Langgar bambu yang konon dibangun dalam waktu semalam sehingga dijuluki langgar tiban itu digunakan untuk mengobati masyarakat yang terpapar wabah, selain diobati menggunakan racikan herbal juga dibuatlah secara khusus padusan-padusan dari tanah liat untuk mandi dan menyucikan diri.
Masyarakat yang terjangkit wabah dikarantina di daerah kembang kuning itu sampai benar-benar sembuh.
Diajarkan juga kepada mereka agar beralih mengkonsumsi makanan sehat yang halal dan baik karena mereka selama ini secara turun temurun telah memakan beberapa hewan yang berkategori melata dan beracun.
Padusan dari tanah liat merupakan jejak yang terserak, sebuah inovasi yang diperkenalkan oleh Raden Rahmat untuk mengajar dan menanamkan budaya bersuci di tengah negeri yang terpapar pandemi. Kini Padusan tanah liat, kolam dan sumur untuk bersuci hampir selalu bisa kita jumpai di semua situs peninggalan Raden Rahmat dan para pelanjutnya.
Kedua, Raden Rahmat secara khusus meminta tanah perdikan untuk dibangun kompleks pesantren yang nantinya selain menjadi tempat untuk mengajarkan agama dan Budi pekerti kepada masyarakat juga sebagai bengkel akhlak dan moral bagi para bangsawan Kerajaan.
Padepokan itulah yang kemudian menjadi cikal bakal pesantren Ampel Denta yang terkenal sebagai salah satu episentrum penggerak dakwah di Nusantara.
Ketiga, mengkampanyekan program moh limo sebagai solusi untuk mengatasi penyakit masyarakat (Pekat)
Demikianlah Sang Begawan Suci itu  pada akhirnya berhasil mengatasi huru hara pandemi dengan iradat dan pertolongan ilahi Rabbi.Begawan Suci itu bernama lahir Ali Rahmatullah bergelar Raden Rahmat dan dikenal luas sebagai Kanjeng Sunan Ampel, Gurunya Para Wali yang wafat dan dimakamkan di Ampel Denta Surabaya.
Sekian dan Semoga Bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H