Gempa bumi, sebuah fenomena alam yang tak terelakkan, kembali menggemparkan Indonesia, khususnya Jawa Timur. Gempa yang akhir-akhir ini sering terjadi menyisakan luka dan duka. Di tengah kepanikan dan kesedihan, muncul pertanyaan: Mengapa gempa bumi terjadi? Bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam yang penuh misteri ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini mengantarkan kita pada pemikiran Fritjof Capra, seorang fisikawan dan aktivis lingkungan yang terkenal dengan bukunya "The Tao of Physics". Capra menawarkan perspektif baru dalam memahami hubungan antara manusia dan alam.Â
Capra mengemukakan bahwa alam semesta bukanlah sebuah mesin yang terstruktur dan mekanis, melainkan sebuah jaringan kehidupan yang saling terhubung dan saling bergantung. Ia menyebutnya sebagai "jaringan kehidupan" atau "web of life". Dalam jaringan ini, semua elemen, baik manusia, hewan, tumbuhan, maupun benda mati, saling terhubung dan saling mempengaruhi.
Pemikiran Capra tentang "jaringan kehidupan" memiliki relevansi yang kuat dengan fenomena gempa bumi. Gempa bumi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan sebuah konsekuensi dari interaksi berbagai elemen dalam "jaringan kehidupan". Aktivitas tektonik, perubahan iklim, dan bahkan aktivitas manusia, semuanya dapat berkontribusi pada terjadinya gempa bumi.
Lebih dari itu, gempa bumi juga merupakan pengingat bahwa manusia bukanlah penguasa alam. Kita adalah bagian dari alam, dan karenanya, kita harus hidup selaras dengan alam. Capra menekankan pentingnya "ekologi global" yang memandang manusia sebagai bagian integral dari alam, bukan sebagai entitas yang terpisah.
Bagaimana pemikiran Capra dapat membantu kita dalam menghadapi gempa bumi? Pertama, pemikirannya membantu kita memahami bahwa gempa bumi bukanlah peristiwa yang acak dan tak terduga, melainkan konsekuensi dari interaksi berbagai elemen dalam "jaringan kehidupan". Pemahaman ini dapat membantu kita dalam melakukan mitigasi bencana dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap gempa bumi.
Kedua, pemikiran Capra mengingatkan kita tentang pentingnya hidup selaras dengan alam. Kita harus menjaga keseimbangan alam dan menghormati batas-batasnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan gaya hidup yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Ketiga, pemikiran Capra mendorong kita untuk membangun komunitas yang tangguh dan saling mendukung. Gempa bumi bukan hanya tragedi individu, tetapi juga tragedi komunitas. Kita harus bahu membahu dalam menghadapi bencana dan membantu mereka yang terkena dampak.
Gempa bumi adalah sebuah tragedi, tetapi juga sebuah kesempatan untuk refleksi. Pemikiran Fritjof Capra menawarkan perspektif baru dalam memahami hubungan antara manusia dan alam. Dengan memahami dan menghormati alam, kita dapat membangun masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Jadi, gempa bumi adalah pengingat bahwa kita hidup di planet yang rapuh dan dinamis. Pemikiran Fritjof Capra tentang "jaringan kehidupan" dan "ekologi global" dapat membantu kita dalam memahami hubungan antara manusia dan alam, serta membangun masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Dari sebuah refleksi ini setidaknya kita bisa belajar untuk lebih baik lagi dalam bersikap terhadap alam, tidak semena-mena terhadapnya dan hidup berdampingan sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan, serta selalu meningkatkan kualitas kehambaan kita agar saat sewaktu-waktu kita dipanggil menghadapnya dalam keadaan yang sudah layak untuk ditempatkan di surganya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H