Tidurlah kak, sudah hampir pagi. Kataku lagi, sambil berusaha menarik tanganku yang tadi sempat menyentuh sesuatu yang begitu lembut dan kenyal, namun terasa begitu hangat di balik rok kain hitam panjangnya itu.
Wanita berkulit hitam manis itu menatapku, matanya yang berkaca-kaca. Ada rasa kecewa ketika dengan halus aku berusaha menarik tanganku dari balik gengaman jari-jemarinya.
“Abang tidak mau mengobatiku? Atau karena abang jijik setelah tau siapa aku sebenarnya?” Nada suaranya sedikit meninggi, bahunya terguncang-guncang menahan suara tangisnya yang hampir pecah sedari tadi.
Bukan aku tidak mau mengobati kakak, apalagi merasa jijik melakukannya dengan kakak, hanya saja saat ini aku belum tau bagaimana cara mengobati penyakit yang kakak alami itu. Kataku lagi lagi sambil berusaha menenangkannya, berusaha menghibur luka hatinya yang merasa begitu terhina, oleh seorang pria yang baru saja menolaknya. Berusaha menenangkan tangisnya, berusaha memulihkan kepercayaan dirinya yang sempat terhempas jatuh dan hancur berkeping-keping barusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H