Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jazz, Fashion, dan Obsesi – 4 (habis): Modelmu!

19 Maret 2010   22:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:19 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_97968" align="alignnone" width="500" caption="seorang model yang melangkah di anjungan"][/caption] Beberapa hari ini saya menulis mengenai model. Hasil pengalaman menonton pagelaran L’Oreal Melbourne Fashion Festival (LMFF). Tiba-tiba saja hari ini menancap dalam benak saya satu kata, modelmu. Ini bukan kata dalam bahasa Indonesia, tetapi ungkapan dalam bahasa Jawa sehari-hari.

Ungkapan modelmu sejajar dengan ungkapan (maaf) raimu, dapurmu, gayamu, dan sejenisnya. Sekali lagi maaf, jika saya menggunakan kata-kata ini. Kata-kata ini bukan saya tujukan kepada para pembaca. Kata-kata ini sungguh saya tujukan kepada diri saya sendiri. Ketika saya menulis tentang para model, tentang mimpi mereka menjadi bintang, tentang banyak orang yang bermimpi menjadi bintang; seolah saya lebih baik dari mereka. Dalam konteks ini hati saya menyindir diri saya sendiri dengan ungkapan modelmu!

Nyleneh

Tidak lazim adalah ungkapan yang pas untuk menggambarkan ke-nyleneh-an sesuatu atau seseorang. Tampil nyleneh adalah salah satu cara menarik perhatian. Terlebih dalam dunia yang mengharuskan sesuatu yang lebih dari sekedar luar biasa. Yang biasa sudah bukan jamannya lagi, yang luar biasa jumlahnya sudah banyak. Maka yang dicari adalah yang lebih dari sekadar luar biasa. Nyleneh bisa menjadi jalan ke sana.

Kerap orang tampil nyleneh karena terobsesi dengan sesuatu. Di sini saya hendak bercerita mengenai seorang, saya tidak tahu dia laki-laki atau perempuan, yang memiliki obsesi untuk mengubah gender. Seandainya dia perempuan pasti terobsesi untuk menjadi lelaki. Kalau dia lelaki pasti terobsesi menjadi perempuan. Atau, dia memang terobsesi menjadi perempuan bukan, lelaki juga bukan. Wah, ini saya menjadi bingung.

[caption id="attachment_97966" align="alignleft" width="300" caption="ketika semua mata dan kamera terarah pada model di panggung, ia mengarahkan mata dan kamera pada diri sendiri."][/caption] Orang ini cukup menarik perhatian pengunjung LMFF. Menarik karena orang ini agak sensi. Kerap dia pindah tempat sambil mengomel, merasa diri dihina, diolok-olok, dst. Saya melihat dia selama dua hari acara LMFF. Dia selalu duduk di barisan terdepan dan kerap kali berdiri untuk membetulkan kaos serta rambutnya. Yang menurut pikiran saya, agar ia dilihat orang lain.

Saya sempat khawatir kalau dia orang Indonesia. Kulitnya segelap kulit saya, badannya tak jauh lebih besar dari badan saya. Yang jelas dia berani tampil beda. Ketika semua mata dan kamera terarah kepada model di anjungan ‘kucing berjalan’ dia mengarahkan kamera ke dirinya sendiri.

Hmmm. Sebelum saya terlalu jauh berbicara mengenai sosok yang tidak saya kenal ini, lebih baik saya hentikan. Saya bisa jatuh dalam sebuah pengadilan dan penilaian yang tidak adil. Baiklah kalau saya ambil satu hikmah positif dari dia. Dia berani, dia memiliki ambisi, dan dia berusaha mewujudkannya; entah abgaimana caranya. Karena banyak orang tidak berani bahkan untuk bermimpi sekalipun, apalagi berusaha mewujudkannya.

Meretas

[caption id="attachment_97969" align="alignright" width="300" caption="menggores sebuah mimpi"][/caption] Beda lagi dengan pemuda satu ini. Dia juga berbeda dengan hampir semua pengunjung LMFF. Dia duduk di Federation Square (FS) bukan pertama-tama untuk menonton peragaan busana, dia datang untuk melukis bangunan gereja. Dengan tas punggung dan dua tangan menenteng papan, satu adalah skate board dan satunya papan tripleks sebagai alas menulis atau melukis. Dan benar, ia hendak melukis, lebih pas mungkin menggambar. Ia hendak menggambar bangunan gereja. Katedral Gereja Anglikan itu ia jadikan modelnya.

Cukup lama ia mencari tempat yang pas untuk memandang bangunan Gereja St. Paulus di seberang FS, sampai akhirnya memilih tempat di pojok kiri panggung peragaan. Begitu asyik dia menggoreskan pensil pada gertas gambar hingga tidak peduli dengan riuh rendah di sekitarnya. Bangunan gereja yang berdiri menjulang tak mungkin terhalangi oleh orang-orang yang berlalu-lalang.

Saya tidak tahu, apakah dia datang ke FS khusus untuk menggambar gedung gereja atau hanya sebagai pengisi waktu sebelum acara peragaan busana diadakan. Yang pasti ia telah mulai menggoreskan langkahnya untuk sesuatu yang lebih besar. Mungkin kelak akan kujumpai karyanya, yang telah ia retas di pelataran Federation Square.

……

Kawan, empat tulisan telah saya bagikan kepada kalian. Oleh-oleh menonton pagelaran L’Oreal Melbourne Fashion Festival. Maaf jika oleh-oleh ini sangat bias. Ternyata saya tidak berhasil mengendalikan emosi untuk tidak berinteraksi dengan apa yang aku jumpai.

Satu pengalaman yang sekali lagi mengajariku banyak hal. Satu perjumpaan yang sekali lagi menyadarkanku akan banyak perkara. Bahwa saya ada di antara mereka. Saya ada dan itu tidak bisa dipungkiri oleh siapa saja. Lengkap dengan segala pilihan gaya hidup yang saya tetapkan.

Semua pilihan hidup yang telah saya ambil mesti memiliki arti. Pertama pada diri sendiri, dan juga bagi orang lain. Jika hanya berarti pada diri sendiri itu akan terlalu egois. Karena hidup kita akan lebih berarti jika bisa memberi arti terlebih kepada sesama? Saya berharap arti yang saya berikan adalah sesuatu yang baik. Kalian bisa berkata, “modelmu!” pada saya, dan saya akan menjawab, “dan modelmu juga.”

Kawan, selamat berakhir pekan. Semoga hari kalian menyenangkan, dan selalu dalam berkat Tuhan.

Salam,

Melbourne, 20-03-10

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun