Mohon tunggu...
Sahro Wardil Lathif
Sahro Wardil Lathif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berisi tulisan tulisan kegelisahan batin, dan pergolakan pemikiran serta action yang bisa ku lakukan

No Wa. 085815760283 Ig: wardil.lathif Fb: Wardil Lathif

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Fakta Sarjana di Dunia Kerja

18 Juli 2023   05:17 Diperbarui: 18 Juli 2023   05:44 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah kamu bahwa ilmuwan terkenal seperti penemu lampu dan penemu telepon, mereka adalah orang-orang yang dicap bodoh di sekolah. Tetapi, justru gurunya yang pintar itu tidak menjadi penemu. 

Orang tidak pernah tahu gurunya Einstein itu siapa. Guru dari penemu mesin uap, James Watt itu siapa? Kita juga tidak tahu. Tetapi, mengapa justru orang yang bodoh itu seperti Bill Gates, contohnya. Dia DO (drop out), berarti bodoh kan? "Kalau di'DO, berarti dia bodoh dong.." Atau mungkin Mark Zuckerberg yang drop out, berarti dia bodoh dong? 

Jadi, mengapa orang bodoh lebih mudah mencari kerja? Ternyata 3 sebab. 

Sebab yang pertama adalah orang bodoh cenderung tidak terlalu banyak berpikir. Menurut mereka "Aku mau kerja apapun, asalkan bisa". Jika kita ingin diterima di perusahaan, kita ingin diterima di instansi, atau kita ingin diterima di pekerjaan rumah tangga. 

Justru sekarang pekerjaan di rumah tangga itu banyak yang membutuhkan Asisten rumah tangga, terutama di Indonesia, banyak peluang kerjanya. 

Kalau tidak begitu, mengapa peluang babysitter ada banyak? Namun, kamu pasti berpikir : "Gak itu gajinya berapa sih?". 

Tahukah kamu? Ternyata gaji babysitter yang mengurus anak itu jauh lebih mahal daripada gaji sarjana S1 lulusan universitas favorit kota besar. 

Aku gak perlu menyebutkan nama universitasnya apa. Tetapi jauh lebih besar. Ini adalah sebuah fakta yang mencengangkan. Padahal, babysitter banyak yang hanya tamatan SD. Dia tidak tamat SMP, bukan tamatan SMA, apalagi kuliah. Namun dia bisa bekerja. Ini adalah sebuah fakta. 

Kalau tujuan kuliah kita hanya untuk agar di maaa depan dapat gaji tinggi, pasti akan terpikir dalam otak kita "Terus, untuk apa aku jadi sarjana kalau toh pada akhirnya cari kerja gak gampang?". 

Jadi, alasannya mengapa? Karena tidak banyak berpikir. Terkadang, ijazah kita itu tidak dibutuhkan untuk pekerjaan tertentu. 

Sekarang, misalkan apakah kita yang hari ini sarjana mau melamar jadi satpam?". Ini bukanya ingin merendahkan profesi satpam. Tetapi, ini adalah apresiasi untuk satpam. Justru karena satpam tidak sarjana, ia lebih mudah mencari kerja daripada sarjana.

Ini adalah sebuah fakta yang sangat-sangat mencengangkan. Kemudian fakta selanjutnya mengapa orang "bodoh" itu lebih mudah mencari kerja. Yaitu orang "bodoh" tidak perhitungan. Atau dalam bahasa yang sering kita dengar, yaitu 'cincai'. Tidak terlalu perhitungan. 

Jadi apabila kita berpikir, "Aku ini sarjana. IP.ku tinggi. Aku lulusan universitas favorit." misalnya. Ternyata perusahaan itu tidak butuh orang yang pintar. Perusahaan itu tidak butuh orang yang pintar. Dia butuh kamu yang bisa menyelesakan masalah di kantor. Titik. Dan seringkali, masalah di kantor gak ada hubungannya dengan IP kita. Tidak ada hubungannya dengan dulu kamu lulusan universitas apa, kamu punya gelar apa. Mereka gak peduli. 

Lalu sekarang, berapa banyak sarjana yang justru menjadi supir Grab? Ya 'kan? Menjadi supir Go-Jek? Pengantar makanan Go-Food. Ternyata itu banyak yang lulusan sarjana. 'Daripada nganggur?' katanya. Ini sebuah fakta yang tidak didengar, tetapi itu terjadi.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Hampir semuanya mengalami hal seperti ini. Ini fakta yang kedua. 

Jadi, kita sebaiknya jangan terlalu perhitungan. Mungkin kita bisa simpan ijazah kita. Orang lain tentu ingin tahu kita lulusan apa. Jika kiya memang punya attitude yang baik, kita melamar kerja, kemudian ternyata digaji di bawah UMR. Santai saja 'Yang terpenting aku dapat kerja dulu'. Gak masalah. 

Justru orang yang semacam itu dipermudah rezekinya. Orang yang terlalu perhitungan, justru rezekinya bakal seret. 

Misalkan ada tawaran "Mau gak diterima di tempatku, tetapi gajinya di bawah UMR?". Ya udah gak papa, diterima saja. Jadi, mengapa orang "bodoh" itu lebih mudah mencari kerja? Karena mereka cincai. Mereka tidak terlalu perhitungan. Kita saja yang terlalu perhitungan. "Oh, Aku ini dulu juara kelas!". Padahal gak ada hubungannya kamu juara kelas sama pekerjaan. 

"Oh, Aku ini dulu mewakili sekolah dalam paskibraka!". Gak ada hubungannya. Kecuali kita buka perusahaan : "Terima jasa training untuk paskibraka". Kalau begitu, mungkin lain lagi. 

Intinya perusahaan hanya ingin tahu bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah perusahaan tersebut, Titik. Jika perusahaan itu butuh kurir pengiriman, ya sudah, jadilah kurir.

Kalau masih terucap "Tapi Aku ini sarjana loh!". Itu artinya kita sudah perhitungan. "Masak jadi kurir? Gengsi dong..". Ini poin yang ketiga. Yaitu tidak perlu gengsi. Problem sarjana itu selalu pakai gengsi. "Aku ini sarjana!".

Fenomena di zaman sekarang. Mengapa banyak orang kuliah kedokteran, tetapi akhirnya setelah jadi dokter, banting setir ke profesi yang lain? Padahal dokter loh. Karena apa? Karena kuliah kedokteran itu mahal. Tidak murah. 

Orang bisa kuliah kedokteran itu pasti orang yang punya kemampuan. Ekonomi yang cukup dari orang tuanya. Tetapi kalau dia bisa sampai kuliah dokter, orang tuanya itu pasti mampu. Kalau gak mampu, gak mungkin anaknya bisa sampai jadi dokter. 

Tetapi ketika dia sudah menjadi dokter, ketika dia melihat teman-temannya yang bukan dokter tetapi kehidupannya jauh lebih maju daripada dia, pasti sedih. 

Dokter itu 'kan orang pintar, sarjana. Bahkan mungkin di Indonesia, dokter itu setara sarjana atau bahkan lebih. Tetapi, lowongan kerja dokter itu paling banyak dicari di social media. 

Artinya apa? Artinya, banyak dokter yang galau setelah tamat sarjana mau kerja dimana. Kalaupun seorang dokter sudah diterima bekerja di sebuah instansi, sudah diterima bekerja di Rumah Sakit atau klinik tertentu, anehnya para dokter itu masih galau. 

Karena setelah melihat gajinya, ia terpaksa menerima. Dan pertanyaannya adalah, kapan kita bisa mengembalikan modal sekolah kedokteran kita misalnya kalau jadi dokter? Akhirnya ketika ada job lain yang lebih menjanjikan, maka otomatis kita akan berpindah profesi. Disinilah problemnya. 

Jadi, ada quotes dari seorang yang menginspirasiku "berbanggalah jika kamu bukan sarjana. Karena sarjana itu juga bukan tolok ukur seseorang pasti sukses. Itu tidak benar. Dan yang sarjana juga jangan berkecil hati. Bagi yang sarjana, mari berupaya hilangkan tiga poin tadi, niscaya rezeki kita lancar, dan mencari kerja itu mudah".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun