Mohon tunggu...
F.X. Warindrayana
F.X. Warindrayana Mohon Tunggu... -

mari berbagi hal baik lewat tulisan, "nemo dat quod non habet"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Imlek, Saat Tepat Mengenalkan Budaya Tionghoa

5 Februari 2019   20:30 Diperbarui: 5 Februari 2019   21:01 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam menjelang "Chinese/Lunar New Year" atau di Indonesia lebih dikenal sebagai Tahun Baru Imlek, banyak warga etnis Tionghoa berdatangan di Kelenteng untuk menjalani upacara adat.

Sebagai awam, saya melihatnya mereka berdoa dengan hio di sana. Sebagai jurnalis yang kebetulan ada di situ, saya bertanya apa agama mereka. Ternyata, yang berdatangan itu bermacam-macam agamanya. Kalau begitu, yang mereka lakukan ini lebih upacara adat, bukan ritual agama.

Judul buku       : Berkenalan dengan Adat dan Ajaran Tionghoa

Ketebalan         : 289 hlm

Penulis               : Tjan K. & Kwa Tong Hay

Penerbit             : Kanisius

Kelenteng, tempat ini tak asing lagi bagi kita. Tetapi, apakah Anda pernah memasukinya dan mengenali isinya? Hampir di setiap kota yang memiliki komunitas Tionghoa dijumpai juga rumah ibadatnya. Di Jawa rumah ibadat ini dikenal sebagai kelenteng, atau kini bernama resmi Tempat Ibadat Tri Dharma. Tri Dharma menunjuk pada 3 ajaran: Dao, Buddha, dan Ru (Konghucu).

Buku Berkenalan dengan Adat dan Ajaran Tionghoa ini mencoba menjelaskan dengan bahasa yang sederhana kelenteng sebagai rumah ibadat Daoisme, Buddhisme, dan Ruisme. Dijelaskan dalam buku ini falsafah 3 ajaran tersebut. Di samping itu dibahas pula tradisi Tionghoa yang masih lestari di Indonesia.

Buku ini mulanya merupakan hasil karya gotong-royong bidang Litbang PTITD/Martrisia (Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma/Majelis Rohaniwan Tri Dharma Indonesia) Komda Jawa Tengah. Fotokopian dan cetakan percobaannya pernah beberapa kali dibagi-bagikan kepada para umat Tri Dharma. Karena banyak yang membutuhkan, buku ini kini diterbitkan untuk umum.

Menurut penulisnya, ada 4 alasan untuk menerbitkan buku ini. Pertama, mengenalkan budaya Tionghoa kepada masyarakat tanah air sebagai bagian dari Indonesia yang multikultur.

Kedua, sering ada anggota masyarakat, umat agama lain, pelajar, dan mahasiswa, yang dalam rangka menulis laporan, atau sekadar ingin tahu, datang berkunjung ke kelenteng untuk bertanya tentang budaya dan falsafah Tionghoa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun