Mohon tunggu...
Monica Warih
Monica Warih Mohon Tunggu... Relawan - Personal

Hidup sederhana namun bermakna bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Literasi Kesehatan

4 Desember 2017   01:26 Diperbarui: 4 Desember 2017   02:05 4884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Media berupa iklan, hiburan, dan berita saat ini sudah terlalu banyak (overload) dengan berbagai informasi tentang kesehatan. Pemberitaan di media tersebut mempengaruhi nilai, norma, dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan. Ada 3 hal dalam diri manusia yang dapat terpengaruh oleh media, yaitu kognitif, afektif, dan behavior/perilaku.

Saat ini masyarakat memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi kesehatan daripada waktu-waktu sebelumnya. Setiap hari, orang dibanjiri, bahkan dibombardir, dengan banyak informasi kesehatan. Praktisi perawatan kesehatan memberikan saran, apoteker mengeluarkan instruksi cetak, pendidik kesehatan membagikan brosur, berita televisi dan radio menunjukkan berita tentang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, surat kabar menawarkan liputan temuan terbaru dari penelitian medis, dan internet memberikan informasi tak terbatas pada setiap topik kesehatan.

Semua informasi yang didapat itu kemungkinan tidak efektif dan berpotensi membahayakan jika penerima informasi tidak memiliki tingkat melek informasi kesehatan yang cukup tinggi. Mereka hanya menerima informasi mentah-mentah dan mempercayai setiap informasi yang didapat. Hal tersebut seringkali membingungkan karena penerima mendapat informasi dari berbagai sumber. Selain itu, beragam informasi yang didapat belum tentu berasal dari sumber yang terpercaya.

Para penerima informasi dituntut untuk mengakses informasi, mengerti apa yang dikomunikasikan, dan menerapkannya dengan tepat untuk kehidupan mereka sendiri. Hal tersebut membutuhkan literasi kesehatan yang memadahi.

Definisi Literasi Kesehatan

Konsep keaksaraan secara tradisional digambarkan sebagai kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Kurangnya keterampilan melek huruf merupakan penyumbang utama ketidaksetaraan sosial dan sering digunakan oleh mereka yang berkuasa sebagai alat untuk melanggengkan status dan kekuasaan mereka.

Pada 1990-an, profesional perawatan kesehatan mulai mendefinisikan dan mendiskusikan bentuk baru melek huruf -keaksaraan kesehatan- yang dianggap memiliki efek mendalam pada kesehatan masyarakat. The American Medical Association (AMA) Ad Hoc Komite Kesehatan Literasi mendefinisikan melek kesehatan fungsional sebagai "kemampuan untuk membaca dan memahami botol resep, slip kesepakatan, dan hal-hal penting terkait kesehatan yang diperlukan oleh seorang pasien".

Definisi literasi kesehatan yang lebih komprehensif dikembangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO mendefinisikan keaksaraan kesehatan sebagai keterampilan kognitif dan sosial yang menentukan motivasi dan kemampuan individu untuk mendapatkan akses kesehatan memadai, memahami dan menggunakan informasi dengan baik untuk menjaga kesehatan.

WHO menambahkan bahwa seseorang yang memiliki keaksaraan kesehatan yang memadai telah mencapai tingkat pengetahuan, keterampilan pribadi, dan kepercayaan diri yang diperlukan untuk mengambil tindakan dalam rangka meningkatkan kesehatan pribadi dan masyarakat. Hal itu dilakukan dengan mengubah gaya hidup dan kondisi kehidupan pribadi.

The Healthy People 2010mendefinisikan keaksaraan kesehatan sebagai kemampuan untuk memperoleh, menafsirkan, memahami informasi dan layanan kesehatan dasar serta kompetensi untuk menggunakan informasi dan layanan tersebut untuk meningkatkan kesehatan.

Kemampuan kognitif yang diperlukan dalam keaksaraan adalah kemampuan untuk menafsirkan arti kata, memahami kosakata, menemukan makna kata, sistematis dalam memindai visual untuk menemukan konsep-konsep kunci. Selain itu, kemampuan kognitif juga mencakup kemampuan dalam memahami dan menafsirkan angka.

Hal tersebut menunjukkan bahwa suatu hubungan telah ditemukan antara kemampuan membaca dan berhitung, sehingga orang-orang dengan tingkat melek huruf yang rendah juga cenderung memiliki tingkat berhitung yang rendah.

Melek Media

Melek media penting dalam kaitannya dengan kesehatan karena informasi kesehatan banyak disampaikan melalui berbagai saluran media. Melek media ini memiliki hubungan dengan melek huruf. Orang-orang yang memiliki kemampuan melek huruf rendah cenderung mudah terpengaruh oleh media.

Sedangkan yang lebih melek huruf akan melihat media dengan lebih kritis dan lebih baik, dapat melihat validitas dan nilai relatif dari informasi yang disajikan melalui media. Dengan lebih melek media, masyarakat diharapkan dapat memilih dan menggunakan informasi yang sesuai kebutuhan kesehatannya.

Dampak Literasi Kesehatan yang Rendah

a. Rasa Malu,Stigma, danPenolakan

Banyak orang dengan tingkat literasi kesehatan rendah cenderung merasa malu dengan keadaan mereka dan berusaha untuk menyembunyikannya. Satu studi di sebuah rumah sakit di perkotaan besar, menemukan bahwa hanya dua pertiga orang dengan tingkat literasi kesehatan rendah mengakui bahwa mereka memiliki masalah dalam membaca dan memahami materi yang berkaitan dengan kesehatan.  

Rasa malu untuk mengakui kondisi kesehatan dan tingkat melek huruf itu membuat diri seseorang merasa ditolak dan akhirnya menjauh dari masyarakat sosial. Hal tersebut dapat menambah buruk kondisi kesehatan, terutama dari sisi psikologis.

b.Salah Diagnosis  

Orang dengan kemampuan literasi kesehatan yang buruk kurang mampu menggambarkan kondisinya pada tenaga medis daripada orang dengan tingkat literasi kesehatan yang lebih tinggi

Salah satu alasan kegagalan komunikasi ini adalah bahwa orang dengan tingkat literasi kesehatan rendah mungkin tidak yakin atau tidak mengetahui jumlah informasi yang harus mereka bagi, atau mereka mungkin tidak menyadari kebutuhan untuk mengungkapkan informasi tersebut.

Informasi yang sangat terbatas dan kesalahan penyampaian informasi dapat menyebabkan mereka yang memiliki tingkat literasi kesehatan rendah berisiko tinggi mengalami diagnosis secara tidak benar.

c.Pengetahuan dan Pengertian Terbatas

Suatu penelitian menemukan bahwa orang dengan tingkat literasi kesehatan yang rendah lima kali lebih mungkin salah dalam menafsirkan resep farmasi daripada orang dengan tingkat literasi kesehatan yang tinggi

Kesalahpahaman semacam itu sangat berbahaya di antara orang-orang dengan penyakit kronis yang perlu ditangani dari waktu ke waktu.

d.Perilaku Tidak Sehat dan KurangPatuh

Orang yang memiliki tingkat literasi kesehatan rendah cenderung salah dalam menafsirkan informasi, kurang memahami dan kurang patuh pada anjuran ahli kesehatan. Hal itu membuat mereka berperilaku tidak sehat.

e.Hasil Kesehatan yang Buruk

Orang dengan tingkat kesehatan yang rendah cenderung memiliki dampak negatif terhadap hasil kesehatan. Hal ini disebabkan karena kesalahan penerjemahan informasi yang diperoleh dari ahli kesehatan maupun dari media dan perilaku yang dilakukan karena tidak memahami apa yang menjadi anjuran para ahli kesehatan.

f.Peningkatan Biaya Perawatan Kesehatan dan Tingkat Rawat Inap

Meskipun orang dengan tingkat literasi kesehatan yang rendah secara pribadi mengalami dampak buruk dari situasi mereka, namun masyarakat lainlah yang menanggung sebagian besar beban keuangan untuk peningkatan biaya merawat orang dengan tingkat literasi kesehatan yang rendah.

Salah satu alasan kelebihan biaya ini adalah orang dengan tingkat literasi kesehatan yang rendah memiliki tingkat rawat inap yang lebih tinggi daripada orang-orang dengan kemampuan literasi kesehatan yang lebih tinggi

Referensi:

Theresa L. Thompson, dkk. 2008. Handbook of Health Communication. New Jersey: Lawrence Erlbaum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun