Mohon tunggu...
Wari Syadeli MSi
Wari Syadeli MSi Mohon Tunggu... Guru - Guru Ngaji dan Pemerhati Sosial

jangan takut berbagi, teruslah berbuat baik walau mendapatkan ujian

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tertipu Nafsu Sendiri

24 Desember 2024   06:41 Diperbarui: 24 Desember 2024   06:41 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nafsu itu karakter aslinya selalu menyelisihi dan memberontak, dia menghinggapi siapa saja baik kaum awam maupun kalangan ulama.

Nafsu mendorong manusia menyelesihi takdir, kesombongan dan kebesaran diri mendorong seseorang melupakan kebesaran Al Haqq Azza wa Jalla sehingga melalaikan seseorang yang menyebabkan tergelincir dalam Nafsu.

Tertipu

Seseorang alim terkadang tertipu oleh nafsunya sendiri, kebutuhan dan kesenangan akan pujian orang masih bisa menyelimuti hati, ingin disalami serta mendapatkan julukan mulia guru besar, kiyai, ustadz terbersit dalam hati menunjukan kuatnya nafsu.

Nafsu memiliki kecenderungan pada kesenangan dan pujian, menghindari segala bentuk kesulitan, cenderung menurutkan emosi bahkan cenderung berakibat fatal, seseorang yang dituturkan nafsu terkadang menuruti dorongan pengaruh lingkungan termasuk teman.

Lemahnya kesadaran dan kurang stabilnya antara iman dan rasionalitas menyebabkan akal tertipu oleh nafsu, yang menyebabkan rusaknya hati dan jiwa.

Seseorang yang jauh hatinya dari Allah akan cenderung dekat dengan hawa nafsu, ketulusan ibadah pada Allah seharusnya mampu mendorong makrifat pada Allah SWT, persekutuan seseorang dengan makhluk dan dunia menyebabkan seseorang terjebak dalam kemunafikan.

Kadang ada orang yang ingin nampak terlihat alim dengan kefasihan menyampaikan dalil-dalil agama, berpuasa agar nampak kepucatan wajah menandakan rajinnya puasa, memakai baju tambalan agar nampak kesederhanaan padahal sejatinya ia berlumuran nafsu.

Dalam Kitab Fathul Rabbani Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani menjelaskan makna percakapan Nabi Musa dan Allah SWT saat Nabi Musa bermunajat. Saat Musa meminta wasiat, Allah SWT menjawab "Ku Wasiatkan padamu untuk mencari-Ku"

Syaikh Abdul Qodir menjelaskan Makna kata tersebut, sebelumnya Al Jailani berpandangan Allah SWT tidak menjawab "carilah dunia" atau "carilah akhirat" tapi "Kuwasiatkan padamu untuk mencariku" terus berulang nabi Musa bertanya sampai empat kali dan di jawab sama.

Al-Jailani mengatakan yang dimaksud dari jawaban Allah SWT adalah "Ku Wasiatkan padamu untuk selalu menaati-Ku dan meninggalkan kemaksiatan terhadap-Ku.

Kuwasiatkan padamu untuk mencari kedekatan-Ku dan beramal untuk -Ku dan Kuwasiatkan padamu untuk berpaling dari selain-Ku.

"Jika hati telah benar dan mengenal Al -Haqq Azza wa jall,  maka ia akan menafikan selain-Nya. Ia akan merasa nyaman bersama-Nya dan sebaliknya merasa lelah bersam selain-Nya".

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" (QS.51:56)

Kesadaran diri dapat membuat dirimu terhindar dari ketertipuan nafsu diri. Wallaha'lam 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun