Mohon tunggu...
Wardinusantara
Wardinusantara Mohon Tunggu... Penulis - Pewarta/Praktisi/Pranata Kehumasan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Wardinusantara, penulis lepas, menyukai jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sumringah Warga Gontoran, Lombok, Sulap Kotoran Sapi Jadi Biogas

5 Januari 2024   17:17 Diperbarui: 5 Januari 2024   17:26 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kandang kolektif dan kotoran sapi bahan pembuatan Biogas Warga Gontoran, LOmbok Barat. (Foto: Pribadi)

Lombok Barat-Warga Desa Gontoran, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat kini bisa tersenyum Bahagia berbaur haru. Soal memasak plus lampu penerangan di malam hari sewaktu-waktu ada pemadaman bergilir dari PLN tak terlalu dicemaskan.  Pasalnya hampir seluruh warga di Desa yang tinggal di bawah pegunungan dengan kontur tanah yang subur ini telah banyak menikmati energi untuk kebutuhan masak dan lampu penerang dimaksud dari biogas yang berbahan kotoran sapi dari 50-an pemilik ternak sapi dibawah Kelompok Tani Ternak Harapan Desa Gontoran.

Inaq Marianah (52) warga setempat semula tak menyangka bahkan menyangsikan kotoran sapi bisa dimanfaatkan untuk memasak dan lampu penerang. Namun setelah adanya bimbingan dan pemahaman baik dari apparat maupun lembaga peduli lingkungan langsung dilakukan ujicoba dan pada akhirnya diakui kotoran sapi dari ternak yang dipelihara suaminya Amaq Kardi ternyata bermanfaat untuk keperluan mesak.

Amaq Sadenah (49) masih warga setempat juga mengaku beruntung hadirnya Biogas di desanya bisa menekan penggunaan elpiji yang saban waktu terus mengalami kenaikan dan membebani ekonomi keluarga dan umumnya ekonomi warga setempat. "Bayangkan saja dengan harga elpiji saat ini sudah mecapai Rp18 ribu di agen-agen Pertamina dan bahkan harganya bisa sampai Rp25-30 ribu per gallon di outlet-otlet penjualan desa. Itulah makanya kita bersyukur adanya Biogas ini," ungkap Amaq Sadenah ditemui Kamis ahir pekan lalu.

Kebahagiaan yang dirasakan tidak hanya bagi segelintir warga saja dari penggunaan biogas dari kotoran sapi ini. Namun kebahagiaan lainnya juga dirasakan warga sekaligus peternak lainnya, Suharman (45). Ia yang juga sebagai pengurus Kelompok Peternak Harapan di desanya itu mengakui sangat terbantu dengan adanya pengolahan kotoran sapi menjadi biogas yang bermanfaat bagi masyarakat terutama bagi ibu-ibu warga Gontoran.

"Kita punya 50-an ekor lebih sapi kelompok tidak hanya menjadi kebahagiaan masyarakat peternak, tapi juga Masyarakat lainnya terdampak positif dari kehadiran biogas ini. Dalam sehari kita bersama anggota kelompok lainnya mengolah kurang lebih 30 kilo kotoran sapi untuk dijadikan biogas," kata ayah tiga orang putra ini.

Pemantauan Suarakarya.id di area kendang kolektif Kelompok Ternak Harapan Desa Gontoran memperlihatkan, para peternak cukup kreatif dengan membuatkan wadah pengolahan menyerupai gumbleng atau tabung kotoran sapi yang dimasukkan ke dalam wadah tersebut untuk selanjutnya diolah atau diaduk-aduk terlebih dahulu. Energi alternatif dari kotoran sapi yang di fermentasi melaui proses digesterisasi dengan tabung kedap udara. Proses yang diperlukan untuk pembentukan biogas dan proses pemurnian dengan campuran limbah kotoran sapi, air, jerami untuk meningkatkan kadar C/N dalam proses fermentasi.  

Selanjutnya terlihat pipa-pipa pelastik penyaluran seukuran pipa air PDAM dialirkan ke masing-masing rumah warga untuk digunakan saat diperlukan. "Biogas ini setidaknya mampu  menggantikan penggunaan kompor atau kayupembakaran  atau pun elpiji. Bahkan, berkat menggunakan biogas, Suharman dan keluarganya tak pernah merasakan ketergantungan terhadap penggunaan elpiji.

Suksesnya warga Desa Gontoran menggunakan Biogas berbahan kotoran sapi ini tidaklah mudah. Semula warga yang didiami lebih dari 3000-an KK ini sulit menerima dan meragukan kotoran sapi bisa menjadi energi alternatif ramah lingkungan. Meski sudah terbiasa dengan bau kotoran sapi yang menggangu pernapasan, namun lama-lama kotoran sapi yang berserakan di sembaran tempat menjadikan warga terusik karena lingkungan tercemar kotoran sapi bahkan baunya kurang sedap.

Cikal bakal dibangunnya biogas dari kotoran sapi ini bermula dari Program Kampung Sehat 2 yang diinisiasi Kapolda NTB Irjen Pol. Mohammad Iqbal saat Covid-19 benar-benar makin mempersempit aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro justru berbuah hikmah. Warga Desa Gontoran justru mengembangkan inovasi biogas dengan bahan baku kotoran ternak sapi.


Kapolsek Lingsar saat itu AKP Dewi Komalasari mengungkapkan, inovasi tersebut merupakan implementasi PPKM Skala Mikro serta dalam mendukung Program Kampung Sehat 2 Nurut Tatanan Baru (NTB).

"Para peternak sapi yang semula memiliki kandang masing-masing dianjurkan agar membentuk kandang kumpul. Selanjutnya diberikan pemahaman untuk bisa memanfaatkan kotoran ternak, yang semula tidak berharga menjadi sesuatu yang berharga yakni dijadikan bahan baku Biogas," tandasnya.

Ia mengakui, melalui adanya inovasi biogas tersebut, warga Kampung Sehat Desa Gontoran pun merasa terbantu, khususnya para ibu-ibu untuk memasak dan bahkan untuk keperluan lampu penerangan. Demikian juga limbah pakan ternak ataupun sisa kotoran sapi dimanfaatkan warga setempat sebagai pupuk organik  tersebut telah didistribusikan ke luar kecamatan.

"Titik temunya ibu-ibu rumah tangga di Gontoran sekarang sudah tidak terlalu pusing dengan gas elpiji untuk keperluan memasak. Para petani saat ini juga tidak disulitkan dengan pupuk pertanian, karena pupuk kompos dan pupuk kandang sudah tersedia di kampung mereka," tandasnya.

Sekretaris Desa Gontoran M Azizi Syahroni mengungkapkan, keberpihakan Pemerintah Desa kepada para petani peternak untuk mengembangkan Biogas ini telah dilakukan sebelumnya. melalui dana yang disisihkan di Anggaran dana Desa (ADD) ataupun Dana Desa (DD) untuk bantuan permodalan pembelian bibit ternak sapi kepada para peternak dengan system bagi hasil dan bergulir. Hal ini dilakukan agar keberlanjutan dari pengembangan Biogas ataupun untuk pembuatan pupuk organik (kandang) yang sudah banyak memberi manfaat bagi warga sebagai energi alternatif warga bisa terus ditingkatkan.

"Kita lakukan hal ini semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan warga dan memberikan kebermanfaatan lain seperti penggunaan gas elpiji yang cukup membebani warga bisa dikurangi dengan adanya pembuatan energi mandiri dari kotoran sapi di Desa Gontoran ini," ujar Azizi.

Dikatakan, usulan dijadikannya Desa Gontoran untuk memacu program Desa Mandiri Eenergi (DME) dengan memanfaatkan kotoran ini sangat tepat dengan kondisi desanya yang mayoritas bekerja sebagai peternak dan petani.

Kecuali itu kata Azizi, kemanfaatan kotoran sapi yang juga selain untuk biogas sisa kotorannyanya juga menjadi kompos padat dan cair. Petani tidak perlu beli kompos dan hasil pertanian bisa meningkat dari sisi produksi.

Keunggulan Desa Gontoran ini dalam pengembangan biogas menurut Sekdes bisa menjadi studi tiru bagi desa-desa lainnya di Lombok Barat, bahkan di Provinsi NTB untuk dikembangkan guna menciptakan energi yang ramah lingkungan dan berusaha mmenekan pencemaran lingkungan menjaga kebersihan desa dari kotoran sapi atau limbah sampah lainnya. Semoga. ***

                                                                                            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun