Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wanita Berkerudung Bergo Panjang Merah Marun

24 Mei 2018   08:00 Diperbarui: 15 Februari 2019   21:57 2398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Satu

Penghuni Rumah Panggung

1-penghuni-rumah-panggung-2-jpg-5b1d6819ab12ae1e8e46a2c3.jpg
1-penghuni-rumah-panggung-2-jpg-5b1d6819ab12ae1e8e46a2c3.jpg
*

DI UJUNG jalan, aku melihat ada kebun karet di kejauhan, kupercepat langkah kakiku menuju ke tempat itu. Tanaman karet di kebun ini sepertinya terawat dengan baik, berarti ada pemiliknya disini. Kuikuti jalan setapak di antara batang-batang karet yang seperti mau tumbang di tiup angin itu, kupercepat langkah kakiku menuju ke Rumah Panggung yang berwarna coklat tua  yang sudah mulai terlihat dari sini itu.

Rumah panggung merupakan rumah tradisional Indonesia yang berbentuk panggung, lantai atau dasar rumah ini tidak menempel ketanah, ketinggian rumah panggung bervariasi, tergantung lokasi, berkisar 50 cm bahkan ada yang sampai dua meter. Pola ruang pada rumah panggung tradisional hampir sama, memiliki teras di bagian depan atau samping, beberapa kamar tidur, ruang keluarga dan dapur di bagian belakangnya. Semua ruang berada di dalam rumah kecuali kamar mandi, fondasi menggunakan umpak batu, dinding biasanya menggunakan gedek atau bambu atau juga dari kayu, begitupun untuk tiang dan lantainya. Penutup rangka atap biasanya menggunakan daun kirai atau genteng.

Baru saja aku sampai di depan rumah panggung, hujan turun dengan lebatnya, di sertai suara petir yang mengggelegar, kuhampiri sepasang muda–mudi yang tengah duduk di teras depan rumah panggungnya, ku-ulurkan telapak tanganku pada anak lelaki muda yang melangkah menghampiriku itu.

Sambil memperkenalkan diri, aku pamit untuk numpang berteduh di tempat ini, setelah berkenalan, aku tahu anak lelaki muda itu bernama Bono. Dia lalu mempersilahkan aku masuk kedalam teras rumahnya. Perempuan muda yang tadi kulihat sedang duduk bersama Bono berdiri dari kursi yang di dudukinya itu. Sambil berdiri, dia mempersilahkan aku duduk. 

Setelah mengucapkan terimakasih, ku turunkan tas ransel yang sedari tadi kupanggul di pundakku. Lalu kutaruh tas ranselnya pas di sebelah kursi tempat yang kududuk saat ini.

Perempuan muda bertubuh molek yang barusan pamit masuk ke dalam rumah itu ternyata adalah adik Bono, namanya Dita, usianya sekitar 15 tahun, memiliki rambut panjang sedikit bergelombang terurai hingga sebahu, mengenakan kaos oblong berwarna abu-abu serta celana kain berwarna hitam. 

**

SAMBIL menghisap sebatang rokok yang baru saja selesai kubakar, mataku melirik ke arah Bono yang mengenakan kaos berwarna coklat tua, saat ini, kulihat dia tengah meracik Rokok klembak menyan di atas meja. Bono sendiri kuperkirakan berusia sekitar 20 tahun.

Rokok klembak menyan adalah rokok tembakau yang dicampuri dengan racikan akar klembak dan irisan kemenyan, akar klembak dipercaya memiliki fungsi menenangkan, sedangkan kemenyan bisa memberikan tambahan cita rasa dan aroma yang bernuansa magis, selain itu, menyan sendiri sebenarnya banyak di gunakan masyarakat dalam berbagai ritual tradisional. Rokok jenis ini banyak dinikmati oleh masyarakat kelas bawah di jawa bagian tengah.

Sambil merokok kami mengobrol tentang banyak hal, hingga seorang wanita yang mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun datang membawa nampan berisi dua gelas kopi. 

Kuambil gelas kopi yang di tawarkan oleh wanita tinggi semampai dan sudah cukup berumur yang di panggil “Emak” oleh Bono barusan. 

Kuperkirakan, wanita berkerudung bergo panjang berwarna merah marun yang mengenakan celana kain berwarna hitam type kulot berbahan katun dan terdapat karet di bagian pinggangnya ini berusia sekitar 50 tahunan, walau sudah cukup berumur namun wanita berkulit sawo matang ini kulihat masih menyimpan sisa–sisa kecantikan masa mudanya dulu.

Kerudung adalah semacam selendang yang menutupi sebagian besar atau seluruh bagian atas kepala dan rambut perempuan. Kerudung biasa dipakai karena berbagai tujuan, seperti demi kehangatan, untuk kebersihan, untuk fashion atau dengan alasan keagamaan. 

Kerudung dapat menjadi sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan. Perempuan Yahudi Ortodoks yang sudah menikah misalnya di wajibkan menutupi rambut mereka, kerudung juga dipakai oleh perempuan Kristen Katolik saat menghadiri Misa atau Perayaan Ekaristi, kerudung yang biasa dipakai oleh perempuan Kriten Katolik ini di sebut Kerudung Misa atau Mantila. 

Tapi kerudung atau Jilbab paling umum dikenakan oleh perempuan Muslim, pakaian Islam antara lain Burqa, Chadar, Niqab, dupatta, dan lain –lain, Kata Hijab dalam Bahasa Arab merujuk pada perilaku dan pakaian santun, seringkali di gunakan untuk menjelaskan kerudung yang dipakai oleh perempuan Muslim.

Kerudung Bergo adalah sebutan jilbab dengan model praktis yang memiliki pet (lapisan busa di bagian kening) atau sebelah atas, tujuannya adalah untuk membentuk bagian atas agar terlihat rapi waktu di pakai. Jilbab atau kerudung tersebut sangat memudahkan pemakainya, karena selain praktis kerudung bergo tidak mengurangi kecantikan para pemakainya, makanya selama ini kerudung atau jilbab Bergo di sebut sebagai Jilbab rumahan.

Srupp..

Eehm. terasa enak sekali kopi buatan emak Bono ini. Entah karena cuaca lagi dingin akibat hujan lebat di sertai angin kencang sore ini entah karena memang jenis kopi ini memang berbeda dari kopi yang biasa kuminum, rasa kopi ini terasa begitu pas di lidahku.

Kualihkan pandangan mataku ke tempat lain, ketika tanpa sengaja mataku beradu pandang dengan matanya. Entah kenapa jantungku berdetak sedikit lebih kencang setiap kali tanpa sengaja menatap dan beradu pandang dengan sepasang mata wanita berkerudung bergo panjang merah marun di depanku ini. 

Sorot matanya begitu tajam dan misterius, aku berusaha menepis dan mengusir jauh-jauh bayangan senyum manis wanita berkerudung Bergo panjang merah marun ini dari dalam pikiranku.

Duaarrr….

Aku di kejutkan oleh suara petir, kulirik jam di pergelangan tanganku, aku baru sadar ternyata jam tangan yang kukenakan ini mati, kuperhatikan sekali lagi, ternyata jam tangan ini memang benar–benar sudah mati. Aku tidak tau sudah jam berapa saat ini, hari sudah gelap tapi belum ada tanda- tanda hujan akan berhenti.

“Abang dari mana?”

Suara  wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun  di depanku ini memecah kesunyian, kujelaskan persis seperti apa yang kuceritakan kepada Bono tadi, kulihat wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun  ini diam sebentar, lalu berkata.

”Hari sudah gelap, dan hujan masih belum berhenti, sebaiknya menginap saja di sini. Dusun yang mau abang tuju itu setengah hari perjalanan dari sini ini,” kata wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini, lalu meneruskan ucapannya sambil melihat kearah Bono yang duduk di sebelahku.

“Bono, ajak abang masuk ke dalam, ”

Bersambung

Sumber; 1,2,3,4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun