Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rujak Cingur rasa Kangen

10 April 2010   01:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:53 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_115075" align="alignleft" width="253" caption="Menu Rujak ada di urutan bawah, artinya 'bukan unggulan' (foto dok. pri)"][/caption]

Di antara sekian banyak makanan kampung halaman yang kerap berbinar-binar di dalam kepala adalah rujak cingur. Ya rujak cingur! Kombinasi sayur kangkung, kecambah, kacang panjang, mentimun, tahu, tempe, cingur, dan pisang kapok.Aneka sayur itu diaduk dengan kombinasi bumbu kacang tanah, asam, garam, dan petis. Tentu saja jangan dilewatkan cabai merah. Itu pun harus ganjil, kalau genap rasanya sengak.

Saya tidak tahu mengapa rujak, yang dalam bahasa Singapure menjadi rojak itu yang membangkitkan rasa kangen dalam kepala. Ada soto, yang macamnya banyak sekali, bahkan tiap kota di Indonesia memiliki variasi soto masing-masing. Ada juga rawon, atau aneka sate, atau gudeg. Mengapa bukan jenis bukan makanan itu yang membangkitkan rasa kangen? Mengapa rujak?

Awalnya saya juga heran. Mengapa setiap kali mengunjungi rumah makan Indonesia yang saya cari adalah rujak. Setelah yakin tidak ada rujak baru saya mencari menu yang lain. Awalnya saya menyerah dan hampir hilangan harapan untuk bisa menikmati rujak cingur di Melbourne. Sempat mampir di warung Singapure. Di sana ada menu rojak, jadi saya coba. Hmmm ga nendang banget. Beda sekali dengan bayangan rasa rujak yang ada di dalam kapala. Pertama, isi sayurannya beda. Lebih mirip rujak manis, hanya pakai petis. Kedua, petisnya terlalu banyak. Ketiga, bumbu kacangnya kurang. Keempat, asamnya juga kurang terasa. Pokoknya, rojak emang tidak sama dengan rujak.

Sempat terpikir untuk membuat rujak sendiri. Sudah bertekad hendak membeli segala perlengkapan di pasar. Tapi kendala pada lemper alias cowek untuk menghaluskan segala bumbu. Akhirnya segala niat pelan-pelan dikubur dengan satu keyakinan, ahhh nanti saja pas pulang kampung dipuasin makan rujak. Sekarang nikmati apa yang ada.

Kembali saya berpikir dan merenung, kenapa saya bisa begitu kangen dengan rujak. Ternyata jawabnya sepele, karena saya rindu dengan masa kecil saya. Rujak mengingatkan saya akan semua kenangan masa kecil. Dulu, ibu saya jualan rujak cingur. Tetapi kalau saya minta rujak selalu disuruh membuat sendiri. Dari situ saya bisa membuat rujak seturut kemauan. Mau banyak kacangnya, mau banyak asamnya, terserah saya. Tetapi sebenarnya saya rindu rujak buatan ibu saya. Menurut orang-orang enak, sayang saya belum pernah merasakan. Karena selalu diminta membuat sendiri.

Kenangan akan rujak, menghadirkan kenangan akan masa kecil yang tidak selalu menyenangkan, tetapi dihiasi ketulusan dan kejujuran. Kenangan masa kecil tidak menghadirkan kebohongan dan tipu daya meski banyak hal tidak menggembirakan. Toh paduan aneka kesahajaan itu menghadirkan mosaik indah bernama masa kecil. Rujak dengan banyak petis tidak enak. Terlalu banyak asam tidak enak. Terlalu banyak garam tidak enak. Masing-masing jika di makan sendiri-sendiri juga tidak enak. Namun paduan yang pas, yang seimbang akan menghadirkan rasa yang sungguh menawan. Meski masing-masing sederhana dan bersahaja, kalau dipadu jadi satu, menghasilkan rasa yang menusuk kalbu.

Kawan, akhirnya saya temukan juga rujak itu. Setelah bertemu dan merayakan ekaristi bersama anak-anak mahasiswa di Monash University, saya temukan rujak cingur itu di sebuah warung di sana. Meski tetap tidak seenak rasa yang ada di dalam kepala, toh saya nikmati saja. Karena menyadari bahwaini Melbourne dan bukan Malang, saya putuskan bahwa rujak itu enak. Lengkap dengan krupuknya. Bahkan meski tidak ada cingurnya, tetap namanya rujak cingur. Rujak cingur rasa kangen. Sebagai hadiah, ini gambar rujak cingur rasa kangen itu.

[caption id="attachment_115078" align="alignnone" width="500" caption="meski tanpa cingur dan kurang pedas, tetap bisa jadi obat kangen. (foto dok. pri)"][/caption]

Salam,

Melbourne, 10-04-10

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun