Pengembangan kawasan berbasis transportasi publik masal atau berorientasi transi atau biasa dilkenal dengan Transit Oriented Development (TOD) menjadi sangat menarik untuk didiskusikan kembali, bahkan setelah kebijakan penetapan pemindahaan Ibu Kota Negara baru ke Kalimantan, isu mengenai TOD ini khusnya di DKI Jakarta tidak pernah bosan untuk dibahas bahkan yang lebih luas TOD di seluruh Kabupaten / Kota di Indonesia, TOD yang diterangkan pada Peraturan Menteri ATR BPN No 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit ini adalah mejelaskan bahwa konsep pengambangan yang dibentuk berada di dalam dan di sekitar simpul transit agar bernilai tambah yang menitikberatkan pada integrasi antar jaringan angkutan umum massal, dan antara jaringan angkutan umum massal dengan jaringan moda transportasi tidak bermotor, serta pengurangan kendaraan bermotor yang disertai pengembangan kawasan campuran dan pada intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi ini seakan menjadi solusi yang benar-benar mutahir dalam menangani berbagai permasalahan perkotaan di Indonesia, tapi pertanyaannya apakah benar seperti itu ?
Kita garis bawahi terlebih dahulu dari pengertian di atas, bahwa pemanfaatan ruang sekitar kawasan TOD tersebut adalah dengan pengembangan kawasan campuran yang berkepadatan sedang hingga tinggi.Â
Artinya dalam satu ruang terdapat fungsi ruang serta pemanfaatan yang begitu beragam, mulai dari permukiman perumahan, perdagangan dan jasa, kantor, pendidikan, dan lain sebagainya, semata-mata berfungsi untuk menumpuk berbagai kegiatan pada satu lokasi yang sama sehingga kepadatan terkumpul dan terpecah di satu titik dengan tranportasi publik masalnya. Pada permen telah ditetapkan untuk kawasan pemanfaatan yang disebut sebagai kawasan berorientasi transit ini beradius sekitar 400-800 meter persegi.Â
Pada dasarnya pedoman ini dimaksudkan untuk daerah dapat menyusun kebijakannya sendiri dalam mengembangkan kawasannya yang berorientasi transit, terutama bagi mereka kabupaten atau kota yang kesulitan mendapatkan lahan dalam usaha pembangunan dan pemenuhan kebutuhan masyarakatnya dan mengatasi kemacetan yang luar biasa seperti daerah Ibu Kota DKI Jakarta. Adapun setidaknya peraturan ini memberikan pedoman untuk bisa menentukan prinsip apa yang akan diterapkan pada TOD yang akan dibangun, lokasi mana yang dapat diterapkan konsep TOD ini, pengembangan kawasan TOD yang bagaimana, dan kelembagaan kawasan TOD yang melibatkan siapa saja dan apa tugas-tugasnya.Â
Secara umum sudah dijelaskan, namun tentu di Negara kita Indonesia tidak bisa hanya menggunakan peraturan yang bersifat umum, muatan lokal hampir tidak bisa kita hindarkan dan justru itu adalah salah satu kekuatan kita menjadi unik disetiap kotanya tidak ada bias yang bisa membuat kita bingung perbadaan kota satu dan lainnya ketika berkunjung. Oleh karena itu teori yang diintisarikan menjadi pedoman ini perlu dilakukan penyesuaian kembali di kabupaten / kota di Indonesia.Â
Salah satu hal yang menarik lainnya dengan adanya kebijakan TOD ini ketika muatan Rencana Tata Ruang baik umum maupun rinci belum atau sudah menetapkan zonasi TOD di wilayahnya, status tanah kepemilikan masyarakat  tidak menjadi masalah atau tidak diperlukan pengubahan status tanah mereka dalam mendukung pengembangan kawasan. Selama peryaratan transportasi masal dan radius kawasan terpenuhi dengan berbagai tipologi pelayanannya. TOD sendiri akhirnya dibagi menjadi tiga kriteria ada TOD pusat pelayanan kota, ada sub pusat pelayanan kota dan pusat pelayanan lingkungan, yang membedakan adalah moda transit yang digunakan dan waktu tempuh setiap moda transportasi tersebut. Jarak dekat setidaknya ada mikrobus, Bus Kota/BRT, LRT dan MRT namun di level pusat pelayanan lingkungan MRT tidak diharuskan. Untuk Jarak jauh ada LRT, MRT, Kereta cepat, kereta api, commuterline, bus ekspres antar kota dan provinsi, dan untuk pusat pelayanan lingkungan tidak diharuskan Kereta api dan kereta cepat serta bus ekspres.Â
Kepentingan prayaratan ini sebenarnya untuk menjadi terjadinya inter koneksi wilayah satu dan lainnya, pusat pelayanan satu dan lainnya, yang mana memungkinkan mereka untuk mudah berganti moda transportasi dan berpindah tempat mulai dari barang, orang dan kegiatannya. Bahkan tipologi TOD setiap pusat pelayanan pun sudah diatur sedemikian rupa mulai dari luasan parkir, fungsi perumahan, kantor dsb serta berapa ribu jiwa yang dapat hidup didalamnya. Sekan mengisyaratkan bahwa kepadatan yang ingin dibentuk harus tetap memberikan kenyamanan kepada warga kotanya.Â
Konsep yang sangat padat ini didorong dengan berbagai kebijakan seperti pemberian insentif, pengalihan hak membangun, peningkatan nilai dengan tarif pajak dan retribusi yang lebih tinggi, konsolidasi tanah dan banyak penunjang lainnya yang bisa mendorong terbentuknya kawasan TOD tersebut.Â
Secara sederhana jika kita bicara TOD maka ada beberapa prinsip yang bisa kita pahami bahwa TOD itu harus memiliki prinsip shift and transit, connect, mixed use, density, dan walkable. Mengapa hal tersebut menjadi sangat  penting karean tujuannya TOD bisa membuat ekosistem yang saling terhubung dengan mudah untuk mendapatkan pelayanan yang mudah dan bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Mulai dari pendidikan, kesehatan, rumah, hotel dan fungsi lainnya seperti meeting, conference dsb, juga akses transportasi serta makan dan minum dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.Â
Manfaat yang didapatkan dari ekosistem yang terbentuk tersebut adalah bagaimaan terciptanya peningkatan kualitas hidup yang baik, penggunaan waktu dan sumber daya yang efektif dan efisien, terhindar dari kemacetan, mengurangi  polusi udara, dan menyediakan lokasi komersial bagi UMKM dan Bisnis lainnya denagn skala yang lebih besar. Dan di luar dari itu semua, apa yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah akan ada ada peningkatan nilai properti dan lahan yang bisa di klaim sebagai peningakan pajak dan retribusi daerah sebagai pos anggaran dalam peningkatan pendapat daerah itu sendiri, sehingga ekositem yang terbentuk bisa berputar kembali dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat kotanya dengan perbaikan infrastruktur dan pelayanan di dalamnya.Â
Semau terlihat sangat mudah dan bisa berjalan baik ketika kita menerapkan konsep TOD tersebut, tapi pada pada artikel ini saya akan sudahkan penjabaran nya di sini, saya hanya ingin menyampaikan bahwa ada konsep TOD di Indonesia dan mungkin sudah diadaptais diberbagai kota lainnya di Indonesia selain DKI Jakarta, tapi pembahasan ini saya rasa cukup untuk mengenalkan apa itu TOD dengan sangat singkat dan umum juga sederhana, sisanya saya akan memberikan pertanyaan pada kita semua, apakah seluruh kabupaten kota di Indonesia mampu melakukan pengembangan kawasannya berbasis transit ? dan apakah semuanya menjadi cocok untuk warga kota bisa terima ?