Generasi Z, kelompok usia yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, saat ini tengah menghadapi tantangan besar dalam memasuki dunia kerja.Â
Tingginya angka pengangguran di kalangan generasi Z ini menjadi sorotan serius.
 Fenomena ini bukan tanpa sebab. Beberapa faktor kompleks saling terkait dan mempengaruhi pada situasi ini. Hal ini terjadi setidaknya karena pertumbuhan populasi generasi Z yang pesat telah menciptakan persaingan yang ketat di pasar kerja. Jumlah pencari kerja yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran.
Kedua, Kurikulum pendidikan yang belum sepenuhnya relevan dengan kebutuhan industri menjadi salah satu kendala. Banyak lulusan yang memiliki pengetahuan akademik yang baik, namun kurang memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Ketiga, persyaratan pengalaman kerja yang seringkali diminta oleh perusahaan menjadi penghalang bagi lulusan baru. Padahal, mereka membutuhkan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri.
Keempat, perkembangan teknologi yang pesat membawa perubahan signifikan dalam dunia kerja. Keterampilan digital yang memadai menjadi semakin penting, namun tidak semua lulusan memiliki akses yang sama terhadap pelatihan dan pengembangan keterampilan ini.
Tingginya angka pengangguran di kalangan generasi Z ini pada akhirnya memiliki dampak yang luas, baik bagi individu maupun bagi negara.Â
Pertama, pengangguran dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Karena semakin sedikit uang yang berputar, karena memang dari kalangan gen Z yang tidak bekerja, maka tidak ada yang bisa dipakai untuk membeli sesuatu. Inilah awal mula banyaknya gen Z yang terjerat kasus judol dan pinjol.Â
Kedua, pengangguran dapat memperbesar kesenjangan sosial antara kelompok yang memiliki pekerjaan dan yang tidak memiliki pekerjaan. Pada umumnya sifat manusia seringkali merasa iri dengan orang disekitarnya, ketika kawan lainnya memiliki pekerjaan sedangkan dia sendiri pengangguran, maka akan menjadi enggan untuk berkumpul bersama, pada akhirnya timbullah terkotak-kotak antar kelas sosial tersebut.Â
Ketiga, pengangguran dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi pada individu yang mengalaminya karena gabut dan disinilah awal mula kemunculan tindakan-tindakan kriminal.Â
Keempat, ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi dan sosial dapat memicu berbagai bentuk protes dan unjuk rasa.
Maka, untuk mengatasi masalah pengangguran di kalangan generasi Z, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan. Beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan antara lain, pertama kurikulum pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan industri, sehingga lulusan memiliki keterampilan yang relevan dengan pasar kerja.
Kedua, pelatihan vokasi dapat memberikan keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh industri.
Ketiga, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik investor dan membuka lapangan kerja baru.
Keempat, UMKM memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja. Pemerintah perlu memberikan dukungan kepada UMKM agar dapat berkembang.
Kelima, Generasi muda perlu diberikan informasi yang akurat dan terkini tentang peluang kerja yang tersedia.
Akhir kata, masalah pengangguran di kalangan generasi Z merupakan tantangan yang kompleks dan memerlukan solusi yang komprehensif. Dengan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat, diharapkan masalah ini dapat diatasi dan generasi muda Indonesia dapat memiliki masa depan yang lebih cerah.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI