Bagian Enam
Binatang Jalang
“TADI kata Bono abang mau ngurut..?” tanya wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di depanku ini. “Iya mak, tadi saya tergelincir pas menyeberang titian. Mungkin kaki dan tangan saya agak terkilir. ” jawabku.
Titian adalah jalan atau sejenis jembatan penyeberangan yang terbuat dari sebatang bambu atau kayu yang melintang, melintasi sungai atau lembah kecil di pedesaan. Orang yang tidak terbiasa melintasinya akan mengalami kesukaran dan mencari-cari pegangan agar bisa sampai di ujung penyeberangan.
“Ya sudah, habiskan dulu kopinya, biar mak menyiapkan minyak urut sama bereskan ruangan tempat ngurut-nya dulu.” kata wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini sambil beranjak dari tempat duduknya, di ikuti Dita dari belakang. “Iya mak.” Jawabku sambil menatap punggung wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun yang menghilang masuk kedalam kamarnya.
“Ngurutnya di kamar ini bang..” terdengar suara wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun dari depan kamar kosong. Kuperhatikan Bono sudah tertidur pulas, terdengar dari suara dengkuran-nya yang mulai teratur.
”Bawa sarung nggak bang..? kalau enggak disini ada sarung.” Suaranya kembali mengagetkanku.
”Iya mak,” jawabku sambil berjalan menuju kamar di mana wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun itu berada.
Kuperhatikan isi kamar, ada wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di dekat meja berukir yang terbuat dari kayu jati, satu kursi yang juga di penuhi ukiran serta ada cermin besar di atas meja mengarah ke arah kasur tipis di sudut ruangan.
“Kalau enggak bawa kain sarung, pakai saja sarung itu,” Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun menunjuk kain sarung di atas kasur tipis di sudut ruangan yang kulihat barusan. Lalu kembali meneruskan menuangkan minyak urut ke dalam wadah di atas meja.