Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang ibu bernama Ibu Sari, suaminya Pak Budi, dan dua anak perempuan mereka, Dita dan Rina. Ibu Sari adalah seorang ibu rumah tangga yang sepenuh hati mengurus rumah dan keluarganya. Pak Budi, suaminya, adalah pemilik toko kecil yang setiap hari berkeliling kota dari pagi hingga malam untuk melayani pelanggan.
Dita, anak sulung mereka, adalah gadis yang cantik dan pintar, namun sayangnya, ia memiliki sifat yang boros dan sering bersikap tidak sopan kepada ibunya dan adik perempuannya, Rina. Selain itu, Dita merasa malu dengan pekerjaan ayahnya yang hanyalah pedagang kecil.
"Kenapa Ayah nggak bisa punya pekerjaan yang lebih terhormat? Aku malu kalau teman-teman tahu Ayah hanya pedagang keliling," keluh Dita setiap kali Ibu Sari menasihatinya.
"Yang penting Ayah bekerja keras untuk kita, Dita. Kamu harus belajar menghargai usaha Ayah," jawab Ibu Sari dengan sabar.
Namun, Dita sering mengabaikan nasihat ibunya dan terus menghabiskan uang jajan untuk membeli barang-barang yang tidak perlu. Ia juga sering memarahi ibunya dan Rina tanpa alasan yang jelas.
Suatu hari, saat Dita sedang bersiap untuk pergi ke pusat perbelanjaan dengan teman-temannya, Ibu Sari memanggilnya.
"Dita, Ibu perlu bicara sebentar," kata Ibu Sari dengan nada serius.
"Ada apa, Ma? Aku buru-buru," jawab Dita sambil melihat jam tangannya.
"Ibu ingin kamu lebih menghargai usaha Ayah. Kita tidak selalu bisa hidup seperti ini. Ingat, uang itu hasil kerja keras Ayah yang bekerja dari pagi hingga malam," kata Ibu Sari sambil memegang tangan Dita.
Dita hanya mengangguk dengan malas dan pergi begitu saja. Ia tidak menyadari betapa pentingnya nasihat dari ibunya.
Beberapa bulan kemudian, Ibu Sari jatuh sakit. Ia harus dirawat di rumah sakit selama beberapa minggu. Selama masa itu, Dita mulai merasakan betapa beratnya pekerjaan rumah tanpa bantuan ibunya. Ia juga melihat betapa lelahnya Ayahnya, Pak Budi, yang harus bekerja lebih keras untuk mengurus toko sekaligus merawat istrinya yang sakit.
Pada suatu malam, saat Dita duduk sendirian di ruang tamu, ia menemukan sebuah surat di meja. Surat itu dari Ibu Sari.
"Untuk Dita, anak Ibu yang tersayang,
Ibu tahu kamu bisa menjadi anak yang baik dan bertanggung jawab. Ibu berharap kamu bisa belajar menghargai usaha Ayah yang bekerja keras setiap hari dan menghargai waktu yang Ibu habiskan untuk merawat kalian dan mengurus rumah tangga. Ibu juga berharap kamu bisa lebih bijak dalam menggunakan uang. Ingat, hidup ini penuh dengan tantangan, dan kita harus bisa menghadapinya dengan bijak.
Dengan cinta, Ibu."
Mata Dita berkaca-kaca saat membaca surat itu. Ia merasa sangat bersalah atas sikapnya selama ini. Ia sadar bahwa ibunya benar, dan ia harus berubah.
Sejak hari itu, Dita mulai membantu pekerjaan rumah dan lebih menghargai usaha ayahnya. Ia juga mulai mengatur keuangannya dengan lebih bijak. Meskipun Ibu Sari tidak lagi berada di rumah untuk melihat perubahan Dita, suratnya telah memberikan hadiah terindah yang tidak ternilai harganya - pelajaran tentang cinta, tanggung jawab, dan penghargaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H