir, membawa janji-janji untuk men-sejahterakan kehidupan rakyat yang dipimpinnya?

Apa memang benar kata bapak tua disampingku ini, bahwa sudah lama sekali, di negeri ini tidak memiliki seorang pemimpin? 

Apa benar kata bapak tua disampingku ini, yang mengatakan bahwa pemimpin dan sebagian  besar rakyat  yang ada di negeri  ini sedang tertidur pulas. 

Jadi siapa sebenarnya mereka-mereka yang selama ini selalu tampil mengatas namakan rakyat, membujuk dan memaksa rakyat dengan memakai topeng  Suku, Ras dan Agama untuk mencapai tujuannya?

Apa benar kata bapak tua disampingku ini, bahwa di negeri ini yang berlaku adalah hukum rimba?

Jika benar. Lalu dimana para manusia-nya berada? 

Apakah di negeri ini memang sudah sangat sedikit yang masih memiliki sifat manusia?

Sehingga  merasa tidak  lagi memerlukan hukum dan peraturan yang di peruntukan bagi  para manusia.

Selesai meminum air putih di dalam botol yang selalu dia bawa kemana-mana. Pak tua ini kembali berkata ;

" Buka matamu dan lihatlah. Sesungguhnya, alam yang terbentang luas ini adalah bacaan bagi orang-orang yang mau menggunakan akal dan fikiran-nya. Maka bacalah dengan nama Tuhanmu yang maha pengasih lagi maha penyayang. Karena sesungguhnya. Tuhan  mengajarkan-mu  dengan perantara kalam." 

Aku ingat, dulu dia pernah bercerita, untuk sekedar menyambung hidupnya, dia bekerja mengumpulkan botol-botol plastik  bekas.

Dalam menjalani pekerjaan-nya, terkadang ia harus merasakan sehari makan dan sehari puasa. Menurutnya, memang tidak mudah untuk tetap menjaga hatinya agar tidak tergoda untuk mengambil barang milik orang lain yang bukan menjadi haknya.

Jujur aku tidak menyangka, masih ada orang yang mempunyai prinsip hidup seperti bapak tua ini, di negeri yang kata orang adalah negeri tempat para bedebah berada. Dimana sebagian orang sudah tidak lagi mau memperdulikan nasib orang lain, di negeri yang sebagian orang-orangnya mempunyai prinsip asalkan perutnya kenyang, perduli setan dengan orang lain yang akan mati kelaparan di depan-nya, ternyata masih ada orang seperti ini kujumpai di pinggir jalan.

Aku seperti baru menemukan sebutir mutiara diantara tumpukan sampah, siapa sangka aku akan  mendengar kata-kata bijak penuh hikmah  dari mulut sahabat tuaku yang berprofesi sebagai pemulung ini.

Untuk lebih jelas siapa sebenarnya lelaki tua ini, silahkan baca : 2019 Pilih Pemimpin

Menurutku, pekerjaan-nya sebagai seorang pemulung bukanlah pekerjaan yang hina, bahkan menurutku lebih mulia dari pada pekerjaan para koruptor yang sering memakan uang rakyatnya.

Para koruptor yang terkadang harus memakai topeng, Suku, Ras dan Agama untuk menutupi wajah-wajah aslinya.

 

***

"Minum bang" Kata ibu tua berkerudung putih itu sambil tersenyum dan meletakan segelas kopi susu dihadapanku.

Sepertinya dia tau, kalau aku baru saja kembali ketempat ini, setelah tadi sempat berjalan lumayan jauh ketempat dimana aku pertamakali bertemu dengannya lelaki tua didepanku ini.

Sambil tersenyum, aku menganggukan kepala pada ibu tua berkerudung putih yang saat ini kulihat sudah duduk disebelahku itu.

Untuk lebih jelas siapa ibu tua berkerudung putih ini, silahkan baca : Cerpen | Dunia Lain

Sambil mengisap sebatang rokok yang baru selesai kubakar, kutarik dalam-dalam, lalu kuhembuskan asapnya pelan-pelan.

Sekali lagi kutatap wajah tua yang begitu teduh dan tenang didepanku ini. Jujur saja aku sedikit bingung mau memulai ceritanya dari mana. Saat ini, aku memang sedang membutuhkan bantuan-nya.

Sambil setengah memicingkan matanya. Seperti orang yang sedang melihat sesuatu yang terlihat begitu samar, dia menyapaku.

" Bulan sembilan tanggal sembilan, sesuai pesanmu pada ibu ini, katanya engkau ingin bertemu denganku di tempat ini. Apa yang bisa kubantu? " Tanya lelaki tua dihadapanku ini sambil tersenyum menatap ke arahku.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun