Upaya dalam mengatasi krisis iklim ini dapat menjelaskan kepada kita bahwa dalam mengatasi permasalahan ini tidak bisa sendiri dan hanya sektor tertentum tapi perlu ada usaha kolektif sistematik dan bersudut pandang lintas generasi dalam membuat kebijakan fiskal yang bisa memberikan manfaat  hari ini dan investasi di masa depan.Â
Oleh karena itu menuju pada pemanfaatan APBD yang optimal tepat guna dan berdampak luas terkhusus dalam menghadapi krisis iklim perlu dilakukan pengaruutmaan isu krisis iklim itu sendiri kepada seluruh pemangku kepentingan atau stakeholder pembangunan yang memiliki suara penuh, termasuk masyarakatnya perlu ada suara mayoritas yang memiliki pemahaman yang sama, sehingga suaranya bisa benar-benar didengar dan diakomodasi. Kesadaran ini akan timbul jika krisis iklim terus dibahas dierbagai forum diskusi, tongkrongan, sekolah, pasar, ruang terbuka hijdau dan lain sebagainya tempat publik dengan bahasa yang mudah dan mengikuti kultur nya masing-masing. Sehingga kebijakan fiskal bisa benar-benar berfungsi dengan maksimal.Â
Namun apakah ketika seluruh pemangku kepentingan mengatahui dan konsern dalam mengatasi krisis iklim apakah dalam perancangan kebijakan fiskalnya akan termanifestasikan dengan baik, atau malah justru tetap mengikuti program dan kegiatan apa yang paling menguntukan secara ekonomi, karena bahasa lingkungan hari ini belum relevan dan common di telinga para ekonom. Â Terlebih ongkos kegiatan yang mengutamakan lingkungan butuh teknologi yang canggih dan masih terdengar lebih mahal atau menelan biaya tinggi.
Menurut kamu bagaimana ? apakah perlu ada instrument lain atau cukup kapasitas masing-masing pemangku kepentingan untuk bisa membuat rancangan kebijakan fiskal daerah menjadi program dan kegiatan yang bisa melawan krisis iklim terus terjadi ?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H