Mohon tunggu...
Wardinusantara
Wardinusantara Mohon Tunggu... Penulis - Pewarta/Praktisi/Pranata Kehumasan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Wardinusantara, penulis lepas, menyukai jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Hantaman El Nino, Petani Rogoh Ratusan Ribu Sehari demi Air

3 Oktober 2023   10:23 Diperbarui: 4 Oktober 2023   12:11 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dampak Elnino, saban hari petani naikkan air ke lahan pertaniannya/Foto Pribadi

Lombok Barat - Dampak El Nino yang berkepanjangan saat ini sangat terasa bagi perputaran ekonomi masyarakat umumnmya dan para petani kuhsusnya, Mereka sangat terpukul atas ketersediaan air irigasi untuk supply air bagi tanaman kebutuhan pokok masyarakat seperti padi, jagung, kacang-kacangan, palwija, umbi-umbian dan lainnya yang berpotensi mengakibatkan gagal panen, yang tidak terpenuhi dengan baik.

Catatan perjalanan penulis, di Desa Lembar Utara, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) pada umumnya, ditemukan banyak hamparan sawah ladang milik petani setempat hanya menyisakan debu, tanah pertanian banyak yang reta-retak karena sama sekali tak pernah tersentuh air. Air irigasi pertanian yang diharap tidak bisa banyak membantu.

Sejumlah aliran air sungai sangat kecil di sana, bahkan kering, dan tidak bisa berharap terlalu banyak. Bendungan atau Dam Irigasi penampung air juga tidak tersedia di daerah yang lebih dikenal dengan kawasan pelabuhan laut ini.

Sepanjang perjalanan dari Pelabuhan Lembar menuju Kota Mataram, banyak terpotret petani yang tengah mengairi lahan pertanian miliknya yang tandus menggunakan sedotan air sumur dengan menggunakan mesin hanya sekedar untuk mengairi sawahnya.

Foto Pribadi
Foto Pribadi

Salah seorang warga Desa Lembar Utara, Amaq Rinamin (60), misalnya, harus bersusah payah dari pagi hingga sore hari untuk mengairi lahannya sebanyak lima petak yang masih ditumbuhi jagung setinggi mata kaki orang dewasa.

Jika ini tidak dilakukan, akan berakibat fatal, dimana potensi layu dan kematian tanaman jagung akan sangat besar dan merugi. Ia menyebut merugi. Karena jika dibandingkan dengan harga bibit, pengolahan lahan produksi dan biaya tenaga kerja tidak sedikit harus dikeluarkan.

Foto Pribadi
Foto Pribadi

Petani yang hampir separuh hidupnya digunakannya untuk bertani ini juga menyebut, biaya pengisian BBM yang setiap harinya harus dikeluarkan hingga Rp 100 ribu.

Bisa dibayangkan, cukup besar biaya keseluruhan yang dihabiskan untuk pengairan saja dalam sebulan. Belum lagi Amaq Rianim harus berpikir untuk biaya perawatan pemupukan hingga pasca panen.

Amaq Rianim juga terpecah konsentrasinya untuk memperhatikan tanaman lain, seperti sayur-mayur, padi kacang-kacangan yang harus membutuhkan perhatian yang sama.

Amaq Rianim mengaku betapa susahnya petani saat ini menghadapi musim kemarau berkepanjangan yang hingga saat ini belum ada tanda-tanda hujan akan turun.

Foto Pribadi
Foto Pribadi

Meski demikian Amaq Rianim masih bersyukur karena ada harapan lain yang bisa jadi penopang kehidupannya bersama anggota keluarganya. Amaq Rianim juga memelihara unggas dan dua ekor sapi untuk bisa bertahan hidup dan keperluan pendidikan bagi anak-anaknya.

Kesulitan air irigasi yang sama juga dialami Ramli, petani Kebon Reong, Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat.

Rampi yang pernah lama sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di negeri Jiran Malaysia ini terpaksa harus menaikkan air saban hari menggunakan mesin Sanyo untuk mengairi tanaman padinya yang baru berumur seminggu. Pasalnya jika tidak diairi, potensi kerugian hingga gagal panen sudah pasti akan terjadi.

Ramli kesehariannya harus mengairi lahan padinya mulai dari pagi hari hingga sore hari. Beruntung sumur yang digalinya dengan kedalaman 12 meter masih banyak menyimpan air. Jika malam hari hingga pagi air sumur bisa penuh, namun terkuras nyaris habis ketika digunakan untuk mengairi sawah.

Ramli juga mengaku tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk memompa air hingga bisa mengairi tanamannya.

Menurutnya, rata-rata Rp 100 ribu lebih biaya yang digunakannya untuk membeli 10 liter bensin setiap harinya untuk bisa menaikkan air.

Ini sangatlah ironi dengan kondisi saat ini dimana banyak petani membutuhkan biaya ekstra untuk pengolahan produksi tanamannya. Dampak Elnino musim kemarau berkepanjangan saat ini makin menambah biaya yang harus dikeluarkan.

Sejumlah petani yang mengalami kekurangan air untuk irigasi saat ini berharap pemerintah bisa mencarikan solusinya agar kebutuhan air bagi petani tidak terlalu memberatkan seperti yang terjadi dan dialami kebanyakan para petani saat ini.

Semoga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun