Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wanita di Penghujung Malam

23 Juni 2018   22:19 Diperbarui: 11 Desember 2018   19:04 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kakak sadar apa yang kami lakukan selama ini salah! kami sudah menghalalkan segala cara dengan maksud untuk mempertahan rumah tangga kami, bahkan hal-hal yang di larang oleh agama pun kami lakukan juga. Tapi kakak sadar, semua itu hanya makin membuat kami semakin terjerumus kedalam kubangan dosa, kakak ingin mengakhiri semua ini, kakak ingin bertobat, kakak sadar rasa cinta dan sayang itu tidak bisa di paksakan. Begitupun kebahagiaan dalam berumah tangga, cuma bisa di dapat dari keiklasan kita untuk menerima kelebihan dan kekurangan pasangan kita masing-masing.” Katanya lagi, sambil menatapku yang tersenyum melihat sifatnya yang berubah-ubah. Terkadang dia begitu yakin dengan apa yang akan di lakukannya, namun sesaat itu juga dia akan kembali ragu dengan apa yang akan diputuskannya itu.

“Ajari kakak bang, bimbing kakak ke jalan yang benar, kakak ingin kebahagiaan dunia akhirat yang di ridhoi oleh Tuhan.” Katanya lagi, sambil membenamkan wajahnya ke dadaku, memeluk erat tubuhku, ku angkat dagunya, kuhapus sisa air mata dipipinya, sambil tersenyum kutatatap wajah yang mulai keliatan sedikit cerah, ada setitik harapan di matanya, setitik harapan untuk mengakhiri semua penderitaan yang telah begitu lama dia rasakan sebelumnya.

Sekarang apapun keputusan suami kakak nanti, kakak serahkan semuanya pada Tuhan sang pemilik rasa. Nanti kakak ceritakan semuanya pada suami kakak. Kataku lagi sambil berusaha meyakinkan untuk membuang semua keraguan di dalam hatinya, aku ingat bahwa Tuhan itu tidak akan mungkin memberi beban dan cobaan kepada seorang hambanya hingga di luar batas kemampuan yang sanggup di pikulnya.

“Tapi abang harus janji mengobati kakak, apapun keputusan nya nanti!” Tuntutnya sambil menatap kedua mataku dalam-dalam, seperti meminta kepastian dari ku. ya, aku janji. Kataku pelan, sambil tersenyum menatap wajahnya.


Selanjutnya >>

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun